Penyaluran Raskin di Aceh Besar Sarat Masalah

Beras Miskin Bulog
Ilustrasi beras bulog. [Dok. Ist]

Beras Miskin Bulog

Banda Aceh—Lembaga Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Aceh mengendus kecurangan penyaluran beras miskin (Raskin) di Aceh Besar. Mulai dari pembagian tidak tepat sasaran, hingga proses distribusi yang melawan pedoman umum (Pedum).

Kordinator Program PATTIRO Aceh, Teuku Zulyadi mengatakan proses pembagian Raskin di Aceh Besar selama ini tidak mengikuti kuota masyarakat miskin yang ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh Besar, sebagaimana disebut dalam Pedum. Sehingga pembagiannya banyak yang tidak tepat sasaran.

“Proses pembagian Raskin dibagi rata untuk semua masyarakat atau digilir pembagiannya,” kata Zulyadi dalam konferensi pers berlangsung di Aula Muharram Journalism College, Banda Aceh, Rabu (18/4).

Berdasarkan data BPS Rumah Tangga Sasaran (RTS), penerima manfaat Raskin di 23 kecamatan di Aceh Besar sebanyak 27.889 unit, namun pada kenyataan penerima raskin jauh melampaui dari RTS ditetapkan.

Akibatnya tak sedikit masyarakat miskin yang seharusnya menerima 15 kilogram per KK, jadi berkurang jatahnya karena ada kebijakan di tingkat desa yang pembagiannya disamaratakan. Pada 2011, quota Raskin untuk Aceh Besar mencapai 5.438.355 Kg.

Seperti terjadi di Desa Aje Cut Kayee, Kecamatan Ingin Jaya, tambah Zulyadi, jumlah penerima Raskin yang tercatat di sana hanya 50 KK dengan quota beras 750 Kg. Pembagian di lapangan  penerimanya malah mencapai 165 KK, masing-masing menerima 15 Kg per KK. Untuk mensiasati kecukupan beras,  proses penerimaannya digilir tiga bulan sekali.

“Artinya kalau dibagi tiap bulan maka masyarakat hanya memperoleh 4,54 Kg per KK,” ujar Zulyadi.

Pembagian seperti ini dinilai sangat tidak efektif. Dari jatah 15 Kg yang harus diterima masyarakat yang berhak, 10 Kg di antaranya tak tepat sasaran. Jika dikalkulasikan semua dari quota keseluruhan 750 Kg dalam desa itu, hanya 227 Kg diterima oleh yang berhak, sementara 523 Kg lagi atau sekira 70 persennya tak tepat sasaran.

Zulyadi mengatakan, dalam proses distribusi Perum Bulog juga hanya menyalurkan hingga di ibukota kecamatan saja, sementara pihak desa mengambilnya di ibukota kecamatan dengan penambahan biaya transpor. Padahal dalam Pedum jelas pendistribusian harus dilakukan sampai ke desa sasaran.

“Kebijakan ini sangat merugikan warga penerima, karena mereka harus mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan Raskin,” jelas Zulyadi.

Catatan PATTIRO, rata-rata warga miskin harus mengeluarkan Rp200 hingga 400 dari harga Raskin yang seharusnya Rp1.500 per-Kg. Jika tiap KK mendapatkan 15 Kg, mereka harus mengeluarkan biaya ekstra Rp3.000 hingga Rp6.000. “Ini sangat memberatkan bagi masyarakat miskin,” ujar dia.

Zulyad menambahkan, penyaluran Raskin juga belum dilakukan secara transparan. Tidak adanya pemberitahuan dari tim pelaksana distribusi Raskin tingkat desa kepada masyarakat berkaitan dengan pendistribusian Raskin yang telah dilakukan.

Belum ada peraturan tentang mekanisme pengaduan dan pengelolaan pengaduan masyarakat di tingkat desa tentang permasalahan pendistribusian Raskin. Sehingga jika ada maslaah yang timbul, penyelesaiannya hanya dilakukan dengan musyawarah di tingkat desa.

Atas temuan di atas, PATTIRO merekomendasikan, Perum Bulog harus menaati Pedum dalam penyaluran Raskin. Raskin harus didistribusikan sampai ke titik terakhir yaitu tingkat desa, sehingga penerima raskin tidak dirugikan.

Data masyarakat miskin penerima raskin juga harus diperbaharui setiap tahun dengan melibatkan perangkat desa. Karena kenyataan sekarang di Aceh Besar, data digunakan tahun ini sama dengan data penerima Raskin pada 2008.

Tim pelaksana Raskin di tingkat desa harus mengumumkan kepada masyarakat tentang pendistribusian raskin di desanya. Harus ada peraturan tentang mekanisme pengaduan dan pengelolaan pengaduan masyarakat di tingkat desa tentang permasalahan pendistribusian raskin.[csj]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait