Usai lawatan ke Jepang, Komisi II DPRA siap bertolak ke Thailand. Tak ingin ketinggalan, Komisi III telah menyelesaikan urusan perizinan untuk lawatannya ke Australia. Kedua komisi akan berangkat dalam bulan ini.
Selama Agustus sepertinya akan menjadi hari-hari yang sibuk bagi beberapa komisi di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Pasalnya, terungkap beberapa rencana agenda kunjungan kerja mereka ke luar negeri yang perizinannya telah dirampungkan.
Informasi terakhir yang diterima Pikiran Merdeka, Komisi II DPRA yang membidangi perekonomian, sumber daya alam, dan lingkungan hidup tengah bersiap-siap melakukan kunjungan kerja ke Thailand. Jatah lawatan tahunan yang bakal diambil seluruh anggota komisi tersebut berkaitan dengan studi banding pengelolaan sektor pertanian.
Wakil Ketua Komisi II DPRA Ramadhana Lubis mengkonfirmasi hal tersebut pada Pikiran Merdeka, Kamis (3/8) pekan lalu. Kunjungannya ke negara yang dikenal sebagai lumbung padi Asia Tenggara itu bakal terlaksana, tepatnya pada 20 Agustus mendatang.
Sebelumnya, politisi Partai Nasdem ini mengaku belum pernah melakukan lawatan ke luar negeri. Partai yang didirikan Surya Paloh ini sejak awal memberikan intruksi khusus kepada seluruh kadernya di kursi parlemen, agar tidak mengambil jatah kunjungan kerja tersebut. Alasannya, karena kunjungan yang dilakukan memakai anggaran negara.
Ancaman dari pimpinan Partai Nasdem bagi anggota yang tetap memutuskan melakukan Kunker juga tidak main-main, mereka akan dicopot dari posisinya sebagai kader partai dan akan diterapkan PAW (Pergantian Antar Waktu).
“Segera dan saya telah perintahkan fraksi untuk larang dan ikut dalam kunker ke luar negeri sepanjang APBN kita defisit,” tegas Surya Paloh pada satu kesempatan di kantor DPP Nasdem, Jakarta, seperti dikutip dari liputan6.com.
Berbeda dengan intruksi partai, Wakil Ketua DPRA dari partai Nasdem, Teuku Irwan Johan juga pernah menyebut keengganannya melakukan Kunker. Namun, penolakannya lebih didasarkan pada komitmen pribadi.
“Sebelum pak Surya Paloh mengeluarkan pernyataan tersebut dan sebelum Ketua DPW Nasdem Aceh mengeluarkan larangan tersebut, saya memang sudah sejak dinyatakan terpilih oleh KIP telah membuat pakta perjanjian tidak melakukan kunker,” kata Irwan Djohan kepada awak media di komplek kantor DPRA, pada akhir Juli 2016.
Belum diketahui seberapa lama komitmen itu dipegang teguh oleh seluruh kader Partai Nasdem. Namun, untuk tahun ini, Ramadhana Lubis berencana akan ke luar negeri bersama anggota komisinya. “Di tahun pertama, memang aturan partai sangat ketat. Tapi untuk tahun ke dua sekarang, para kader mulai diperbolehkan, asal selektif,” ujar Ramadhana.
Ia menyebutkan, ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan setiap anggota dewan yang berasal dari partainya. Agenda Kunker diperbolehkan dengan menakar urgensi, korelasi dengan tugas dan fungsi komisi, lalu signifikansi dari kunker tersebut.
“Semua hal dilihat dari seberapa besar korelasi dengan tugas komisi yang kami emban. Selama ini sudah dua tahun saya tidak ikut kunker ke luar negeri. Tapi selama itu punya urgensitas yang tinggi, dan berkaitan dengan pekerjaan kami di komisi, tidak ada salahnya untuk diambil kan,” ucapnya.
Sebelumnya, Ramadhana dan beberapa rekan Komisi II DPRA sempat menyambangi Jawa Timur. Di sana, mereka bertemu Dinas Pertanian membahas soal tanaman pangan dan hortikultura. Selain itu, ia mengaku sangat tertarik dengan Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Petani dan Nelayan yang berlaku di Jatim.
