PADA siang hari, wanita mungil berusia 26 tahun berwajah segar dengan rambut panjang bergelombang bekerja sebagai sekretaris. Ia menjalankan pekerjaannya dengan baik.
Tapi Fiona, bukan nama sebenarnya, memiliki sebuah rahasia. Ia telah menjalani terapi kecanduan seks dalam 10 bulan terakhir, konseling tatap muka dengan seorang dokter di sebuah klinik psikiater swasta.
Selama tiga atau empat tahun sebelum terapinya dimulai tahun lalu, ia hanyalah seorang pekerja kantor biasa.
Setiap malam, ia berkelana ke berbagai tempat untuk mencari lawan jenis berwajah ganteng yang bersedia tidur dengannya. Dan banyak pria bersedia memenuhi permintaannya.
“Setiap malam, saya berhubungan seks dengan lawan jenis. Kadangkala, pada pagi hari, saya terbangun dan mendapati seorang pria tak dikenal ada di tempat tidur. Saat itu, saya mulai merasa bersalah dan malu,” akunya.
Ia mulai merasakan sesuatu yang salah pada dirinya ketika membaca sebuah artikel di majalah tentang kecanduan seks di sebuah salon kecantikan.
“Sudah 10 bulan saya menjalani terapi dan saya mulai mencoba ‘membersihkan diri’. Keadaan saya sekarang sudah lebih membaik. Saya mulai dapat mengendalikan keinginan untuk berhubungan seks dengan mengalihkan perhatian pada hal-hal lain seperti olahraga,” tambah Fiona.
Namun ia tak dapat berbicara tentang masalah yang dihadapinya kepada orang-orang dekatnya. “Teman-teman dan rekan kerja tidak tahu tentang hal ini. Bahkan termasuk juga keluarga saya,” ujarnya.
Ia mengakui bahwa dirinya mulai kecanduan seks dari film-film porno di internet. Kakak tirinya yang pertama kali memperkenalkannya tentang film porno kepadanya. Kala itu, kakak tirinya berusia 15 tahun dan ia 13,5 tahun. Mereka berdua bahkan melakukan hubungan seks lantaran ingin tahu yang besar.
Ia merasa beruntung karena tidak sampai terkena penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks lantaran tidak semua teman kencannya bersedia memakai kondom.
Namun penyakitnya belum sembuh total. Setiap kali sedang stres atau jatuh cinta dengan orang yang dekat dengannya, keinginan untuk berhubungan seks kembali muncul , sukar terjinakkan.
“Butuh kerja keras agar saya tidak kembali ke kebiasaan lama. Tapi saya akan terus mencobanya,” katanya.
Kecanduan Seks, Lebih Banyak Dialami Pria
Para dokter umumnya memperlakukan pecandu seks sebagai pasien rawat jalan. Mereka menjalani berbagai sesi terapi kejiwaan agar dapat mengembangkan berbagai strategi dalam mengatasi kecanduan seks, ujar Dr Adrian Wang, seorang psikiater konsultan sebuah klinik swasta.
Psikiater lain, Profesor Munidasa Winslow, yang khusus menangani para pecandu seks, mengatakan bahwa ia telah menerima sekitar 10 pasien kecanduan seks dalam sebulan, dua di antaranya ada-lah wanita.
Jumlah pasien pecandu seks yang mengunjungi Dr Wang juga tidak jauh berbeda. Menurutnya, pasien pria berjumlah rata-rata empat hingga lima kali lebih banyak ketimbang pasien wanita dan setiap satu kasus baru terjadi pada setiap dua hingga tiga bulan. Sedangkan Prof. Winslow mendapatkan satu hingga dua pasien baru per bulan.
Di Institute of Mental Health (IMH), jumlah orang yang mencari pengobatan untuk kasus kecanduan seks dari berbagai tipe mencapai lebih dari lima kali lipat, dari 200 orang menjadi lebih dari 1.000 orang antara tahun 2002 hingga 2009. IMH mengelola Layanan Manajemen Kecanduan Nasional untuk pasien luar selama satu setengah tahun.
Pada kasus kecanduan seks pada wanita, Dr Winslow mengatakan masalahnya cenderung berkaitan dengan jalinan hubungan atau cinta ketimbang semata-mata hubungan seks.
Kebanyakan wanita yang kecanduan seks cenderung memiliki sejarah penyiksaan seksual di masa kecil.
Namun stigma masyarakat yang menganggap pecandu seks mengalami gangguan mental membuat penderita mencari pengobatan.
Rata-rata, para pecandu seks membutuhkan waktu antara empat hingga delapan tahun sebelum mencari pertolongan.
Pengabaian juga menjadi alasan lain yang membuat masalah itu kurang mendapat penanganan yang tepat.
Para psikiater mendapatkan pasien baru setiap kali kasus ini muncul di media massa. Ada pasien yang berobat ke dokter atas keinginan sendiri. Lainnya dibawa ke dokter oleh orang yang mereka cintai.
Dr Winslow kini bekerja sama dengan Dr Robert Weiss, yang juga direktur klinis Sexual Recovery Intitute di Los Angeles, untuk mengumpulkan ide-ide tentang cara-cara menangani kecanduan seks di Singapura.
Dr Winslow juga membuka berbagai kelompok pendukung untuk pasangan para pasien atau kelompok lain yang cenderung diabaikan masyarakat.[harianterbit]
Berbagai tingkat keparahan dari pecandu seks juga bisa diketahui seperti berikut ini:
Tingkat satu
- Masturbasi
- Menonton pornografi (dengan atau tanpa masturbasi)
- Melakukan telepon seks dan/atau siberseks
- Voyeurisme (campur tangan urusan orang lain) baik secara online atau langsung
Tingkat dua
- Ketidaksetiaan kronis
- Hubungan seksual dengan banyak pasangan
- Hubungan seks dengan WTS
- Seks yang dibayar
- Hubungan seks di tempat umum (di kamar mandi, di taman dan tempat lain)
- Frotteurism (menggosok-gosokkan alat kelaminnya terhadap orang lain, biasanya orang tak dikenal)
- Menguntit
Tingkat tiga
- Memperkosa
- Menganiaya anak/pedofilia
- Melihat perkosaan, pornografi
- Penyiksaan seksual terhadap orang yang lebih tua atau orang yang tergantung pada pelaku
- Inses.
Belum ada komentar