Banda Aceh—Panglima Komando Daerah (Kodam) Iskandar Muda, Mayor Jenderal TNI Zahari Siregar mengimbau pemerintah Aceh tidak menggunakan lambang dan bendera yang berbau separatis, karena itu bertentangan Peraturan Pemerintah No 77 Tahun 2007.
Imbaun tersebut disampaikan Pangdam Iskandar Muda terkait usulan pemerintah Aceh kepada DPR Aceh, yang dituangkan dalam rancangan Qanun, bahwa atribut yang pernah digunakan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menjadi lambang dan bendera Aceh.
Usulan tersebut mendapat protes dari TNI, akademisi, serta sejarawan dalam sosialisasi rancangan Qanun itu dalam beberapa hari terakhir.
Panglima Kodam Iskandar Muda, Mayjen TNI Zahari Siregar, Rabu (21/11), mengatakan, rancangan Qanun tentang bendera dan lambang daerah yang tengah dibahas di tingkat parlemen harus mendapat persetujuan semua pihak.
Ia meminta Qanun (Perda) Aceh tentang lambang dan bendera jangan sampai merusak sistem yang sudah ada di Aceh dan tidak boleh berbau separatis.
“Silakan buat Qanun tetapi harus dikomunikasikan dengan Pemerintah Pusat untuk mendapatkan persetujuan,” tegasnya.
DPR Aceh saat ini tengah mematangkan Rancangan Qanun (Raqan) Mengenai Bendera dan Lambang Provinsi Aceh.
Dalam rancangan qanun yang disosialisasikan ke masyarakat, bendera dan lambang Provinsi Aceh persis sama dengan bendera dan lambang Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
“Kalaulah itu akan disahkan oleh Pemerintah Aceh, maka ini harus ditindaklanjuti ke pemerintah pusat untuk mendapatkan persetujuan, karena Aceh adalah bagian NKRI,” kata Pangdam.
Ketua Komisi A DPR Aceh, Adnan Beuransyah mengatakan, draf rancangan Qanun tentang lambang dan berdera sudah final, sedianya pada bulan Navember telah disahkan, tetapi masih perlu ada pemolesan di sana-sini, misalnya bintang bulan, kemudian besarnya garis hitam dan putih, itu perlu ada ukuran standar, sehingga siapapun yang membuat bendera tidak salah.
Dia menegaskan, Aceh saat ini bukan daerah separatis lagi. Sebab daerah ini telah mendapat pengakuan dari pemerintah pusat sebagai saudara dalam perdamaian.
Dengan demikian, ketentuan dalam PP No 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah yang melarang adanya bendera dan lambang daerah yang sama dengan organisasi separatis, dinilainya tak relevan lagi.
Ia juga mengaku tidak khawatir bahwa Menteri Dalam Negeri akan menolak mengesahkan raqan tersebut. Pihak yang berwenang mengesahkan qanun adalah legislatif dan eksekutif di Aceh.
“Kalau koreksi itu bisa saja kami terima. Jadi, apa yang kami sahkan ini adalah aspirasi masyarakat, bukan aspirasi penguasa,” terannya.
Sementara itu, dosen sejarah pada Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry Banda Aceh Husaini Husda menyebutkan, Kesultanan Aceh dulu memiliki dua jenis bendera, yaitu merah dan putih. Bendera merah dikibarkan kala perang atau konflik. Sedangkan putih dikibarkan saat daerah damai.
Menyangkut bendera dan lambang Aceh yang diusulkan pemerintah, menurutnya, bendera dan lambang suatu daerah harus mempunyai ciri khas tertentu, sehingga jika orang melihat langsung mengetahuinya dan yang diusulkan pemerintah saat ini belum ada ciri khas Aceh.
Lambang Aceh yang berupa burak dan singa ini terkesan sekali Eropa.
Dia berharap agar bendera dan lambang Aceh akan menjadi pemersatu seluruh suku dan golongan yang ada di Aceh.[suarapembaruan]
Belum ada komentar