Perda tersebut merupakan hasil kerja Komisi B DPRD Jawa Timur yang disahkan pada tahun 2016 lalu. Isi peraturan ini berkaitan dengan segala upaya bantuan terhadap petani dalam menyelesaikan seumlah persoalan, seperti memperoleh prasarana dan sarana pruduksi, kepastian usaha, resiko harga, kegagalan panen, praktek ekonomi biaya tinggi dan perubahan iklim.
“Saya ingin mendorong agar Aceh juga harus menyusun qanun semacam ini,” tukasnya. Untuk sektor pertanian, pemerintah pusat telah memfokuskan pengembangan tiga jenis hasil pertanian, yakni padi, palawija, dan kedelai.
“Kini mereka tengah menggenjot produksi jagung itu sekitar 10 juta hektar dan kedelai sekitar 5 juta hektar secara nasional. Nah sekarang yang perlu kita pikirkan, bagaimana Aceh akan mengejar target nasional itu. Kita tengah berpacu, di samping berbagai isu penting seperti kedaulatan pangan, energi dan air, Ini sudah waktunya kita perlu mandiri, tidak ada cerita lain,” kata Ramadhana.
Pentingnya mengembangkan hasil pertanian daerah memacu keinginannya untuk ikut belajar ke negara yang selama ini berhasil di bidang itu, dan kesempatan berkunjung ke Thailand pun tidak ingin ia sia-siakan.
Lain lagi dengan Komisi III DPRA. Komisi yang telah mengantungi rekomendasi dari Kemendagri untuk merealisasikan lawatannya ke Australia akan berangkat di bulan Agustus nanti. Wakil Ketua Komisi III DPRA Murdani Yusuf saat dijumpai Pikiran Merdeka di ruang kerjanya menuturkan, proses perizinan untuk kunjungan kerja ke negeri kangguru itu sudah rampung.
“Termasuk di Kemendagri, sudah selesai, tinggal menunggu visa di Kedubes Australia. Dari 10 orang Komisi III, kabarnya ada satu orang yang tidak berangkat, cuma saya belum bisa pastikan. Tadi dapat informasi dari staf begitu,” imbuhnya.
Kunker Komisi III ke Australia, sebut Murdani, bertujuan mengunjungi investor yang akan masuk ke Aceh dalam waktu dekat. Investasi yang dimaksud terkait bidang infrastruktur dan peternakan. Hal itu sesuai dengan Tupoksi Komisi III yang membidangi keuangan dan investasi.
“Kita menyahuti visi misi pak gubernur, beliau ingin investor yang akan datang nanti ke Aceh diberikan kemudahan. Investor ini tidak mungkin datang dengan sendirinya, namun harus ada pendekatan dan lobi-lobi,” kata Murdani.
Kunjungan kerja ke luar negeri, lanjut Murdani, merupakan kegiatan rutin tahunan yang telah diagendakan sejak awal. Biasanya agenda itu dalam rangka sharing antar parlemen. Selain itu, Kunker juga bertujuan untuk menarik minat investor. Di sana para anggota dewan menyaring kesepakatan sebagai bahan diskusi dengan pihak eksekutif. Alasannya, kerjasama pemerintah daerah dengan pihak luar negeri itu butuh persetujuan dari parlemen.
Murdani juga menjelaskan, dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh telah ditetapkan bahwa kerjasama Pemerintah Aceh dengan pihak luar negeri harus melalui persetujuan DPRA. “Sudah biasa kalau kerjasama yang digagas pemerintah itu kan diajukan persetujuan ke DPR. Akan dibahas itu tujuannya apa, DPRA perlu kejelasan untuk dapat memberi persetujuan kepada pemerintah, apakah itu dengan negara, lembaga, perseorangan, atau perusahaan. Itu semua kan membutuhkan pembahasan,” imbuh Murdani.
Belum diperoleh informasi lengkap siapa saja yang akan melakukan Kunker tahun ini, termasuk besaran anggaran yang akan dihabiskan untuk agenda tersebut. Sekretaris Dewan, A Hamid Zein saat dikonfimasi melalui pesan singkat, meminta Pikiran Merdeka untuk langsung menjumpai Humas DPRA. Namun, Hamid Zein terkesan menghindar dan menolak untuk ditemui.
“Minta Humas untuk fasilitasi berjumpa dengan ketua-ketua komisi untuk menanyakan hal tersebut,” balasnya singkat. Saat hendak ditemui, Humas DPRA Mawardi Adami juga tidak ada di ruangannya. Begitupun nomor ponsel Mawardi, nadanya sibuk saat dihubungi.[]
Belum ada komentar