PM, TAPAKTUAN—Para perajin pelaminan bersulam benang emas khas Aceh Selatan sulit mengembangkan usahanya. Selain keterbatasan modal usaha, mereka juga kesulitan memasarkan produk kerajinan bernilai seni tinggi itu.
Kondisi tersebut dialami hampir semua kelompok usaha pelamanan sulam di daerah itu. Salah satunya Koperasi Industri Kerajinan (Kopinkra) Indah Usaha yang berlokasi di Desa Air Sialang Hilir, Kecamatan Samadua, Aceh Selatan.
Kelompok usaha yang dikelola oleh tujuh ibu ramah tangga tersebut khusus memproduksi kebutuhan pelaminan adat khas Aceh Selatan. Sudah belasan tahun menggeluti usaha kerajinan rumah tangga tersebut, namun sampai saat ini belum ada upaya Pemkab Aceh Selatan dan Pemerintah Aceh memberikan modal untuk pengembangan usaha itu.
“Untuk membuat satu set pelaminan khas Aceh Selatan, kami membutuhkan modal mencapai Rp60 juta lebih. Dengan besarnya modal yang dibutuhkan, secara otomatis produksi yang mampu kami hasilkan sangat terbatas. Jika stok pelaminan antara satu atau dua saja belum laku terjual, maka usaha langsung terhenti karena keterbatasan modal,” kata Maisuri, anggota Indah Usaha, saat disambangi wartawan, Kamis (14/1).
Selain persoalan keterbatasan modal, kata dia, pihaknya juga terbatas wilayah pemasaran produk yang dihasilkan. Sebab, selama ini produksi yang mereka hasilkan hanya mampu terjual di tingkat Kecamatan Samadua dan paling jauh baru di seputaran Tapaktuan.
Menurutnya, terbatasnya upaya pemasaran hasil kerajinan pelaminan adat khas Aceh Selatan itu, disebabkan minimnya upaya promosi yang seharusnya menjadi tanggungjawab Pemkab Aceh Selatan melalui dinas terkait. Padahal, kalau dibantu pemasaran hasil kerajinan khas Aceh Selatan ke pihak luar tentu akan mampu mengangkat nama besar daerah yang sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakatnya.
Karena itu, mereka mengharapkan Pemkab Aceh Selatan dan Pemerintah Aceh melalui dinas terkait, segera mengucurkan bantuan modal untuk pengembangan usaha tersebut. “Usaha ini kami geluti, semata-mata untuk menambah pendapatan keluarga. Dengan keterbatasan penghasilan suami, kami dapat menutupinya agar anak-anak dapat bersekolah dan kuliah dengan lancar,” ungkapnya.
Mereka juga mendorong Pemkab Aceh Selatan untuk meningkatkan upaya promosi produk kerajinan tangan rumah tangga yang dihasilkan masyarakat setempat. Dengan demikian, upaya pemasaran produk dapat diperluas lagi dengan tidak hanya terfokus dalam daerah namun bisa tembus ke luar daerah bahkan mancanegara.
“Sebenarnya pelaminan adat khas Aceh Selatan ini cukup banyak diminati oleh konsumen luar daerah, sebab memiliki cirikhas tersendiri yang jauh berbeda dengan produk lainnya. Namun karena keterbatasan modal, hasil produksinya terbatas sehingga pemasaran hanya berkutat dalam daerah,” paparnya.
Maisuri menjelaskan, untuk pembuatan satu set pelaminan adat khas Aceh Selatan, biasanya membutuhkan waktu selama 8 bulan. “Pelaminan yang khusus untuk acara perkawinan adat Aceh ini banyak item yang harus dibuat, seperti beberapa lembar ambak lidah, tirai, meracu, dalangsi, bantal susun lengkap dengan kipas, bantal gadang, payung, seprai, tilam dan lengkap dengan langit-langit,” jelasnya.
Dalam pembuatan setiap item rangkaian dari pelaminan adat khas Aceh Selatan tersebut, papar Maisuri, membutuhkan waktu selama berbulan-bulan. Seperti untuk pembuatan ambak lidah, motif khas Aceh Selatan yang menghiasi produk tersebut, terlebih dulu digambar oleh ahli yang membidangi motif tersebut. Setelah selesai digambar, baru disulam dengan menggunakan benang emas serta berbagai jenis benang lainnya.
Menurut dia, bahan benang emas yang digunakan harus dipesan dari luar negeri (Singapur dan India). Pengrajin yang dipekerjakan di tempat usaha mereka hanya sebanyak 36 orang, itupun mayoritas dari kalangan pelajar dan mahasiswa. “Makanya proses pembuatannya membutuhkan waktu lama,” katanya.[]
Belum ada komentar