Partai Aceh, Antara Target dan Keretakan Internal

Partai Aceh, Antara Target dan Keretakan Internal
Partai Aceh, Antara Target dan Keretakan Internal

Target Partai Aceh sapu bersih kursi parlemen dinilai mustahil terwujud. Banyak PAW bermasalah menunjukkan keretakan di internal PA menjelang Pileg 2019.

Partai Aceh sudah resmi mendaftar sebagai peserta Pemilu 2019 di Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh. Pendaftaran dilakukan langsung oleh Ketua Umum Dewan Pipmpinan Partai (DPP) PA Muzakkir Manaf. Pria yang akrab disapa Mualem ini, malam pendaftaran itu didampingi sejumlah pengurus dan kader PA.

Sebenarnya, Partai Aceh secara otomatis telah menjadi peserta Pemilu di Aceh, karena pada Pemilu 2014 telah mencapai ambang batas lima persen suara. Namun, secara administratif, PA tetap perlu mendaftar.

Dalam konferensi pers dengan wartawan di sekretariat KIP Aceh, Mualem mengatakan Partai Aceh menargetkan seluruh jumlah kursi di parlemen. “Sampai saat ini, ada 18 kabupaten/kota. Kami targetkan seluruh kursi di Pemilu 2019 nanti,” kata mantan Wakil Gubernur Aceh ini, Senin, 16 Oktober 2017.

Kala itu, Mualem enggan menyebutkan strategi yang akan ditempuh PA untuk menang di Pemilu mendatang. “Yang jelas, di seluruh wilayah kami akan berupaya maksimal,” tambahnya.

Namun, target yang diusung PA menyapu bersih kursi parlemen di Aceh dinilai tak mungkin terlaksana. Hal ini disebabkan partai yang berisikan mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini dianggap tak serius membenahi partai seusai kalah di Pilkada 2017.

Geliat pembenahan partai menyongsong Pileg 2019 tidak terlihat di tubuh Partai Aceh (PA), baik di tingkat provinsi maupun di kabupaten/kota. Di saat partai lain sedang gencar mencari simpati dari masyarakat, partai yang dikomandoi oleh Mualem ini, malah gaduh dengan urusan Pergantian Antar waktu (PAW) terhadap sejumlah anggota DPRA dan DPRK di beberapa kabupaten/kota.

Ada yang menerima proses PAW yang dilakukan oleh Partai Aceh. Namun, tidak sedikit dari anggota dewan yang “melawan” karena PAW itu. Bahkan, sepanjang 2017 ini sebagian dari mereka melakukan gugatan terhadap Partai Aceh ke pengadilan.

Proses PAW anggota dewan dari PA yang mendapat perlawanan terbaru adalah di Kabupaten Pidie. DPW PA setempat melakukan pergantian antar waktu terhadap empat kadernya di DPRK Pidie.

Aryos Nivada

Pengamat politik dari Jaringan Survei Inisiatif (JSI) Aryos Nivada beberapa waktu lalu kepada Pikiran Merdeka mengatakan, pengajuan PAW yang dilakukan DPA PA terhadap kadernya di parlemen tidak memiliki dasar kuat. “Usulan PAW ini terkesan terlalu dipaksakan oleh pimpinan Partai Aceh,” katanya.

Bahkan, Aryos menduga ada indikasi jika PAW ini adalah ambisi calon pengganti untuk duduk menjadi anggota dewan di Parlemen Aceh. “Tidak tertutup kemungkinan, calon pengganti telah membangun komunikasi atau perjanjian dengan internal partai terkait hal itu (PAW),” ungkap Aryos.

Aryos menambahkan, masalah yang saat ini terjadi di tubuh Partai Aceh harus segera diselesaikan dan perlu mendapat perhatian serius dari pucuk pimpinan partai. Terlebih, saat ini banyak kader Partai Aceh hijrah ke partai lokal lain seperti PNA. Belum lagi konflik internal partai yang membuat tokoh-tokoh di Partai Aceh menjadi pecah dan bergabung dengan partai politik lain.

“Ini harus jadi perhatian serius pimpinan partai. Apa lagi saat ini PA bukan lagi partai penguasa di Aceh dan banyak kader hijrah ke partai lain. Jika tidak, ini akan berpengaruh pada Pemilu yang akan datang,” pungkasnya.

Effendi Hasan

Senada disampaikan pengamat politik Effendi Hasan. Menurutnya, proses PAW yang belakangan dilakukan oleh PA di pusat dan di kabupaten/kota, akan berpengaruh pada konsolidasi partai. Terlebih, PAW dilakukan menjelang pelaksanaan Pileg. “Ini sudah pasti berpengaruh pada elektabilitas dan kepercayaan masyarakat kepada PA. Apalagi PAW dilakukan di tahun politik,” ujarnya, Sabtu (28/10).

Seharusnya, menurut Efendi, Partai Aceh lebih meningkatkan solidaritas kader dan pengurus di setiap daerah menjelang Pileg, bukan malah melakukan kegaduhan seperti masalah PAW.

