Pegiat LSM, Jaksa Harus Buka kepada Publik

Alfan, Kordinator MaTA, Masyarakat Transparansi Anggaran
Alfan, Kordinator MaTA, Masyarakat Transparansi Anggaran

Dugaan korupsi dalam pembangunan Masjid Agung Bireuen juga disoroti sejumlah pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Masyarakat Transparansi Anggaran (MaTA) meminta kejaksaan segera menjelaskan kepada publik.

Jangan sampai Kejati ‘bermain’ dalam kasus ini. Kita sudah tahu bagaimana parahnya kinerja instansi kejaksaan saat ini,” kata Koordinator MaTA Alfian, Sabtu lalu.

Menurut dia, kepercayaan masyarakat kepada kejaksaan di Aceh saat ini sangat rendah. Jika kejaksaan tidak transparan dalam kasus ini, semakin menunjukkan bobroknya lembaga tersebut.

Alfian menuturkan, selama dua bulan tim yang diturunkan Kejati mengusut kasus tersebut sudah seharusnya dapat memberi jawaban kepada publik apakah ada indikasi korupsi atau tidak. “Kejati tidak perlu melindungi kejahatan kemanusiaan, apalagi dalam konteks penggunaan dana masjid,” tegas Alfian.

Proses pengusutan oleh Kejati juga diharapkan tidak hanya berhenti pada pantia pembangunan. Namun, penyidik juga harus berani memeriksa pemberi dana hibah. “Motivasi pemerintah itu apa? Ini penting, untuk melihat mengapa dana hibah secara berturut-turut diberikan bupati kepada lembaga yang sama,” sambung Alfian.

Ia menjelaskan, sesuai dengan Permendagri nomor 39 tahun 2012 tentang perubahan Permendagri Nomor 32 tahun 2011 tentang dana hibah dan Bansos, dalam pasal 4 disebutkan, bantuan dana hibah tak boleh diberikan terus menerus setiap tahunnya.

Sementara dalam kasus ini, setelah mengucurkan dana hibah Rp9 miliar pada 2015 lalu, tahun ini Pemkab Bireuen kembali memplot dana hibah dalam bentuk barang kepada panitia masjid senilai Rp1,9 miliar. “Dana hibah tidak boleh berturut-turut kepada lembaga yang sama. Hanya sekali diberikan, tak boleh dua kali. Itu aturannya sangat jelas,” tegas Alfian.

Terkait proses pembelian marmer, Alfian mensinyalir adanya mark-up harga barang. Konon lagi, pembelian tersebut dilakukan sebelum dana hibah dikucurkan pemerintah. “Pasti ada mark-up, apalagi duluan dibeli baru kemudian dibayar kepada pengusaha setelah turunnya dana hibah.”

Ia menekankan, jangan karena dalih ingin membantu rumah ibadah, maka kontrol dan proteksi terhadap penggunaan anggaran tak hiraukan. “Kita juga sudah menemukan beberapa masjid itu korup. Karena selama ini dibangun ‘sentimen’ bahwa dalam permasalahan rumah ibadah seakan-akan publik tidak perlu meragukan akan adanya penyelewengan,” sebutnya.

Hal yang harus dipahami, kata Alfian, kecurigaan masyarakat selama ini bukan menunjukkan ketidaksetujuan akan pembangunan masjid tersebut. Tapi hal itu harus dilihat dari kewajiban semua pihak untuk mengawasai penggunaan dana umat seperti dalam kasus pembangunan masjid di Bireuen.

“Kalau terjadi kejahatan dalam pembangunan masjid, Kejati harus berani menindaknya,” pungkas Alfian.

Senada disampaikan Ketua NGO HAM Aceh Zulfikar Muhammad. Dia mengharapkan pihak Kejati Aceh harus membuka secara terang benderang ke publik terkait dengan pemanggilan panitia pembangunan Masjid Agung Bireuen. Menurutnya, jaksa harus memaparkan hasil pemeriksaan para saksi.

Menurut Zulfikar, dugaan adanya korupsi dalam kasus itu sudah meresahkan masyarakat. “Pihak Kejati Aceh jangan menutup-nutupi masalah ini, apabila sudah menguatkan adanya indikasi korupsi harus segera ditetapkan siapa tersangkanya,” pinta Zulfikar.

Ia meminta penegak hukum harus menelusuri dan mengusut tuntas terhadap dugaan adanya aliran dana hibah tersebut untuk oknum DPRK Bireuen yang berdalih dana aspirasi.

Zulfikar mendesak Kejati segera memeriksa Bupati Bireuen selaku orang yang bertanggungjawab dalam pemberian hibah tersebut. Menurut dia, Bupati Ruslan harus diminta keterangannya oleh penyidik karena namanya diduga ikut terlibat dalam pengadaan marmer masjid. “Para anggota DPRK yang diduga menerima fee juga harus ikut diusut beserta pihak-pihak lainnya yang terlibat,” tandasnya.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

dampak gempa aceh
Sepnajang 70 Meter tenbok penjara kelas II A, Lambaro rubuh akibat gempa 8.5 SR yang mengguncang Aceh, Rabu kemarin. Penjara tersebut menampung 400 lebih Narapidana.(Andi Ibnu GP)

Hitung Kerugian Gempa, Pidie Tanggap Darurat