PM, Jakarta – Pemerintah berencana mengganti konsumsi gas masyarakat dari liquified petroleum gas (LPG) atau gas minyak cair menjadi Dimethyl Ether (DME). Pasalnya, subsidi elpiji selama ini ternyata salah sasaran.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengakui gelontoran dana subsidi LPG banyak tidak tepat sasaran dan dinikmati oleh masyarakat mampu. Berdasarkan data yang dikantonginya, 65 persen subsidi LPG di antaranya dinikmati masyarakat dengan tingkat kesejahteraan tinggi.
“Ketimpangan terjadi untuk subsidi LPG yang hanya dinikmati oleh 35 persen kelompok masyarakat miskin dan rentan, dan sisanya dinikmati kelompok masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi,” ungkap Ma’ruf dalam Dies Natalis V dan Lustrum I Universitas Pertamina 2020, Senin (1/2).
Kendati begitu, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin mengatakan pemerintah tetap bakal menekan harga DME lewat pemberian insentif harga khusus untuk hilirisasi batu bara.
Ia menuturkan insentif serta skema subsidi tersebut masih dibahas antara pemerintah dan badan usaha. Lantas, apa sebenarnya DME yang bakal menggantikan LPG?
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyatakan DME memiliki kesamaan karakteristik sifat kimia maupun fisika dengan LPG.
Lantaran mirip, DME dapat menggunakan infrastruktur LPG yang ada sekarang, seperti tabung, storage dan handling eksisting.
“Campuran DME sebesar 20 persen dan LPG 80 persen dapat digunakan kompor gas eksisting,” ungkap Dadan lewat rilis resmi, (23/7) lalu.
Ia melanjutkan kelebihan yang dimiliki DME ialah dapat diproduksi dari berbagai sumber energi, termasuk bahan yang dapat diperbarui. Antara lain, biomassa, limbah, serta Coal Bed Methane (CBM).
Namun, saat ini batu bara kalori rendah masih menjadi bahan baku yang paling ideal untuk pengembangan DME.
Meskipun industrinya belum ada di Indonesia, ia menyebutkan bahwa Kementerian ESDM akan mengembangkan pendukung teknis di dalam negeri, baik dari sisi produksi atau pemanfaatan.
Sebagai perbandingan dengan LPG, untuk kandungan panasnya (calorific value), DME memiliki calorific value sebesar 7.749 Kcal/Kg, sementara kandungan panas LPG senilai 12.076 Kcal/Kg.
Kendati begitu, DME memiliki massa jenis yang lebih tinggi, sehingga kalau dalam perbandingan kalori antara DME dengan LPG sekitar 1 berbanding 1,6.
Tak hanya soal harga saja, pemilihan DME untuk subtitusi sumber energi juga mempertimbangkan dampak lingkungan.
Menurut Dadan, DME lebih mudah terurai di udara, sehingga tidak merusak ozon dan meminimalisir gas rumah kaca hingga 20 persen.
“Kalau LPG per tahun menghasilkan emisi 930 kg CO2. Nah, nanti dengan DME hitungannya akan berkurang menjadi 745 kg CO2. Ini nilai-nilai yang sangat baik sejalan dengan upaya-upaya global menekan emisi gas rumah kaca,” jelas Dadan.
Di samping itu, kualitas nyala api yang dihasilkan DME lebih biru dan stabil, tidak menghasilkan partikular matter (pm) dan NOx, serta tidak mengandung sulfur.
DME merupakan senyawa eter paling sederhana mengandung oksigen dengan rumus kimia CH3OCH3 yang berwujud gas sehingga proses pembakarannya berlangsung lebih cepat dibandingkan LPG.[] sumber: CNN Indonesia
Belum ada komentar