Pembakaran Batok Kepulkan Rupiah

Arang Batok Kelapa - (Photo PM/Oviyandi Emnur)
Arang Batok Kelapa - (Photo PM/Oviyandi Emnur)

Pembakaran batok kelapa milik Adnen mengepulkan pundi-pundi rupiah. Maklum, arang yang diproduksinya dikirim ke Medan hingga Singapura.

Ribuan batok kelapa memadati sebidang tanah yang dikelilingi belasan batang kelapa. Sebagiannya, ditumpuk hingga dada orang dewasa. Persis di balik tumpukan itu, dua wanita paruh baya tak henti-henti melempar dua hingga tiga batok kelapa—yang sudah dipilah—ke sisi lain yang hanya beberapa depa dari mereka.

Tak sepatah kata keluar dari mulut mereka. Hanya suara kertak-kertuk benturan batok yang terdengar. Sesekali, mereka berhenti sejenak, meluruskan tulang belakang mereka yang pegal. Lalu, kembali melempar batok demi batok ke sisi kiri yang hanya beberapa depa dari mereka.

“Kami sibuk hari ini, kejar target agar bisa dikirim ke Medan,” ujar seorang di antara mereka yang belakangan diketahui bernama Adnen (38), Selasa (2/8/2016).

Adnen bukanlah pekerja sungguhan. Ia merupakan pemilik industri arang kering di Gampong Lam Ujong, Baitussalam Aceh Besar itu. Hari itu, ia terpaksa harus membantu anak buahnya untuk memenuhi target pesanan arang yang bakal dikirim ke Medan.

Sejak pukul delapan pagi ia sudah memerintahkan seluruh pekerjanya untuk memisahkan ratusan batok kelapa sesuai dengan ukurannya. Batok yang berukuran besar dibiarkan menumpuk di satu sisi. Batok tersebut akan dikarungkan ke dalam karung khusus untuk dijual kepada petani karet di Aceh Barat. Sedangkan yang berukuran kecil akan dipisahkan untuk selanjutnya dijadikan arang.

Proses pembuatan arang dilakukan dalam beberapa tahap. Setelah batok berukuran kecil dikumpulkan, batok diangkut ke dalam tiga buah dapur bakar berukuran besar. Bentuk dapur miliknya pun sangat unik karena didesain khusus mirip kubah mesjid setinggi lima meter. Terbuat dari batu bata, dapur tersebut dibangun bergandengan. Di tengahnya dibuat beberapa anak tangga agar para pekerja tidak kewalahan untuk mengisi penuh batok kelapa melalui lobang bulat di bagian samping atasnya.

Sementara di samping bawah dapur, dibentuk seperi pintu khusus agar mudah mengeluarkan arang yang sudah jadi. Saat proses pembakaran dilakukan, pintu tersebut ditutup dengan seng. Tidak sampai di situ, untuk memastikan tidak ada celah sama sekali, beberapa sisi seng dilapisi dengan tanah liat.  

Setelah yakin tertutup rapat, Adnen memerintahkan pekerjanya menyiapkan kayu untuk proses pembakaran. Adnen terus mengontrol proses tersebut setiap beberap jam sekali untuk memastikan kondisi api tetap bagus. Selama proses pembakaran yang memakan waktu sekira 48 jam itu, wanita itu punya trik sendiri untuk memastikan batok tersebut sudah seluruhnya menjadi arang.

“Kalau apinya sudah membiru, itu tandanya pembakaran sudah mencapai puncak kubah. Saat sudah mulai memudar, berarti arang sudah siap kita keluarkan,” kata Adnen.

Ketika arang sudah terbentuk, pekerjanya membuka celah bawah kubah untuk mengeluarkan arang tersebut dan mengangkutnya ke bawah gubuk sepanjang tiga meter yang dibangun di atas tanah rata. Di sana, arang panas tersebut disiram dengan air agar tidak hangus menjadi debu.

Adnen menuturkan, sebelum dikirim ke Medan, arang yang sudah jadi dikarungkan terlebih dahulu ke dalam goni berukuran 40 kilogram. Jika arang miliknya sudah mencapai empat ton, ia mengirimkannya dengan menggunakan truk besar. Dalam sekali pengiriman, ia mengaku mampu meraup untung hingga Rp40 juta lebih.  

“Tidak menentu juga. Kadang dihitung tiga ribu, kadang empat ribu per kilogram. Itu tergantung harga pasaran di Medan,” tuturnya.

Namun, selain dikirim ke Medan, arang miliknya juga banyak dijual ke pihak lokal yang ada di Banda Aceh dan Aceh Besar. Mulai dari penjual sate, penjual pulut hingga ikan bakar.

Ia bersama suaminya mulai mendirikan industri arang tersebut sejak 2012 lalu dengan menyewa lahan kosong seluas dua kali lapangan voli milik warga setempat. Dari hasil usahanya itu, ia mengatakan sudah mampu membantu urusan rumah tangganya. Bahkan, ia sudah membelikan satu mobil pick-up yang digunakan untuk mengepul batok. Terkadang, juga dipakai untuk mengantarkan arang dalam jumlah banyak.

Pun demikian, usahanya itu tidak selalu mulus. Selama menjalani usahanya, ia sempat beberapa kali diakali oleh sopir yag mengangkut arang mlikinya. “Kadang ada yang diturunkan di tengah jalan. Sehingga sampai di Medan arang saya sudah berkurang,” ujarnya lirih.

Selain itu, di awal berdiri ia juga kerap ditipu oleh pekerjanya dengan mengurangi jumlah arang dari dalam karung yang hendak dikirim ke Medan. Namun, berangkat dari berbagai pengalaman getirnya itu, kini ia hanya mempekerjakan lima orang kepercayaannya saja. Dua dari tiga anak buahnya ditugaskan mengangkut tumpukan batok ukuran kecil untuk dibakar di dalam dapur bakar. Dua orang lagi ditugaskan mengepul batok dari berbagai tempat di wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar.

Meski tidak diproduksi dengan alat canggih, arang miliknya sudah dikirim ke berbagai kota, selain Medan. Bahkan, akunya, arang miliknya sudah merambah Singapura.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait