Mitos Sekolah Favorit

Mitos Sekolah Favorit
Mitos Sekolah Favorit

Oleh Hasanudin Abdurakhman
Cendekiawan, penulis dan kini menjadi seorang profesional pada perusahaan Jepang di Indonesia

 

 

 

 

 

Pekan-pekan belakangan ini adalah saat orangtua memasukkan anak-anak mereka ke sekolah. Sekolah mana yang dituju? Kita mengenal istilah sekolah favorit. Orangtua berbondong-bondong mendaftarkan anaknya ke sekolah itu, dan berharap diterima.

Apa itu sekolah favorit? Sederhananya, sekolah yang bagus. Guru-gurunya bagus, fasilitas dan manajemen sekolahnya juga bagus. Sekolah ini diminati banyak orang, sehingga seleksi masuknya ketat. Otomatis anak-anak yang diterima adalah anak-anak yang pintar belaka. Karenanya prestasi akademik siswa-siswanya juga bagus.

Sekolah favorit terbentuk melalui proses yang panjang. Sekolah yang bagus terbentuk karena dulu dikelola oleh guru-guru yang bagus, kemudian dilanjutkan oleh generasi guru yang lebih muda. Itu berlanjut hingga sekarang. Ada pula yang mendapat perhatian khusus dari pemerintah, diberi fasilitas yang lebih dari sekolah lain.

Sekolah favorit, sering tidak kita sadari, adalah suatu bentuk kesenjangan yang dilestarikan. Kita tahu bagaimana membangun sekolah yang baik. Tapi pengetahuan itu tidak dipakai untuk memperbaiki kualitas sekolah-sekolah lain. Sekolah-sekolah yang tidak favorit bertahan menjadi sekolah yang kurang baik selama puluhan tahun, tanpa upaya memperbaikinya.

Atau, ada keinginan dan upaya untuk memperbaikinya, tapi berhenti di tengah jalan. Bahkan berhenti saat baru saja dimulai. Orang sering menyerah pada kenyataan semu, bahwa keberhasilan melakukan sesuatu lebih banyak ditentukan oleh faktor-faktor yang tidak bisa dia kontrol. Keberadaan sekolah favorit kemudian menjadi semacam takdir yang tak bisa diubah.

Apa yang dihasilkan dari sekolah favorit? Anak-anak pintar, dididik oleh guru-guru yang baik, dengan manajemen yang baik pula. Mereka bersaing sesama anak pintar, memicu motivasi tinggi. Walau, kadang terjadi juga persaingan yang tak sehat, membuat anak terbebani. Tentu tak ada yang salah dengan hal-hal baik berkumpul menghasilkan yang baik-baik. Yang salah adalah ketika kita jadi tidak memperhatikan yang di bawah level itu.

Bagi orangtua, memasukkan anak ke sekolah favorit akan menenangkan hati. Sekolah favorit dianggap sebagai jaminan bagi sukses anak di masa depan. Semua dianggap berlangsung secara otomatis belaka. Anak dari sekolah favorit, akan bisa melanjutkan ke sekolah favorit lagi. Kemudian melanjutkan ke universitas favorit. Lalu lulus dan bekerja di tempat-tempat yang elit.

Faktanya bagaimana? Kita bicara soal statistik, soal gambaran umum. Memang begitulah adanya. Tapi statistik adalah soal kurva normal. Dalam kurva normal selalu ada ekstrem kiri, ekstrem kanan, serta bagian rata-rata. Artinya, dari sekolah favorit pun juga dihasilkan anak-anak yang tak sukses. Kita tak bisa menyerahkan anak kita pada mekanisme kurva normal. Dalam arti, kalau kebetulan ia masuk dalam ekstrem yang tak sukses tadi, apa boleh buat.

Di situlah letak substansi pendidikan. Pendidikan adalah soal menggali potensi setiap orang secara unik, mengubahnya menjadi kinerja secara optimal, untuk mencapai sukses. Kita sering lupa pada hal yang fundamental ini. Pendidikan adalah soal usaha setiap orang, bukan soal statistik tadi. Itulah yang membuat orang-orang yang tidak berasal dari sekolah favorit pun bisa sukses. Itu pula yang membuat tidak sedikit lulusan sekolah favorit tidak sukses.

Dengan kata lain, sekolah favorit hanya menyediakan peluang untuk sukses. Ia tak menjaminnya. Jaminan sukses terletak pada usaha setiap siswa. Hal penting ini perlu diingat oleh setiap orangtua. Banyak orangtua yang menganggap pendidikan bisa diserahkan 100% ke sekolah. Seperti orang mengirim baju kotor ke binatu, dengan membayar ia bisa berharap pakaian akan kembali dalam keadaan bersih dan terlipat rapi. Pendidikan tidak demikian.

Orangtua adalah pelaku terpenting dalam proses pendidikan anak. Ia yang harus berperan lebih besar dalam keberhasilan pendidikan anak, bukan sekolah. Dengan prinsip itu, sekolah favorit atau bukan, tidak menjadi masalah.[]dtc

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait