Tanjungpinang—Nasib tragis yang kerap dialami oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri sudah menjadi rahasia umum. Demikian pun dengan nasib yang dialami TKI asal Aceh yang bermasalah di Malaysia. Mereka menerima perlakuan buruk dari polisi di sana.
Dari penuturan beberapa TKI yang dipulangkan melalui pelabuhan Sri Bintan Pura, Kamis (13/2/2014) malam, mereka mengaku sering ditampar dan dipukul saat di penjara. Selain itu, uang hasil kerja mereka berbulan-bulan di negeri jiran itu habis tidak tersisa karena dirampas oleh polisi setempat saat mereka ditangkap.
“Sudah biasa dipukul, dihina. Ditampar itu sudah biasa. Diambil uang 100 sampai 500 ringgit juga sudah biasa. Sampai pulang-pulang kami tak bawa apa-apa,” ungkap Zulfikar, salah seorang TKI yang didportasi dari Malaysia malam itu.
Dia sendiri mengaku, uang hasil kerjanya selama di Malaysia sebesar 8.000 ringgit atau sekitar Rp24 juta dirampas oleh polisi Dawangi, Malaysia. Bahkan, dua unit ponsel cerdasnya juga turut diembat.
Pria asal Aceh ini mengaku bekerja di Malaysia selama delapan bulan di kawasan Semenyeh, Selangor, Malaysia. Dari hasil jerih payahnya itu, dia ingin membuka usaha ketika pulang ke Aceh kelak.
Namun niat tersebut pupus karena semua uang yang dikumpulkannya dirampas di balai polis saat ditangkap sebulan lalu karena tak memiliki doumen resmi.
“Memang, kalau seratus dua ratus ringgit itu sudah biasalah diambil sama mereka. Tapi kalau sampai 8.000 ringgit, ini yang kita sakit hati. Hasil keringat kita benar-benar tak dihargai sama sekali. Saya sangat kesal, tapi melawan tidak bisa. Mau minta bantu pun sama orang Indonesia kita tidak tahu ke mana,” ucap Zulfikar.
Dia mengaku hendak melaporkan ke pihak berwajib di Indonesia. Namun dengan statusnya sebagai imigran gelap, dia takut tidak digubris oleh pihak berwajib dari Indonesia. “Saya sadar dengan status saya. Tapi apakah kami ini tidak bisa mendapatkan keadilan?” katanya kesal.
Dengan wajah sedih, Zulfikar mengaku hanya pasrah jika memang laporannya nanti tidak digubris dan akan bekerja saja di Aceh. “Memang, tak enak pulang karena dompet kosong. Tapi apa boleh buatlah,” tutur Zulfikar sembari menaiki angkot untuk dibawa ke penampungan.
Iwan, sejawat Zulfikar yang juga “diusir” dari Malysia dan mengalami nasib yang sama, mengaku pasrah. Mereka mengaku sangat senang setelah pulang ke negara sendiri.
“Memang ini salah kita. Tapi tidak semestinyalah mereka merampas uang kita juga. Kita bekerja mereka juga bekerja. Apa tidak bisa merasakan, mau pulang bawa uang untuk keluarga? Tapi apa daya, pulang-pulang malah kosong semua isi dompet,” ucap Iwan.
Berbeda dengan TKI pria, TKI wanita justru aman-aman saja. Mereka mengaku tidak pernah mendapatkan kekerasan selama di penjara di Malaysia. Namun mengenai uang yang dirampas oleh pihak berwenang di Malaysia, mereka tidak mau mengatakan. “Tidak usahlah, biar saja itu menjadi derita kami,” ujar salah satu TKI wanita yang menolak namanya dituliskan .
Menanggapi keluhan TKI atas perlakuan semena-mena polisi di Malaysia itu, Satgas TKI Bermasalah Kota Tanjungpinang, Soni, mengaku tidak dapat berbuat apa-apa, karena status mereka yang merupakan imigran gelap. Dia pun mengaku hanya ditugaskan untuk menangani TKI-B yang masuk dan memulangkan TKI-B ke daerah asal saja.
“Mereka ini imigran gelap, ya salah mereka juga. Kita tidak bisa ikut campur. Tugas saya pun hanya menerima dan memulangkan mereka saja,” ujar Soni.
Kamis malam itu, sebanyak 333 orang TKI-B yang dideportasi dari Malaysia tiba di Tanjungpinang. Dari 333 orang tersebut, 203 orang di antaranya laki-laki, 126 oorang perempuan, 3 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan.[batamtoday.com]
Belum ada komentar