Menggunakan anggaran desa, sejumlah keuchiek di Pidie jalan-jalan ke Pulau Jawa. Tak jelas aganda mereka di sana.
Belum lama ini, sebanyak 20 orang pimpinan gampong di Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie, berangkat ke Yogyakarta. Kegiatan ini semula untuk menjalankan studi banding. Namun, belakangan kepergian itu terasa janggal bagi warga.
Pasalnya, dana kegiatan itu tidak tercatat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Gampong (APBG) masing-masing desa. Para keuchiek sempat kelimpungan ketika warga mempertanyakan dari mana dana untuk studi banding tersebut.
M Yusuf (50), mantan Keuchiek Gampong Tuha, Kecamatan Batee, kepada Pikiran Merdeka membeberkan kepergian 20 pimpinan gampong ke luar Aceh. Alasan studi banding itu dinilainya sangat berlebihan. Sebab, dalam buku dokumen APBG sama sekali tidak tercatat dana untuk menggelar studi banding.
“Jika itu dilakukan berarti sudah melanggar aturan. Apalagi Pemkab Pidie jauh-jauh hari sudah menyarankan agar tidak melakukan hal-hal yang aneh dan merugikan masyarakat dengan dana gampong, seperti membuat pelatihan atau studi banding di luar Aceh. Saya sendiri selaku mantan keuchik kaget mendengar berita ini,” kata Yusuf, pekan lalu.
Adapun 20 orang keuchik yang ikut dalam kegiatan itu, antara lain Keuchiek Gampong Geunteng Barat, Glumpang Lhee, Pulo Tukok, Pulo Bungong, Deyah Baroh, Deyah Tuha, Calong Cut, Mesjid, Dayah, Aron, Tuha, Teupin Jeu, Alue Lada, Mee, Pulo Pandee, Rungkom, Kareung, Kulee, Kulam, dan Keuchiek Pasi Beurandeeh.
Sedangkan gampong lainnya, seperti gampong Bintang Hu, Geunteng Timu, Meucat, Teupin Raya, Seulatan, Neuheun, Crum dan Gampong Awe diketahui tidak ikut kegiatan ini. Dalam kesempatan berbeda, sejumlah keuchiek mengatakan bahwa dana kepergian mereka akan direvisi pada APBG Perubahan.
“Tapi anehnya, jadwal perubahan sudah berlalu bagaimana mereka mengakali untuk dana tersebut. Jika dipaksakan untuk mengambil dana gampong, ini akan menjadi temuan nantinya,” tegas M Yusuf.
Terkait persoalan itu, Ketua LSM Jaringan Aspirasi Rakyat Aceh (JARA) Pidie Iskandar Arrahman mengungkapkan, kegiatan bepergian para keuchiek di Batee tentu saja sangat melukai hati masyarakat.
“Jika ingin melancong janganlah mempergunakan dana gampong, sebab dana gampong selama ini saja belum menyejahterakan masyarakat meski program itu sudah dilaksanakan beberapa tahun. Sangat menyakitkan jika dana itu sengaja digunakan untuk berfoya-foya, dengan dalih studi banding. Ini jelas melanggar aturan, perlu ditindak tegas agar kejadian seperti itu tidak terulang lagi,” pinta Iskandar.
Ia menambahkan, pelesiran sebagian keuchiek di Kecamatan Batee ini diduga untuk menghabiskan sisa anggaran tahun 2017 dengan dalih Bimbingan Teknologi (Bimtek) ke luar daerah. Padahal, menurutnya, sisa dana gampong setiap tahun masih bisa dipergunakan untuk pemberdayaan masyarakat. “Sejak dana gampong dikucurkan, belum ada dampak yang dirasakan oleh masyarakat,” lanjut Iskandar.
Karena itu, ia mendesak pemerintah untuk mengawasi kegiatan tersebut. Menurut Iskandar, masalah seperti ini sudah pernah muncul pada tahun 2016 lalu. Kala itu, para keuchiek memanfaatkan dana gampong untuk pergi ke Lampung. Alasannya juga untuk mengikuti pelatihan.
