Jakarta—Pertemuan yang dilakukan Presiden SBY, Kapolri Timur Pradopo dan Ketua KPK Abraham Samad dalam acara buka bersama di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (8/8) malam, sepertinya belum menemukan titik temu untuk melakukan join investigasi antara dua institusi penegak hukum tersebut, terkait kasus dugaan korupsi simulator uji SIM.
“Dengan sikap diam KPK, saya rasa sulit, dan memang tidak mudah untuk melakukan investigasi bersama di antara dua lembaga ini, karena ini bisa berbenturan dalam mengemukakan hasil penyidikan dan penyelidikan,” ujar pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar kepada Jaringnews.com via telepon di Jakarta, Kamis (9/8).
Kata dia, buka puasa yang dilakukan KPK dan Polri hanya sekedar formalitas, sementara kedua pihak memiliki agenda tersembunyi yang sangat sulit dipadukan dalam penyidikan kasus korupsi di tubuh Korlantas Polri ini. “Sekedar formalitas, tapi masih tersembunyi, dan tidak terselesaikan,” katanya.
Bambang menuturkan, kepastian hukum ini perlu dipikirkan elemen bangsa ini, khususnya eksekutif, yudikatif dan legislatif. Pasalnya, pro dan kontra penyidikan antara Polri dan KPK jelas sangat menganggu dalam kasus korupsi di Institusi Polri.
“Bagaimana kasus penyelidikan bersama yang akan dilakukan akan membuat kontroversi di masyarakat. Terlebih, Polri ikut dalam penyidikan institusinya sendiri, tentu masyarakat memiliki penilaian sendiri,” tukas Bambang.
Seperti diketahui, KPK maupun Mabes Polri telah menetapkan tersangka. KPK menetapkan tersangka Irjen Djoko Susilo, sementara Mabes Polri mengklaim telah menetapkan lima tersangka Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek yakni Brigjen Pol Didik Purnomo (DP), AKBP Teddy Rusmawan (TR), Kompol Legimo (L), Dirut PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo Bambang (SB) dan Dirut PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Santoso (BS).
Dalam kasus ini, KPK menemukan kerugian negara akibat penyalahgunaan kewenangan yang diduga dilakukan Djoko. Kerugian negara dalam proyek tahun anggaran 2011 senilai Rp 189 miliar tersebut diperkirakan Rp 90 miliar hingga Rp 100 miliar.
Djoko dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, jenderal polisi berbintang dua yang menjabat Kakorlantas sejak September 2010 hingga Mei 2011 itu terancam dihukum penjara paling lama 20 tahun.[jnc]
Belum ada komentar