PM, Banda Aceh- Melihat tingginya persentase dana hibah dan bantuan sosial di setiap kabupaten/kota di Aceh dari tahun ke tahun, sudah seyogyanya dibentuk suatu aturan seperti Peraturan Bupati (Perbup) atau walikota sebagai pedoman pengalokasian dan penyalurannya.
Perbup/walikota tersebut sebagai turunan dari Peraturan Menteri (Permen) Dalam Negeri No.32 Tahun 2011 yang telah di ubah dengan Permen 39 Tahun 2011 tentang pedoman pemberian belanja hibah dan bantuan sosial yang berusmber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Hal itu disampaikan Pakar Ekonomi dan Perbankan Aceh, Aliamin dalam diskusi belanja hibah dan bansos untuk Kota Banda Aceh dan Kota Lhoksumawe yang diselenggarakan Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) di kantor pusat MaTA di Banda Aceh, Kamis 7 Juni 2012.
“Dengan adanya perbub/walikota sehingga penyaluran atau pemberiannya lebih tepat sasaran dan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat atas dana hibah dan bansos ini,” kata Aliamin dalam diskusi yang dipandu moderator, Taf Haikal seorang pengamat LSM di Aceh.
Hal senada disampaikan Pengamat Anggaran Denny Purwo Sambodo. Kata dia, dalama pengelolaan dana hibah dan bansos ini disetiap kabupaten/kota di Aceh tidak sama atau berbeda-beda, begitu juga dari segi jumlahnya tahun ke tahun.
Dengan demikian, lanjut dia, perlunya rasio atau perkiraan-perkiraan, perbandingan-bandingan sesuai daerah masing-masing yang dituangkan dalam satu aturan tertentu. “Dengan rasio sehingga dana hibah dan bansos ini lebih tepat sasaran,” kata Deny.
Saran atau masukan diajukan Aliamin dan Deny terkait aturan tersebut menyusul hasil analisis pihak MaTA, dana hibah dan bansos terutama di Kota Banda Aceh dalam pengelolaannya banyak diberikan kepada gampong-gampong melalui mekanisme Penunjukkan Langsung (PL).
Pihak MaTA menilai, dengan PL-PL tersebut sehingga dikhawatirkan penyaluran dana itu lebih condong dinikmati oleh kalangan partai politik dan pihak incumbent yang ikut dalam hajatan Pemilihan Kepala Daerah semisal pasangan Walikota dan Wakil Walikota Banda Aceh di Pilkada lalu.
Penyaluran hibah dan bansos melalui PL yang di Kota Banda Aceh itu dibenarkan Ketua DPRK setempat Yudi Kurnia yang turut hadir dalam diskusi tersebut. Namun demikian, Yudi mengatakan dana tersebut tidak berpeluang dinikmati oleh partai-partai politik dan incumbent.
Yudi Kurnia mencontohkan dari dana aspirasi dewan yang juga termasuk dalam alokasi dana hibah dan bansos tersebut. “Misalnya, untuk tahun ini DPRK Banda Aceh mendapat dana aspirasi Rp300 juta per anggota dengan rincian, Rp200 juta berbentuk program dan Rp100 juta sosial,” kata Yudi.
Diakuinya, dalam penyaluran dana tersebut biasanya pihaknya lebih mengutamakan daerah pemilihan (dapil) masing-masing anggota, bukan kepada pihak yang terkait dengan partai politik dari masing-masing anggota dewan.
“Sistemnya, untuk Rp200 juta diberikan untuk bantuan berkelanjutan yang sudah dialokasikan melalui Musrembang. Sementara, yang 30 persen lagi Rp100 juta itu diberikan berbentuk sumbangan kepada lembaga-lembaga yang mengajukan melalui proposal,” katanya dicara yang turut dihadiri Koordinator MaTA, Alfian dua staf MaTA Baihaqi dan Abdullah Abdul Muthalib.[jul]
Belum ada komentar