“PAW hak internal partai. Tapi ketua partai juga tidak boleh mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompok tertentu dalam mengambil keputusan. Pileg 2019 membutuhkan energi besar. Jika PA tidak segera melakukan perubahan di tubuh partai, maka kepercayaan masyarakat akan hilang,” terang dosen ilmu politik dari Unsyiah ini.

DERETAN PAW BERMASALAH

Baru-baru ini empat anggota DPRK Pidie dari Fraksi Partai Aceh (F-PA) diusul PAW oleh partainya. Usulan itu berdasarkan surat dari DPW-PA Pidie Nomor 003/DPW-PA/Eks/IX/2017, tanggal 19 September 2017 yang ditandatangani Ketua DPW PA Pidie H Sarjani Abdullah dan Sekretaris Anwar Husen.

Surat itu ditujukan kepada anggota DPRK dari PA atas nama Rosminil dari dapil tiga, Munahasyah dapil dua, Iskandar MA dapil dua, dan Abdullah atau Keuchik Lah dapil lima.

Kuasa Hukum keempat anggota dewan itu, Muharamsyah SH kepada Pikiran Merdeka mengatakan, PAW yang dilakukan oleh pimpinan Partai Aceh terhadap kliennya sebagai anggota DPRK Pidie periode 1014-2019 sangat tidak wajar. “Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba saja klien saya menerima SK pemberhentian sebagai anggota DPRK Pidie, kan aneh,” ujarnya.

“Partai itu organisasi, jadi ada mekanisme. DPRK itu lembaga negara, juga ada mekanisme yang ditentukan oleh peraturan undang-undang. Tindakan ini jelas merugikan klien kami,” tegas Muharamsyah.

Empat anggota DPRK dari PA tersebut menolak di-PAW-kan, sehingga mereka menggugat DPA PA dan DPW PA ke Pengadilan Sigli pada 9 Oktober 2017. Pengadilan Negeri (PN) Sigli pun mengabulkan permohonan gugatan Rosmini dan kawan-kawan.

Surat pemberitahuan yang dikirim PN Sigli kepada kuasa hukum penggugat sudah diterima pada Selasa (24/10). Dalam surat itu disebutkan, bahwa sidang perdana gugatan PAW tersebut akan digelar Selasa (31/10) di PN Sigli.

“Untuk sidang perdana akan digelar Selasa (31/10) dan biasanya agenda untuk mendengarkan keterangan penggugat,” ujar kuasa hukum Rosmini, Muharamsyah SH kepada Pikiran Merdeka, Selasa (24/10).

Di Aceh Utara juga bergejolak. Di basis suara PA saat Pilkada 2017 ini, politisi PA, Mukhtar menggugat keputusan partai atas usulan pemberhentian antar waktu dirinya sebagai anggota DPRK Aceh Utara. Gugatan tersebut didaftarkan Safaruddin dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) yang ditunjuk sebagai kuasa hukumnya.

“Kita telah menyurati Ketua DPRK Aceh Utara. Kita meminta agar proses PAW terhadap saudara Mukhtar dari posisi sebagai anggota DPRK ditunda sampai ada keputusan hukum yang inkrah,” ujar Safaruddin dalam rilis yang dikirim ke Pikiran Merdeka, Selasa, 24 Oktober 2017.

Alasannya, kata Safaruddin, perihal tersebut saat ini sedang dalam proses hukum di PTUN Banda Aceh. “Karena sudah masuk dalam ranah hukum, maka harus menunggu proses dan keputusan hukum tetap atas gugatan tersebut selesai. Maka kita minta DPRK tidak menunda paripurna istimewa terhadap usulan PAW tersebut,” ungkapnya.

Dalam gugatan itu, pihaknya mengusulkan pembatalan terhadap dua surat keputusan terkait PAW tersebut. Pertama, terkait Surat Keputusan DPW Partai Aceh Nomor 027/DPW/PA-AU/V/2017, tentang usulan pemberhentian saudara Mukhtar dari anggota DPRK Aceh Utara dan mengangkat saudara Anwar Sanusi sebagai calon pengganti antar waktu.

Sedangkan gugatan kedua terkait Surat Keputusan Gubernur Aceh No.171/1001/2017 tentang Peresmian Pemberhentian dan Pengangkatan Pengganti Antar Waktu Anggota DPRK Aceh Utara.

Sebelumnya, kisruh di tubuh PA juga terjadi di Kabupaten Bireuen. Politisi Partai Aceh Daerah Pemilihan (Dapil) I meliputi Kecamatan Kota Juang dan Kuala, Abdul Gani Isa digantikan oleh Amriadi atau biasa disapa Tgk Am melalui proses Pergantian Antar Waktu.

Tak terima, pria yang akrab disapa Toke Medan ini juga melayangkan gugatan kepada DPW PA Bireuen, DPA Partai Aceh dan Amriadi (Tgk Am). Gugatan ke PN Bireuen itu dilakukan karena dirinya tak terima dengan di-PAW dengan Tgk Am. Alasannya, Toke Medan mengaku tak pernah dipanggil oleh partainya dan tidak pernah disebutkan alasan dirinya di-PAW-kan.

Namun, harapan Abdul Gani Isa mempertahankan kursi di parlemen akhirnya buyar. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN ) Bireuen menolak gugatan yang diajukannya. Dalam sidang dengan agenda pembacaan putusan sela pada 21 Agustus 2017, Hakim Ketua Maulana Rifai menyatakan pengadilan tidak berwenang mengadili kasus tersebut karena merupakan peselisihan internal partai.

“Menolak gugatan penggugat, mengabulkan eksepsi tergugat, pengadilan tidak berwenang mengadili perselisihan pergantian antar waktu di partai dan mengembalikan ke partai, dan menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara,” ucap Maulana Rifai saat membacakan putusan.

Di DPRA, dua anggota dewan dari Partai Aceh juga di-PAW. Mereka adalah Adam Mukhlis dan Makhrum Thahir. PDA PA mengusulkan PAW Adam Mukhlis dan digantikan oleh Adly Tjalok, yang juga dari daerah pemilihan Aceh Tengah dan Bener Meriah.

Adam Mukhlis pada awal Juni lalu yang tak terima dilengserkan (Pergantian Antar Waktu) dari kursi dewan juga melakukan gugatan ke PN Banda Aceh.
Setelah pengusulan PAW Adam Mukhlis di DPRA, kebijakan Partai Aceh merecall Makhrum Thahir juga memantik persoalan baru. Partai lokal ini pun kembali dibuat sibuk dengan gugatan kadernya di Pengadilan Negeri Banda Aceh.

Usulan PAW terhadap Makrum tertuang dalam surat tertanggal 11 Juli 2017 dengan nomor 108/DPA-PA/VII/2017, yang ditandatangani oleh ketua DPA PA Muzakir Manaf (Ketua Umum) dan Mukhlis Basyah (Sekjen).

Isi surat tersebut, DPA PA mengajukan pergantian antar waktu terhadap Makrum dan mengusulkan Dahlan Jamaluddin SIP sebagai pengganti di Parlemen Aceh. Surat usulan itu ditujukan kepada DPR Aceh dan tembusannya kepada Ketua Tuha Peut Partai Aceh, Gubernur Aceh, Ketua KIP Aceh, Kadis Kesbangpol Linmas, Ketua Fraksi PA, dan Makrum Tahir.

Makrum yang dikenal sebagai salah satu orang kepercayaan Hasbi Abdullah adalah pemilik suara terbanyak pada Pileg 2014 di Dapil II (Pidie-Pidie Jaya). Ia merasa heran dengan keputusan tersebut. Atas sikap Partai Aceh itu, Makrum Thahir kemudian melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh, dengan menunjuk Muhammad Isa Yahya SH dkk sebagai kuasa hukum.
Gugatan tersebut didaftarkan pada tanggal 2 Agustus 2017 lalu, dengan nomor 43/Pdt.G/2017/PN Bna. Dalam gugatan itu, Makrum melalui kuasa hukumnya menyatakan menolak di-PAW-kan.

Belakangan, DPA PA mengeluarkan surat yang meminta pimpinan DPR Aceh untuk menghentikan seluruh proses pergantian antar waktu Ir Makrum Thahir sebagai anggota DPR Aceh dari Fraksi PA. Surat pembatalan usulan PAW terhadap Makhrum itu ditandatangani langsung Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal DPA PA, Muzakir Manaf dan Mukhlis Basyah pada 8 September lalu. Padahal, saat itu proses persidangan gugatan PAW masih berlangsung di Pengadilan Negari Banda Aceh.

Suadi Sulaiman

YAKIN MASIH SOLID

Juru Bicara Partai Aceh Suadi Sulaiman, Sabtu pekan lalu, meyakini PA tetap solid. Partai Aceh pada Pileg 2019 mendatang disebutnya menargetkan penambahan kursi di parlemen. Saat ini, pihaknya pun sedang melakukan konsolidasi ke daerah-daerah dan menyiapkan kader sebagai calon legislatif.

Menyinggung proses PAW terhadap kader di parlemen yang saat ini gencar dilakukan PA, pria yang akrab disapa Adi Laweung ini menyakini hal tersebut tidak akan mempengaruhi elektabilitas partai di mata masyarakat.
Menurutnya, proses PAW di tubuh partai adalah hal yang lumrah dilakukan.
“PAW tidak akan mengganggu proses persiapan kita dalam menyambut Pileg mendatang. Dalam organisi, pasti ada dinamika-dinamika, dalam keluarga pun juga ada hal-hal demikian. Apa lagi ini partai politik, jadi itu tidak akan mempengaruhi,” pungkas Adi Laweung, Sabtu, 28 Oktober 2017.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait