Pemukulan Din Minimi Harusnya Diselesaikan Secara Adat

Nurdin Ismail alias Din Minimi |PIKIRAN MERDEKA / Fahrizal Salim
Nurdin Ismail alias Din Minimi |PIKIRAN MERDEKA / Fahrizal Salim

Insiden pemukulan Din Minimi oleh mantan korban sanderaannya seharusnya dapat diselesaikan secara kekeluargaan, demi menjaga perdamaian Aceh.

Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin SH ikut menanggapi kasus pemukulan Din Minimi oleh mantan sanderaannya pekan lalu. Pemerintah diminta selesaikan juga persoalan yang dialami Ridwan dan mantan korban penculikan komplotan Din Minimi lainnya.

Dia melihat, insiden pemukulan Din Minimi oleh Nawan bisa diselesaikan secara adat selagi belum turunnya status amnesti kepada Din Minimi. Kasus itu tidak seharusnya ditempuh melalui jalur hukum untuk sementara waktu, guna mengakomodir komplotan Din Minimi dan korban-korbannya yang lain.

“Ini kan semacam rehabilitasi kedua belah pihak,” ujarnya kepada Pikiran Merdeka.

Menurutnya, aksi balas dendam Nawan kepada Din Minimi adalah persoalan personal. Karena itu, kasus tersebut sangat patut diselesaikan secara kekeluargaan pula agar kasus serupa tidak diulang lagi oleh mantan korban aksi kelompok Din Minimi lainnya.

Nawan vs Din MinimiDi sisi lain, Safaruddin menilai, sikap pemerintah terlalu lama menggantungkan status Din Minimi yang belum mendapatkan amnesti itu bisa berpotensi memperkeruh suasana keamanan.

Kasus pemukulan di lapangan bola itu menurutnya bisa saja terjadi akibat kondisi tersebut. “Mantan sanderaan Din Minimi mungkin akan berpikir ‘enaknya jadi Din Minimi, dia tidak diproses secara hukum, apa yang dilakukannya seolah-olah dibenarkan oleh hukum,” terangnya.

Senada dikatakan anggota Komisi III DPR RI asal Aceh, Muslim Ayub. Dia menilai, insiden pemukulan Din Minimi oleh mantan sanderaannya hanyalah persoalan personal.

“Ini persoalan emosional. Ridwan hanya ingin uang tebusannya yang diminta Din Minimi saat dia disandera dapat segera dikembalikan,” ujar Muslim Ayub kepada Pikiran Merdeka.

Sebenarnya, menurut dia, Nawan maupun Din Minimi sama-sama ingin Aceh tetap damai. Apalagi Din Minimi sudah berbaur kembali dengan masyarakat, sementara mantan korban sanderaannya juga masih bisa bebas. Kedua pihak hanya diminta mengikuti aturan dari kepolisian.

“Kedua pihak haruslah berbesar hati. Kita inginkan perdamain di Aceh dapat terjaga, jangan sampai ada lagi kekerasan yang terjadi di Aceh kedepannya,” ujarnya.

Komisi III DPR RI bermitra kerja di antaranya dengan Polri, KejaksaanAgung, KPK, Mahkamah Agung, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Komnas HAM. Terkait pemberian amnesti kepada Din Minimi, sebut Muslim Ayub, saat ini memang masih ada pro-kontra di DPR RI.

“Pemberian amnesti ini ada yang setuju dan tidak setuju di DPR RI terutama di Komisi III. Harus kita ketahui, Din Minimi sudah punya niat baik untuk kembali ke keluarganya,” katanya.

Dia menguraikan, di lingkungan masyarakat Aceh sendiri saat ini, satu sisi pemberian amnesti kepada Din Minimi bertentangan dengan hukum. Namun di sisi lain, sudah menerima aturan yang berlaku itu.

“Dan itu menjadi pegangan Din Minimi dalam mengikuti aturan negara. Dia menyadari harus bisa menjaga damai dan akan mengembalikan uang tebusan kepada orang-orang yang diduga korban penculikannya dulu,” sebut Muslim Ayub.

Komisi III DPR RI saat ini, sebutnya, terus mendesak Kejaksaan Agung agar segera memberikan amnesti ke Din Minimi cs. “Kita berharap yang terbaik dari Kapolri dan Komisi III untuk kebaikan Aceh mendatang,” tutur Muslim Ayub.

Dia juga berharap, siapapun jadi Gubernur Aceh nantinya, tidak ada lagi intimidasi di Aceh. Perdamaian harus terjaga demi percepatan pembangunan Aceh.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait