Kuala Lumpur—Jajak pendapat yang dilakukan sebelum pemilihan umum, Minggu (5/5), di Malaysia menunjukkan koalisi Oposisi unggul tipis untuk pertama kalinya.
Pemilihan umum hari ini adalah pemilihan pertama kalinya dalam sejarah Malaysia di mana koalisi Barisan Nasional yang telah berkuasa puluhan tahun menghadapi kemungkinan kekalahan.
Perdana Menteri Najib Razak dan pemimpin Oposisi, Anwar Ibrahim, telah melakukan kampanye besar-besaran di wilayah asal mereka di mana mereka akan ikut menyumbang suara.
Koalisi Oposisi menuduh pemerintah sementara telah mencoba memanipulasi hasil akhir. Anwar Ibrahim mengatakan sebanyak 40 ribu pemilih telah diterbangkan dari negara-negara bagian di pulau Kalimantan ke wilayah semenanjung Malaysia, dan dia menuduh ini adalah usaha untuk meningkatkan dukungan bagi koalisi berkuasa di wilayah-wilayah kekuasaan mereka yang terancam direbut Oposisi.
Pemerintah sementara tersebut telah mengakui kebenaran penerbangan tersebut tapi mengatakan ini adalah bagian upaya mendorong jumlah suara
Sekjen partai UMNO, yang merupakan anggota koalisi berkuasa, Tengku Adnan Tengku Mansor mengatakan penerbangan tersebut dibiayai oleh “pendukung” Barisan Nasional.
Dia menambahkan, itu adalah sesuatu yang “biasa dilakukan” dan menampik tuduhan bahwa kantor perdana menteri terlibat dengan penerbangan itu.
Komisi Pemilu Malaysia mengatakan partai politik diperbolehkan membiayai transportasi pemilih ke daerah pemilihan mereka, tapi tidak boleh berusaha memengaruhi ke mana suara mereka akan diberikan.
Barisan Nasional telah memegang kekuasaan di Malaysia sejak kemerdekaan negara itu pada tahun 1957.
Tapi kekuasaan ini melorot di tengah-tengah kemarahan rakyat Malaysia atas korupsi, kebijakan kontroversial yang memprioritaskan golongan Melayu dan strategi otoriter.
Sebuah survey yang diterbitkan pada hari Jumat menunjukkan hasil pemilu ini terlalu sulit diprediksi pemenangnya, dengan jumlah yang hampir sama dimiliki oleh koalisi Barisan Nasional dan koalisi oposisi, Pakatan Rakyat, dan dengan banyak pemilih yang belum menentukan suara.
“Pemilu ini adalah pemilihan untuk rakyat melawan penguasa yang opresif dan korup,” kata Anwar Ibrahim di hadapan kerumunan pendukung dalam kampanye detik-detik akhir di Malaysia utara pada hari Jumat.
Keunggulan tipis
Jajak pendapat terakhir yang dilakukan oleh pusat penelitian independen, Madika Centre, menunjukkan koalisi oposisi memiliki keunggulan sangat tipis dengan dukungan sebanyak 42 persen.
Barisan Nasional memiliki dukungan 41 persen, dan sisanya belum menentukan putusan atau menolak berkomentar.
Jajak pendapat ini menunjukkan penurunan ketiga berturut-turut atas dukungan kepada Perdana Menteri berkuasa, Najib Razak, walaupun tingkat popularitasnya masih menunjukkan tingkat yang cukup tinggi, yaitu 61 persen.
Jajak pendapat Madika itu menunjukkan masih ada 46 kursi parlemen, kebanyakan di daerah pemilihan pedesaan atau perkotaan kecil, yang belum jelas posisinya.
Dalam wawancara televisi nasional, Perdana Menteri Najib Razak mendorong pemilih untuk memberikan “mandat kuat” sehingga dia bisa melakukan implementasi atas janji-janji reformasinya.
“Tentu, dengan mandat yang kuat, kami bisa melakukan yang lebih baik dalam lima tahun ke depan, ” katanya.
Tapi pemimpin oposisi dan aktivis telah memperingatkan bahwa hasil pemilu ini bisa ditentukan oleh “pencurian” yang dilakukan oleh Barisan Nasional, yang memiliki sejarah penggelapan dalam pemilu-pemilu sebelumnya.
“Pemilu paling kritis sepanjang sejarah Malaysia ini bisa jadi akan dicuri dari rakyat dengan beberapa kelicikan pada hari pemilihan umum,” tulis koalisi organisasi non-pemerintah Bersih yang telah mendorong reformasi pemilu.
Kekhawatiran kelicikan
Minggu lalu, muncul kekhawatiran atas tinta yang digunakan dalam pemilu ini. Tinta tersebut, yang seharusnya menandai jari pemilih yang sudah memilih dan sulit dihapus, ternyata bisa dicuci.
Koalisi Oposisi mendorong pertanggung jawaban yang lebih besar dan mengritik Komisi Pemilu yang mereka anggap belum ‘membersihkan’ daftar pemilih.
Tindak kekerasan yang telah terjadi juga meningkatkan ketegangan, walaupun tidak ada laporan kematian.
Dalam tindak kekerasan terakhir, sebuah bom yang meledak di sebuah gardu listrik dekat markas besar partai Anwar Ibrahim di Kuala Lumpur menyebabkan kerusakan kecil.
Anwar Ibrahim adalah calon pewaris kekuasaan dari Barisan Nasional hingga tahun 1998, ketika sebuah perebutan kekuasaan berakhir dengan pemenjaraannya selama enam tahun atas tuduhan seksual dan penipuan yang dikritik oleh banyak pihak sebagai tuduhan yang dibuat-buat.
Kini, Anwar menawarkan pemerintahan yang lebih transparan dan pengakhiran hubungan mesra antara kalangan bisnis dengan elit politik berkuasa.[abc/afp]
Belum ada komentar