Pasca OTT KPK, MaTA Juga Ingatkan Pemkab Aceh Tenggara

Pasca OTT KPK, MaTA Juga Ingatkan Pemkab Aceh Tenggara
Koordinator MaTA, Alfian. (Ist)

PM, Kutacane – Usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap sejumlah pejabat tinggi di Aceh Selasa (3/7) lalu, lembaga Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mengingatkan para pejabat di seluruh Aceh, khususnya di kabupaten Aceh Tenggara agar tertib dalam mengelola anggaran.

“Operasi senyap oleh lembaga anti rasuah itu hendaknya menjadi warning atau peringatan keras bagi seluruh pejabat dan para kepala daerah di Aceh,” kata koordinator MaTA, Alfian kemarin, Rabu (4/7).

Ia mengungkapkan,  di Aceh Tenggara pernah seorang mantan Bupati ditangkap KPK. Penangkapan itu terkait kasus korupsi APBD Aceh Tenggara tahun 2004-2006.

“Selain itu ada beberapa kepala satuan kerja perangkat kabupaten (SKPK) di Agara ditahan di Banda Aceh selama beberapa tahun ini, terkait sejumlah kasus dugaan korupsi,” ungkap Alfian.

Bahkan, ia juga mengungkit di tahun 2017 lalu tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Aceh Tenggara juga melakukan OTT terhadap sejumlah aparatur di Dinas Kesehatan.

“Jadi kita minta Pemerintah Aceh dan jajaran, khususnya Pemkab Aceh Tenggara untuk tertib dalam pengelolaan anggaran. Kebijakan juga harus sesuai dengan aturan serta ketentuan yang berlaku, jika tak ingin berurusan dengan aparat hukum,” tegas Alfian.

Dukung Langkah KPK

Operasi senyap yang dilakukan KPK di Aceh beberapa waktu lalu, ujar Alfian, merupakan akumulasi dari masifnya tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini di provinsi Aceh, yang memiliki dana otonomi khusus (Otsus).

Dalam upaya pemberantasan korupsi, MaTA sangat mendukung penuh langkah KPK untuk terus melakukan penindakan di Aceh, baik yang sedang berlangsung maupun dalam proses yang akan datang.

“Perlu diketahui MaTA sudah sangat lama meminta KPK untuk segera turun ke Aceh menindak sejumlah dugaan kasus korupsi. Kondisi di Aceh bukan lagi levelnya pencegahan, tetapi sudah harus dilakukan penindakan tegas oleh KPK secara berkelanjutan terhadap penyelewengan anggaran negara,” pungkas Alfian.

Sebelumnya, pasca operasi tangkap tangan ke sejumlah pejabat tinggi di Aceh, KPK akhirnya menetapkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, ajudan pribadinya Hendri Yuzal, dan Saiful Bahri sebagai penyelenggara negara dan penerima suap. Mereka dijerat dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-Undang 31/1999 yang diubah dengan UU 20/2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan Bupati Bener Meriah, Ahmadi sebagai pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut KPK, seharusnya dana otonomi khusus Aceh 2018 dipergunakan untuk kepentingan masyarakat Aceh. Namun, Irwandi malah meminta uang panjar (ijon) terkait proyek-proyek pembangunan infrastruktur bersumber dari dana otonomi khusus itu. []

Reporter: Jufri

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

HUT Ke-44, Sejumlah Tokoh Pendiri Aceh Tenggara Terima Penghargaan
Foto: Sejumlah tokoh pendiri Agara saat berswafoto dengan Bupati Raidin, anggota DPR-RI Salim Fakhri, Wabup Gayo Lues Said Sani, Ketua DPRK Gayo Lues Ali Husin serta sejumlah pejabat forkompimda usai upacara HUT ke-44 di Kutacane. (Ist)

HUT Ke-44, Sejumlah Tokoh Pendiri Aceh Tenggara Terima Penghargaan