Pendaratan Mulus Sang Captain di Tengah Genting

Pendaratan Mulus Sang Captain di Tengah Genting
Kondisi pesawat Irwandi Yusuf usai mendarat darurat.(Foto: Istimewa)

Dalam keadaan darurat, Irwandi Yusuf berhasil mendaratkan pesawatnya dengan mulus di bibir pantai.

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, Sabtu (17/2), mengalami penerbangan cukup menegangkan. Pesawat yang dipilotinya harus mendarat darurat di bibir pantai Gampong Lam Awe, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar. Saat kejadian, Irwandi dalam penerbangan kembali dari Calang, Aceh Jaya, bersama Asisten II Pemerintah Aceh, Taqwallah, usai menijau proyek Krueng Teunom.

Sejatinya, Irwandi Yusuf melakukan konfrensi pers dengan awak media di Lanud SIM Blang Bintang, Aceh Besar. Namun, hingga menjelang sore hari, orang nomor satu di Aceh ini tak kunjung tiba di lokasi pelaksanaan konfrensi pers.

Belakangan diketahui, ternyata pesawat jenis Aero Shark yang dipiloti oleh Irwandi Yusuf mengalami musibah. Sang Kapten harus melakukan pendaratan darurat di kawasan Peukan Bada, karena mengalami gagal mesin.

Kepada wartawan, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menceritakan kronologis kejadian tersebut. Awalnya, sebut Irwandi, dia terbang dari Calang, Kabupaten Aceh Jaya pada pukul 14.00 WIB, usai meninjau proyek di wilayah itu.

“Saya merasa tadinya tidak ada apa-apa. Semua berlangsung oke,” ujarnya kepada wartawan di Pendapa Gubernur Aceh, Sabtu (17/2) malam.

Dikisahkannya, penerbangan dari Calang berada di ketinggian 3500 kaki. Saat berada di atas wilayah Leupung Aceh Besar, pesawat mengalami gagal mesin. Di atas udara, dia melakukan pengecekan dan mempertimbangkan soal pendaratan.

“Saat itu saya terbang di ketinggian 3.500 kaki. Tiba di atas Leupung di atas Pantai Penyu mendadak mesin ngadat karena bahan bakar tidak naik. Kemudian pesawat ini hidup kembali mesinnya. Saya sudah menduga bahwa ini ada kerusakan pada minyak yang tidak naik. Saya hidupkan kembali dan melanjutkan penerbangan,” terang Irwandi.

Di sekitar wilayah Ulee Lheue, sambungnya, mesin pesawat kembali mati. Saat itu, ungkap Irwandi, dia sempat melihat baling-baling pesawat tersebut tidak lagi berputar.

“Ini saya tahu karena baling-baling turun tekanan putarannya, bunyi baling-baling seperti kita dorong mobil tidak hidup. Kemudian saya tunggu-tunggu berusaha untuk bahan bakar ngalir lagi, lalu saya bilang ke pak Taqwallah bahwa kita harus landing darurat,” katanya.

Di tengah genting Irwandi harus mengambil keputusan. Ia memutuskan untuk melakukan pendaratan darurat di bibir pantai. Alasannya, mendarat di bibir pantai dengan pertimbangan resikonya lebih kecil.

“Saya memilih untuk mendarat di bibir pantai karena kalau di laut resikonya lebih kecil dan landasannya lebih cocok. Kalau di darat kemungkinan akan mendarat di atas bangunan dengan resiko yang lebih besar,” ungkapnya.

Sebelum pendaratan darurat dilakukan, Irwandi sempat menghubungi menara tower komunikasi yang berada di bandara Sultan Iskandar Muda untuk memberitahu posisinya.

“Saat mesin pesawat kembali hidup dan saya langsung mengontak menara tower bahwa mesin pesawat terjadi trobel. Tower tanya apakah mau mendarat darurat atau tetap landing di pangkalan udara Sultan Iskandar Muda (SIM). Tapi saya bilang tetap di pangkalan SIM. Karena jarak yang terlalu jauh, mesin kemudian kembali mati, sehingga saya memutuskan mendarat darurat di bibir pantai,” ujarnya.

Proses pendaratan darurat dikatakan Irwandi, berjalan mulus. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini, namun kondisi pesawat mengalami kerusakan pada bagian sayap dan baling-baling.

“Saya baik-baik saja, pak Taqwallah juga demikian. Karena mendarat di atas pasir, jadi tidak semulus di aspal. Jadi ketika ban pesawat menyentuh pasir langsung terperosok dan pesawat terjungkal ke depan dan miring sebelah kanan, makanya sayap patah dan baling-baling,” terangnya.

Irwandi menuturkan, pesawat tersebut akan diperbaiki di negara Slovakia. “Proses pembuatan tiga bulan, satu bulan proses pengiriman, satu bulan diperbaiki, dan satu bulan proses dibawa kembali ke Aceh,” tambah Irwandi.

Sebenarnya, pendaratan darurat Pesawat Eagle One milik Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, bukan pertama kali terjadi. Pada Senin 14 Agustus 2017 lalu sekitar pukul 18.30 WIB, pesawat dengan nama Hanakaru Hokagata juga mendarat darurat di Bandar Udara Cut Nyak Dhien Nagan Raya, Kubang Gajah, Kecamatan Kuala Pesisir.

Dikutib dari Serambi Indonesia, pesawat dengan nomor register PK-SEO yang dipiloti Irwandi Yusuf tersebut berangkat (take off) dari Bandara Kuala Batee, Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya tujuan Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar. Diduga karena cuaca buruk, pesawat terpaksa mendarat darurat di Nagan Raya.Saat mendarat, pesawat tersebut juga membawa satu orang penumpang yang belakangan diketahui adalah ajudan Irwandi Yusuf.

Irwandi Yusuf memiliki sertifikat sebagai penerbang dengan kriteria single engine land pada usia 53 tahun. Sertifikat penerbang itu dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan RI yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Ir Muzaffar Ismail pada 1 Juli 2014. Sertifkat itu dia terima pada Selasa 22 Juli 2014 lalu di Akademi Pilot Bandung.
Dengan sertifikat tersebut, ia bisa menerbangkan pesawat bermesin tunggal seperti pesawat dengan badan kecil, pesawat latih, dan pesawat jet tempur.

Irwandi merupakan siswa paling tua di akademi pilot tersebut. Gubernur Aceh yang lahir 2 Agustus 1960 ini sangat bersemangat menjalani pendidikan selama hampir 6 bulan. Ia juga akrab dengan sejumlah kadet di sekolah pilot itu.
Kesungguhan Irwandi menguasai dunia kedirgantaraan sudah ia tekuni sejak menjabat Gubernur Aceh. Dikutip dari Serambi, beberapa kali Irwandi diketahui menerbangkan pesawat.

Bahkan, sejumlah staf Gubernur Irwandi pernah dibuat gelisah saat mengetahuai pesawat yang mereka tumpangi dari Bandara Cut Ali, Aceh Selatan, menuju Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang, Aceh Besar ternyata dipiloti Irwandi Yusuf.

Beberapa kali pesawat menukik tajam menyusuri bukit-bukit di kawasan barat selatan Aceh. “Alhamdulillah, semua pesawat boleh saya terbangkan sekarang,” kata Irwandi.

Ia mengatakan, motivasi menjadi seorang pilot untuk menyalurkan bakat dan tidak terbang ilegal. Sebab selama ini, katanya, ia sering menerbangkan pesawat apalagi semasa menjabat Gubernur Aceh.[]

SANGAT PROFESIONAL

Mantan pilot pesawat tempur Angkatan Udara Nasrun Nasir, menilai, keputusan mendarat darurat yang dilakukan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dinilai sangat sempurna.

“Jadi, decision making yang dilakukan Pak Irwandi itu sangat excelent. Saya nilai ini kejadian emergence yang ditangani dengan well done (sempurna),” kata Nasrun Nasir, Sabtu malam.

Kejadian ini, kata Nasrun, juga menunjukkan bahwa Irwandi adalah seorang pilot yang profesional. Nasrun mengatakan, lazimnya dalam situasi emergence tersebut, setiap orang mengalami kepanikan.

Namun hal itu bisa diatasi dengan baik. Irwandi masih sempat berpikir, melakukan kalkulasi, sampai akhirnya memutuskan mendarat darurat.
“Ini yang betul-betul saya sebut well done, patut mendapat reward,” kata Nasrun yang juga instruktur terbang Irwandi ini.

Nasrun juga mengatakan tentang pesawat Aero Shark yang pernah diterbangkannya dari Bandung ke Aceh. Dari sana diketahui, pesawat itu memiliki kemampuan terbang yang cukup baik. “Baik terhadap cuaca ekstrim, maupun kemampuan jarak tempuh,” katanya.()

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait