Jakarta—Pemprov DKI Jakarta belum tegas menerapkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum di ibukota. Pasalnya, angka gelandang dan pengemis (Gepeng) yang merupakan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), terus meningkat di Ibukota. Terutama pada bulan suci Ramadhan.
Pemprov harus mencontoh Kota Purwokerto dan Palembang yang terbukti mampu menerapkan Perda tersebut. Alhasil, kedua kota tersebut bersih dari PMKS. Hal ini dikatakan Kepala Biro Humas Kementerian Sosial Benny Setia Nugraha menyikapi maraknya PMKS di Ibukota.
Dia berharap, Pemprov DKI bisa serius menerapkan Perda tentang Ketertiban Umum dengan tegas. Sehingga keberadaan PMKS bisa diantisipasi jauh-jauh hari sebelum datangnya bulan suci Ramadhan. “Tindakan tegas harus diberikan untuk memberikan efek jera bagi mereka agar tidak lagi datang ke Jakarta,” katanya.
Menurutnya, Pemprov DKI melalui Dinas Sosial seharusnya sudah punya konsep atau program yang tepat. “Jangan saat bulan Ramadhan, Pemrpov baru sibuk menjaring para PMKS dan memulangkannya ke kampung halaman masing-masing,” ujarnya.
Jika tidak ada konsep yang jelas untuk penanganan, kata dia, keadaan ini akan menjadi bom waktu untuk Pemprov DKI. “Pemulangan para PMKS juga jangan hanya menjadi semacam rekreasi dipulangkan dengan bus, tanpa ada solusi buat mereka di daerahnya masing-masing.”
Menurut Benny, khusus di DKI, saat ini terdapat 18 titik pemantauan para gepeng. Titik pantauan ini seharusnya sudah bisa diantisipasi agar bisa dicegah dengan datangnya para gepeng. Dari pantauan Kementerian Sosial (Kemensos), ada sekitar 1.930 PMKS yang selalu datang ke Jakarta, dan di 18 titik ini Kemensos sudah menerjunkan petugas Dinas Sosial.
Kejadian yang terus terulang tiap musim Ramadhan ini menunjukkan, fungsi dan peran Pemprov DKI nampaknya belum peduli dengan persoalan ini. Masalah ini bisa menjadi bom waktu jika tidak segera diantisipasi dengan tepat,” kritik Benny.
“Apalagi DKI terlalu terbuka dan penanganan yang lakukan hanya bersifat instan. Tidak heran, ketika ditampung di panti dan balik ke kampung, besoknya kembali lagi ke Jakarta. Panti cuma tempat penampungan sementara. Sanksi bagi para PMKS seharusnya bisa membuat mereka jera untuk kembali datang ke Jakarta,” imbuh Benny.
Menurut Benny, penanganan masalah ini sebenarnya sudah menjadi kewenangan Dinas Sosial DKI. Apalagi datangnya mereka ini bersifat musiman, yang jika ditilik di daerahnya, mereka bukanlah para kaum dhuafa. Pasalnya, di daerah rumah mereka bisa dibilang layak huni. Pekerjaan yang dilakoninya semata karena sifat kemalasan.
“Di daerahnya, mereka tidak memiliki pekerjaan tetap. Nah, mereka mencari nafkah dengan menjadi pengemis. Pengemis jadi lahan pekerjaan mereka tiap tahun. Ketika kita uji lapangan ke daerahnya, rumah mereka bagus-bagus. Menjadi pengemis hanya tradisi saja,” katanya.
Menurut Benny, Kemensos sudah berupaya untuk menuntaskan masalah pengemis musiman ini. Apalagi kedatangan mereka sebenarnya sudah bisa diprediksi pada bulan Ramadhan, Lebaran Haji, Lebaran China, dan perayaan keagamaan lainnya. “Antisipasi yang dilakukan di antaranya dengan memantau dan mencegah kedatangan mereka di tiap terminal,” katanya.
Kasie Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial Dinas Sosial DKI Jakarta Prayitno menjanjikan, pihaknya akan menggelar razia gabungan secara besar-besaran. Namun, program ini melihat kondisi perkembangan di lapangan. Jika memang ada gejolak atau peningkatan jumlah PMKS, maka razia gabungan ini digelar dengan melibatkan instansi terkait seperti Satpol PP, Dinas Perhubungan, TNI/Polri dan sebagainya.
Sindikat Gepeng Di Jakarta Sulit Ditertibkan
Untuk mengatasi keberadaan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), Pemprov DKI melalui Satpol PP dan Dinas Sosial DKI Jakarta terus melakukan penertiban. Meski begitu, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo meminta jajarannya agar melakukan penertiban secara persuasif.
“Penertiban PMKS harus terus dilakukan. Namun, saya minta penertibannya dengan cara-cara yang manusiawi. Tak perlu dengan cara kekerasaan,” pinta Foke di Jakarta, kemarin.
Foke menegaskan, saat ini Pemprov DKI fokus terhadap sindikat yang mengkoordinir para PMKS. Sebab,PMKS yang ada di Jakarta saat Ramadhan, bukan hanya berasal dari daerah penyangga seperti Bekasi, Tangerang dan Bogor saja. Tapi banyak juga dari Cirebon, Indramayu, Sukabumi bahkan beberapa kota di Jawa Timur.
“Sudah ada sindikat yang dapat ditangkap. Kemudian mereka yang menjadi korban akan dikembalikan ke daerah masing-masing. Para korban ini dimanfaatkan untuk ditarik uang mereka dan dimanfaatkan untuk bisnis,” ungkapnya.
Kepala Satpol PP DKI Jakarta Effendi Anas membenarkan, ada salah satu jaringan sindikat PMKS yang tertangkap aparat. Namun, Anas belum mau mengungkapkan identitasnya.
“Kami sedang menelusuri jaringannya sekarang,” kata Anas tanpa menyebutkan nama sindikat tersebut.
Hingga saat ini, pihaknya masih melakukan penyelidikan terhadap sindikat tersebut bekerja sama dengan aparat Kepolisian. Ia juga masih merahasiakan mengenai dimana dan kapan mereka tertangkap. “Kami meminta waktu satu sampai dua hari untuk membongkar jaringan mereka,” tegasnya.
Ia menyebutkan, keberadaan PMKS di Ibukota telah melanggar Perda Nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Maka dari itu, pihaknya akan melakukan penertiban di lima wilayah kota di Ibukota, khususnya di titik-titik rawan PMKS.
Titik-titik rawan PMKS itu, antara lain perempatan Matraman, perempatan Pramuka, kawasan Kelapa Gading, perempatan Cempaka Putih atau Coca-cola, Tamini Square, Fatmawati, dan perempatan Kuningan atau Mampang Prapatan.
Pria yang akrab disapa Efan ini menuturkan, pada minggu pertama bulan Ramadhan, pihaknya belum melakukan penyisiran titik-titik rawan PMKS.
Dalam penertiban, kata Effendi, pihaknya bekerja sama dengan Dinas Sosial DKI Jakarta. Semua PMKS yang terjaring langsung dimasukan ke dalam panti sosial yang telah disediakan oleh Dinas Sosial DKI Jakarta. Segala bentuk PMKS seperti manusia gerobak, gelandangan, pengemis, serta anak jalanan, jadi fokus penanganan. [Harian Rakyat Merdeka]
Belum ada komentar