Pepesan Kosong Kunker DPRA

Kunjungan Komisi II DPR Aceh ke Osaka. Foto: Indonesia-osaka.org

Rencana kunjugan kerja beberapa komisi di DPRA ke luar negeri menuai tanggapan negatif dari berbagai kalangan. Salah satunya, pengamat politik Teuku Kemal Fasya. Menurutnya, tujuan Kunker ke berbagai negara sama sekali tidak bermanfaat.

Dia mencontohkan, kunjungan salah satu komisi ke negara Jepang yang bertujuan mempelajari sistem tanggap kebencanaan. Bagi Kemal, untuk ilmu-ilmu terapan terkait hal itu, termasuk juga tentang peternakan dan infrastuktur, tidak harus menghabiskan biaya besar dengan berkunjung ke negara lain.

“Banyak sekali pakar kebencanaan yang kita miliki, kita juga punya TDMRC (Tsunami Disaster Mitigation Research Center). Sudah banyak riset yang dihasilkan dari situ. Kita tinggal menjalankannya.

Untuk apa belajar jauh-jauh ke Jepang, mau mulai dari awal?” ujarnya, Sabtu pekan lalu.

Beberapa problem terkait peternakan, infrastruktur, dan pertanian, sebut Kemal, hal itu bisa dipelajari dari beberapa daerah di Indonesia yang memiliki tipologi, kultur, demografi dan modal sosial yang sama persis dengan Aceh. “Sementara negara luar punya tipologi dan kultur yang berbeda. Termasuk perbedaan geografi dan demografinya, banyak yang kurang cocok. Saya pikir itu alasan Kunker ke sana g terlalu dibuat-buat. Ini akal-akalan saja untuk menghabiskan uang rakyat,” tegas Kemal.

Kemal mengajak para anggota dewan yang sudah melakukan Kunker untuk berdiskusi dengan pakar dalam negeri. “Kita lihat seberapa lebih baik pengetahuan yang mereka peroleh setelah dari luar negeri, bagaimana kemampuan dalam mereplikasi pengetahuan studi banding itu dibandingkan orang-orang yang belajar tekun secara akademis dan rutin melakukan penelitian,” bebernya.
Masalah lain yang ditimbulkan adalah kemampuan anggota dewan tersebut dalam menarasikan laporan kunjungan mereka. Sampai saat ini, lanjut Kemal, publik tidak pernah tahu apa hasil kunjungan kerja dewan ke luar negeri. “Jangan kan itu, kunjugan studi banding mereka ke provinsi lain misalnya, itu juga kita tak dapat laporannya,” katanya.

Seharusnya, lanjut Kemal, mengingat kondisi Aceh yang saat ini menempati peringkat kemiskinan tertinggi se-Sumatera, menjadi pertimbangan para anggota dewan untuk lebih selektif dalam menggunakan anggaran. Hal tersebut seharusnya menjadi cerminan bagaimana anggaran negara dipergunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat. “Tidak tampak pembelaan yang serius dari mereka terhadap rakyat,” ujar Kemal.

Soal publikasi hasil laporan, Kemal juga melihat dewan sepertinya enggan mempublis hasil kunjugan mereka ke masyarakat. “Seharusnya mereka secara terbuka memberikan laporan hasil Kunker. Itu hak rakyat, mereka pergi dengan uang rakyat. Apa pesawat yang mereka tumpangi, berapa anggaran yang dihabiskan, siapa saja yang pergi, itu kita perlu tahu,” katanya.

Bagi anggota dewan yang memilih tidak mengambil jatah Kunker, Kemal yakin publik memberi apresiasi. Terlepas dari kritikan bahwa hal itu seakan pencitraan, Kemal mengatakan keputusan tersebut jauh lebih terhormat. “Artinya tidak mau menghabiskan anggaran rakyat di saat angka kemiskinan di Aceh masih tertinggi di Sumatera. Semoga orang-orang seperti itu bisa dipilih lagi ke depan,” harapnya.

STUDY TOUR
Berbeda dengan Kemal, akademisi Fakultas Hukum Unsyiah, Kurniawan tidak terlalu mempersoalkan efektifitas kunjungan kerja anggota DPRA ke luar negeri. Baginya, yang perlu dicermati anggota dewan yang melakukan Kunker adalah seberapa cocok negara tujuan mereka mampu memberi masukan untuk pembangunan Aceh.

“Kunker itu memang diperbolehkan, karena memang ada dasar hukumnya. Namun terkait seberapa efektif, saya tidak persoalkan. Yang penting apakah negara yang dikunjungi itu sesuai untuk diperbandingkan atau tidak? Apa bisa yang ada di sana menjadi contoh untuk diterapkan di sini? Jangan sampai temanya studi banding, tapi rupanya study tour. Hanya pelesiran,” ujar Kurniawan.

Ia juga menanggapi efesiensi penggunaan anggaran Kunker. Dengan teknologi yang ada saat ini, lanjut Kurniawan, interaksi jarak jauh sangat dimungkinkan tanpa harus bertemu langsung. “Apakah studi banding yang menghabiskan dana besar itu masih perlu sekarang? Saat kita sudah bisa menggunakan teknologi video conference, interaksi jarak jauh bisa disiasati, di saat semua informasi ada di ujung jari, semua bisa disesuaikan,” katanya.

Meski ia mengakui tidak semua pertemuan relevan melalui dunia maya, namun alternatif itu setidaknya menjadi pertimbangan dalam mengehemat anggaran.