“Terutama kepada pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Pidie, jika ini menyalahi aturan maka tolong segera panggil keuchik yang melakukan studi banding ke luar daerah, jangan sampai kejadian tahun-yang lalu terulang lagi,” ungkapnya.
Sementara itu Camat Batee, Syarbaini kepada Pikiran Merdeka mengaku bahwa kepergian keuchiek ke luar daerah memang bukan arahan dari pihaknya. Namun, sejauh yang ia ketahui, kepergian para keuchiek tersebut dalam rangka Bimtek yang diperuntukkan bagi keuchik dan bendahara gampong.
“Namun mengenai dari mana dana yang digunakan, saya tidak tahu. Bisa saja menggunakan dana revisi APBG tahun 2017 atau dengan dana pribadi masing-masing. Yang jelas, saya tidak tahu persis berapa anggaran yang digunakan untuk mereka ikut bimtek,” ujar Syarbaini.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) Kabupaten Pidie, Jufrizal kepada Pikiran Merdeka juga mengaku tidak mengetahui kegiatan pelesiran para keuchiek. Jika untuk kegiatan pelatihan, ia menyarankan setiap kegiatan pelatihan lebih baik dilaksanakan di daerah masing-masing. Alasannya, agar dana gampong bisa mengalir di daerah sendiri.
“Di setiap pertemuan dengan keuchik kami kerap mengimbau agar mereka tidak mengikuti pelatihan di luar provinsi Aceh. Kita sudah sarankan kepada semua keuchik agar berhati-hati saat menggunakan dana gampong, sebab itu akan dipertanggung jawabkan ke masyarakat,” jelas Jufrizal pekan lalu.
Pihak DPMG hanya bisa memberi saran untuk 730 keuchik yang ada di Kabupaten Pidie. “Selebihnya mereka sendiri yang mengatur bagaimana mekanisme penggunaan dana gampong.”
Salah seorang keuchiek yang ikut serta berangkat ke luar daerah, Dahlan kepada Pikiran Merdeka meyakinkan bahwa pihaknya berangkat ke luar daerah bukan untuk mengikuti Bimtek.
“Di sana kami diberi bimbingan teknis mengenai tatacara mengelola dana gampong yang sudah diberikan pemerintah. Sebab, selama ini kami belum pernah mengikuti pelatihan apapun pengelolaan dana gampong,” jelas keuchik gampong Aron ini.
Terkait jumlah anggaran yang dihabiskan untuk pelatihan ini, Dahlan mengaku tidak tahu persis. Ia menyebut sekitar Rp25 juta untuk setiap gampong.
“Yang dikirim ke sana itu dua orang. Untuk lebih jelas silahkan konfirmasi ke ketua Forum Keuchiek Kecamatan Batee, saya tidak berhak mengatakan, karena ada beliau,” tegas Dahlan.
Hingga kini, informasi tentang kegiatan itu dan besaran dana yang dihabiskan masih simpang-siur. Sebagian besar pihak yang ikut serta pergi ke luar daerah ini tampak enggan memberi keterangan.
Ketua Forum Keuchik Kecamatan Batee, TM Nasir menolak memberi keterangan kepada Pikiran Merdeka. Saat ditanyai berapa anggaran yang digunakan setiap gampong untuk lawatan ke luar daerah, ia mendadak langsung menutup telepon genggamnya.
Secara terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Pidie, Efendi mengatakan, jika benar kegiatan Bimtek di luar daerah ini pun sebenarnya tak terlalu banyak memberi manfaat. “Padahal bisa dilakukan di dalam daerah saja, kalau ke luar kan banyak sekali menghabiskan dana. Ini harus dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat, tidak langsung diambil keputusan oleh keuchiek,” tegasnya.
Ia kembali mengingatkan, dana gampong harus digunakan dengan tepat sasaran. Keuchiek perlu mengadakan musyawarah dengan warga dalam mengambil setiap keputusan.
“Apalagi mengikuti pelatihan di luar daerah dan itu sangat merugikan daerah sendiri. Saya sarankan keuchiek jangan egois dalam penggunaan dana gampong, jangan seenaknya saja” tegas Kajari Pidie.[]
Belum ada komentar