Pencabutan Pasal UUPA Dinilai Langgar Prinsip Hukum

Pencabutan Pasal UUPA Dinilai Langgar Prinsip Hukum
Kurniawan

Pencabutan beberapa pasal dari UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh terus menuai kontroversi. Direktur Eksekutif Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Aceh (P3KA), Kurniawan menyatakan bahwa Pasal 571 dari UU pemilu yg baru saja disahkan beberapa hari yang lalu tidak dapat begitu saja mencabut Pasal 57 dan Pasal 60 ayat (1), aya (2) dan ayat (4) Undang-Undang Pemerintahan Aceh.

Dosen Hukum Tata Negara Unsyiah ini merincikan beberapa pertimbangannya. Ia berpendapat, UU Pemilu bersifat rezim hukum umum yang berlaku secara nasional (Lex generalis). Adapun UU Nomor 11 Tahun 2006 atau yang lazim disebut UUPA merupakan rezim hukum khusus yang bersifat regional (Lex spesialis).

“Hukum rezim yang bersifat Lex Generalis tidak dapat mencabut dan menyatakan tidak berlaku terhadap suatu UU yang bersifat khusus (Lex Specialis), logika berfikir hukum sebagaimana yang saya sebutkan tadi pada hakikatnya juga berlaku bagi rumusan ketentuan Pasal 558 UU Pemilu yang baru,” katanya.

Hal itu, lanjut Kurniawan, berlaku sepanjang norma yang terdapat dalam UUPA masih hidup, yakni belum dicabut melalui mekanisme amandemen atau melalui Uji Materil di Mahkamah Konstitusi. Dapat disimpulkan, bahwa upaya pencabutan terhadap beberapa Pasal dalam UUPA telah melanggar mekanisme dan prinsip hukum.

“Kita ingin mendorong agar kalau lah mau dilakukan pencabutan terhadap satu atau beberapa pasal dalam UU nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh seyogyanya ditempuh melalui jalur yang konstitusional dan sesuai dengan prinsip hukum, yaitu melalui Amandemen di DPR RI atau menempuh Judicial Review di MK,” imbuhnya. Dilakukannya Uji Materil ke Mahkamah Konstitusi terhadap dua pasal dalam UUPA tersebut dengan asumsi adanya dugaan bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945.

Dalam prinsip umum dalam Hukum Tata Negara disebutkan, pencabutan suatu Undang-Undang terhadap Undang-Undang lainnya, hanya dapat diterapkan terhadap sesama jenis produk hukum, yakni berupa UU yang berlaku secara nasional (Lex Generalis) saja.

“Itu dengan menggunakan prinsip hukum Lex Posterior derogat Legi Priori, yakni norma hukum yang baru menyampingkan norma hukum yang lama, namun secara yuridis, prinsip hukum umum tersebut tidaklah dapat digunakan Lex Generalis terhadap Lex Spesialis seperti UU No. 11 Tahun 2006 yg berlaku secara khusus di Aceh maupun UU tentang Otsus Papua dan Yogya bilamana ada diatur secara khusus,” pungkas Kurniawan.

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Lokomotif Pengawal UUPA
Dua anggota DPRA dari Partai Nanggroe Aceh (PNA) Samsul Bahri Bin Amiren alias Tiyong dan Kautsar dari Partai Aceh (PA) yang didampingi kuasa hukum, Kamaruddin mengajukan judicial review ke MK. (IST)

Lokomotif Pengawal UUPA