Penulis “Bupati Biadab” Tantang Shabela Sumpah Al-Qur’an di Pengadilan

Penulis “Bupati Biadab” Tantang Shabela Sumpah Al-Qur’an di Pengadilan
Bupati Aceh Tengah, Shabela Abubakar. (rri.co.id)

Takengon – Pria bernama Said Muslim yang dilaporkan Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar karena ucapan “bupati biadab” menyebut, kalimat “Bupati Aceh Tengah terbiadab,” tidak tertuju kepada individu Shabela Abubakar, melainkan kepada jabatan yang disandang kepala daerah.

“Kata biadab itu relatif, bukan tertuju ke benda, yang saya pahami biadab adalah perbuatan kejam dalam hal ini dalam pengadaan barang dan jasa (tender),” ujar Said, Rabu (18/7/2019) petang.

Ia menganggap dugaan keterlibatan bupati dalam penunjukan pemenang proyek itu sudah menjadi rahasia umum. “Nanti biar pengadilan yang membuktikan, dengan sumpah Al-Qur’an,” ucapnya.

“Perlu digarisbawahi, bahwa ucapan biadab itu untuk pengadaan barang dan jasa. Kalau kata atau kalimat itu ditafsirkan negatif oleh bupati ya silakan saja, menurut saya apa yang saya tulis itu bagian dari kebebasan berpendapat,” tegas Said lagi.

“Kalau di luar negeri justru seseorang dapat penghargaan karena mengungkap kebenaran, berbeda dengan di daerah ini,” lanjutnya. Said memaparkan aturan dalam Peraturan Presiden (Perpres) terkait keterlibatan masyarakat dalam memberikan informasi apabila ada kecurangan demi keselamatan keuangan negara.

“Supaya masyarakat jangan resah, saya akan minta bupati hadir ke pengadilan, para pokja dan unsur muspida. Aku merasa puas ketika Al-Qur’an sudah di kepala, apa pun jawabannya saya puas. Saya akan minta kehadiran mereka ke hakim. Karena pengadaan barang dan jasa ada panitianya,” sebut Said.

Mengenai jawaban panitia lelang yang mengaku tidak ada intervensi dari bupati atas tender proyek, Said menyebut dugaan itu bisa dijelaskan di pengadilan. Bahkan ia bisa menyodorkan bukti dugaan adanya oknum PNS yang memposisikan diri sebagai broker.

“Silakan saja Pokja mengklaim tidak ada intervensi, ya nanti disumpah, apa yang dikatakannya itu yang menjadi poin penting,” terang Said.

Terkait kasus hukumnya, Said mengaku tidak takut atau merasa kecewa, karena hal ini semakin memberi ruang untuk membuka tabir dugaan kejahatan dalam permainan lelang proyek, sehingga layak disebut biadab.

“Saya tidak merasa kecewa, justru dengan ini menjadi titik bagi saya membuktikan di pengadilan. Bahkan saya siap dengan konsekuensi di penjara, saya tidak mendapat tekanan dari manana pun, dan saya hanya takut pada Tuhan,” kata Said.

Ia juga tidak mempersoalkan para pihak yang menafsirkan status biadab itu ditulis karena kalah tender. Ia hanya meminta para pihak membedakan antara proses tender dengan kasus hukum yang berlangsung.

“Saya sudah melakukan sanggahan, tetapi yang saya dapat justru jawaban yang tidak relevan dari pertanyaan yang saya ajukan. Sehingga ini harus banding, maka saya harus mengajukan jaminan uang senilai Rp 9,7 juta, tetapi karena tidak memiliki dana cukup, saya tidak melakukan sanggah banding.

Saya bahkan membuka ruang donasi di Facebook, hanya terkumpul kurang lebih Rp 4 juta, karena tidak mencukupi akhirnya proses sanggah banding batal,” jelasnya.

Pangkal masalah Proyek yang diikuti oleh perusahaan Said Muslim adalah peningkatan jalan Arul Latong-Uning Niken, Kecamatan Bies, dengan anggaran senilai Rp 970 juta. Pemenang dalam tender tersebut adalah CV Tri Satria Mandiri, yang diperkirakan mengembalikan keuangan negara sebesar Rp 15 juta atas dasar angka dari penawaran.

“Sementara dalam penawaran perusahaan saya, CV Rekons Provira, dapat mengembalikan anggaran lebih kurang Rp 77 juta. Dalam hal ini harusnya yang diprioritaskan adalah penawaran perusahaan saya, karena prinsip dasar pengadaan barang dan jasa adalah yang menguntungkan negara. Pertanyaannya, negara ingin Rp 77 juta atau 15 juta?,” ujar Said.

Ia juga mengakui adanya kesalahan dalam penawaran, tetapi tidak bersifat substantif, yakni item pipa pergantian yang tidak dimasukan ke metode pelaksanaan, dengan angka Rp 4 juta, yang tidak sebanding dengan dana Rp 970 juta. Said menyayangkan proses tender di Aceh Tengah justru terbalik.

Bukannya menyelamatkan keuangan negara, justru diduga menggerogoti keuangan negara karena kebijakan dari pemangku kepentingan. “Selaku anak bangsa, selayaknya dan sepatutnya saya menyuarakan keinginan negara dalam hal penyelamatan keuangan negara. Lagian seharusnya bupati Aceh Tengah memikirkan kemaslahatan umat yang tak sebanding dengan status Facebook seorang Said Muslim,” ujarnya.

Said mengaku tidak akan menghapus status Facebook terkait kalimat, “Bupati Aceh Tengah Biadab” karena tidak ada yang salah dengan tulisan itu. “Status ini saya buat berdasarkan data dan fakta dan saya merasa benar. Saya menganggap tidak ada yang salah dengan status ini,” pungkas Said.

Sumber: Kompas

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait