Jakarta—Pemerintah, lewat Pasal 10, 11, dan 12 Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan (RPP Tembakau), ternyata membuka pintu masuk bagi impor tembakau dan rokok ke Indonesia.
Keterangan tersebut diungkapkan Koordinator Koalisi Penyelamat Kretek, Zulfan Kurniawan, dalam diskusi “Bisnis Nikotin di Balik RPP Tembakau”, di Jakarta, Kamis petang (2/8).
Menurutnya, hal itu bisa terjadi karena ketiga pasal itu mewajibkan produk tembakau harus memenuhi standarisasi kandungan kadar nikotin dan tar.
Dia menjelaskan, dalam peraturan internasional, kadar nikotin dan tar yang ditetapkan adalah 1 miligram (mg) untuk nikotin dan 10 mg untuk tar. Sementara itu, produk-produk tembakau Indonesia tidak pernah mencapai kadar nikotin 1 mg.
“Minimal, tembakau Indonesia paling rendah bisa diolah mencapai 3-4 mg. Kandungan nikotin 1 mg hanya bisa dicapai oleh tembakau yang berasal dari Amerika,” ungkapnya.
Akibat standarisasi tersebut, hampir dipastikan petani tembakau Indonesia akan menganggur dan terancam kehidupannya karena tembakau mereka tidak akan bisa diolah, hingga kadar nikotin 1 mg.
Selain mematikan petani, RPP itu juga akan menyebabkan impor tembakau dari negara lain demi memenuhi kadar nikotin dan tar yang telah ditentukan.
“Fakta itu jelas, bahwa RPP tembakau ini sebetulnya ada permainan bisnis global. Terutama bisnis nikotin tembakau asing dan perusahaan farmasi asing,” tandasnya.
Zulvan mengatakan, RPP tersebut merupakan upaya untuk melakukan diversifikasi tanaman tembakau, selain untuk rokok, yakni untuk pestisida, obat bius, produk kosmetik, dan industri farmasi. Kendati demikian, kebutuhan tembakau untuk produk selain rokok di Indonesia selama ini tidak jelas.
Dia mengatakan, produksi petani tembakau Indonesia mencapai 180 ribu ton. Sementara, kebutuhan produsen rokok Indonesia mencapai 250 ribu ton. Untuk menutup kekurangan itu, didatangkan tembakau impor.
Permasalahannya, jika tembakau dijadikan produk selain rokok, apakah pemerintah menjamin akan menyerap produksi petani Indonesia. Pasalnya, mayoritas hasil tembakau petani negeri ini, mayoritas digunakan untuk bahan baku rokok. [IS/Gatra]
Belum ada komentar