Senada dengan Kemal, ia juga menekankan penting bagi anggota dewan untuk mempublikasikan hasil Kunker mereka di hadapan masyarakat. Walaupun tidak diwajibkan dalam undang-undang, namun jabatan wakil rakyat yang dipikul anggota dewan seharusnya jadi dorongan bagi mereka bertanggung jawab secara moral.

“Kita ingin Kunker itu tak hanya sebatas kunjungan ritual, tapi mereka juga mempublis hasilnya. Seharusnya ada kewajiban publikasi, karena mereka memakai uang rakyat. Harapannya, ketika memutuskan untuk Kunker, anggota dewan kiranya memikul tanggungjawab moral,” kata Kurniawan.

MEMAKLUMI KRITIKAN
Di satu sisi, Sekretaris Komisi II DPRA Ramadhana Lubis tak menampik kritikan publik yang dialamatkan pada parlemen mengenai hal ini. Protes tentang minimnya manfaat kunjungan anggota dewan ke luar negeri, sebutnya, memang perlu dicermati. Apalagi agenda tersebut anggarannya sudah diplotkan setiap tahun.

“Intinya kalau menurut saya, kita perlu selektif. Negara yang kita kunjungi ini benar-benar dapat kita pertanggungjawabkan. Hasil kunjugan itu nantinya harus bisa ditindaklanjuti, dirumuskan dalam kebijakan-kebijakan,” katanya.

Ramadhana menilai, wajar jika masyarakat keberatan dengan agenda Kunker anggota DPRA tersebut, jika tidak mendatangkan manfaat. Terlebih anggaran yang digunakan bersumber dari rakyat. Namun solusinya, menurut dia, alangkah baiknya setiap hasil kunjungan itu disampaikan secara terbuka kepada masyarakat.

“Hasil Pansus saja dipublis, kan? Ada asas akuntabilitas yang perlu kita lihat memang, dan itu juga sebagai upaya menjawab keraguan masyarakat. Apa hasil kunjungan, apa tindak lanjut yang bisa kita realisasikan, dan sebagainya, itu perlu dijelaskan,” tambah politisi Partai NasDem ini.

Termasuk soal kunjungan komisinya ke Thailand bulan depan, Ramadhana menjelaskan, bahwa negara tersebut merupakan kawasan yang paling unggul di bidang pertanian. Menurutnya, penting bagi Aceh mempelajari mekanisme pengelolaan pertanian dari negara Thailand. “Mereka unggul dalam proteksi, selain itu sektor pertanian di sana memaksimalkan penggunaan teknologi, seberapa kuat upaya mereka, kita tidak tahu kalau tidak ke sana,” kata Ramadhana.

Alasan yang kurang lebih senada disampaikan Murdani Yusuf. Menurutnya, kritikan tentang kunjungan kerja anggota dewan keluar negeri belakangan ini, dilontarkan semata karena pihak tersebut kurang memahami kerja dari sistem pemerintahan.

“Apakah kritikan itu berasal dari komunitas, LSM, mahasiswa, dan lainnya, semata karena mereka belum terjun ke sistem. Mereka belum tahu persis apa yang harus dilakukan. Banyak anggapan seakan-akan anggota DPRA itu keluar negeri untuk main-main, seandainya mau seperti itu sebenarnya gampang kan, tidak perlu tunggu agenda kunker, bisa pergi sendiri kapanpun,” terangnya.
Ia menambahkan, bahwa Kunker ini bersifat mengikat. Termasuk biaya hidup yang akan digunakan selama proses kunjungan berlangusng, semua jadwal telah diatur dalam agenda tersebut.

“Jadi tidak ada yang di luar agenda, tidak bisa main-main, untuk biaya hotel, makan dan sebagainya, biayanya sesuai dengan bill,” ia meyakinkan.

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan Kunker, Murdani mengaku kerap berdiskusi lebih dulu dengan konstituennya, dan sejauh ini tidak ada keberatan yang disampaikan para konstituen mengenai agenda tersebut. “Kita menghargai pendapat semua pihak, tapi tidak dengan itu pula Kunker yang bertujuan mencari solusi untuk memajukan Aceh ini harus tertunda lantaran kritikan pihak lain. Saya tidak tertarik dengan pencitraan, jadi apapun boleh disampaikan. Tapi Kunker memang sangat penting. Banyak agenda investasi yang harus kita pikirkan ke depan,” jelasnya.

Mengenai minimnya hasil yang diterima masyarakat usai Kunker anggota dewan, Murdani meminta semua pihak untuk bersabar. Dalam merencanakan segala sesuatu, banyak proses yang harus dilalui. Agenda Kunker ini sejak awal diusulkan harus menempuh sejumlah perizinan. “Semuanya legal, tidak ada masalah. Soal efektifitas, ya semua butuh proses,” akunya.

Dari kunjungan Komisi III ke Australia, Murdani berharap akan tercapai satu kesepakatan investasi. Ia ingin hal itu terealisasi tahun ini. “Kami sampaikan, bisa segera direalisasikan minimal di masa kami masih mengemban tanggung jawab di parlemen. Karena, masa kami akan berakhir di 2019 nanti. Targetnya segera terjalin kerjasama antara Pemerintah Aceh dengan investor di Australia,” harapnya.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Jelang Natal, Tokoh Lintas Agama Gelar Rakor
Rakor tokoh lintas agama di Lhokseumawe dan Aceh Utara digelar di Aula Sapta Marga Kodim setempat, Senin (21/12/15). | PIKIRAN MERDEKA / Fahrizal Salim

Jelang Natal, Tokoh Lintas Agama Gelar Rakor