Sejumlah wanita muda penjaja seks komersial tidaklah dikelola sang mucikari. Justru mereka yang datang dan meminta dicarikan pelanggan. Benarkah?
Dua pria berinisal NA dan AD kini harus meringkuk di tahanan Polda Aceh. Kepada keduanya disangkakan telah melakukan perdagangan manusia dengan cara eksploitasi seksual.
AD, pria 24 tahun itu mengaku kapok dengan perbuatannya. Ia tidak menduga akan meringkuk di tahanan seperti saaat ini. Ia pasrah menjalani hari-hari di sel Mapolda Aceh yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Didampingi Ajun Komisaris Polisi (AKP) Elfiana, Pikiran Merdeka bertemu keduanya Jumat pekan lalu. Mengenakan baju tahanan disertai penutup wajah, mereka menceritakan asal muasal mereka terlibat praktik prostitusi ini. Kedua pria bergaya kemayu layaknya seorang wanita ini mengaku warga asli Banda Aceh. AD bertubuh ceking dan memiliki tinggi sekitar 170 CM. Sedangkan NA bertubuh gempal dengan tinggi sekitar 160 CM.
Dalam kesehariannya, keduanya punya aktivitas yang sama. AD mengaku pernah bekerja di Hermes Mall menjadi cleaning service, lalu pindah ke Suzuya Mall. “Saya resign karena capek bang,” ujarnya.
Belakangan, AD bekerja sebagai asisten NA. “Sambil menunggu panggilan di tempat yang baru, saya ikut bantu-bantu NA kalau dia lagi nyanyi dan jadi MC. Saya sering dikasih uang sama dia sehabis dia tampil,” terang pria kelahiran Banda Aceh ini.
NA sendiri mengaku bekerja di bidang entertainment. Ia sering menjadi MC di berbagai acara dan pentas di Banda Aceh. Setahun sebelumnya, NA bekerja di Jakarta.
Kepada Pikran Merdeka, keduanya mengaku memulai aktivitas prostitusi tersebut sejak awal tahun 2015. Meski begitu, mereka menolak dikatakan menggeluti profesi itu sebagai mucikari. Mereka berkilah hanya melakukannya jika ada permintaan dari kenalan mereka.
Awalnya, NA dan AD tidak berpikir untuk menjadi penjaja wanita-wanita ke para lelaki hidung belang. Namun, karena permintaan wanita tersebutlah ia mau melakukannya. Relasi yang dimiliki NA ini yang dimanfaatkan untuk menggaet pelanggan bisnis prostitusi yang mereka jalankan.
“Pergaulan saya kan luas. Saya kenal dengan banyak kalangan, jadi mereka minta dikenalkan (pria hidung belang),” kisah NA memulai cerita.
“Kadang sebulan sekali, kadang nggak ada,” timpa AD.
Para wanita muda itu diakui NA cukup sering meminta bantuannya. Mereka terus menerus menawarkan diri dan meminta dicarikan lelaki hidung belang. Alasannya, gadis muda tersebut butuh uang memenuhi gaya hidup mewah.
“Kerjaan mereka memang dasarnya seperti itu (pelacur),” beber AD yang mengaku jika perempuan inilah yang terus-menerus merengek meminta dicarikan lelaki hidung belang.
Karena menilainya sebagai publik figur, NA dimintai gadis-gadis yang masih berstatus pelajar dan mahasiswa untuk dikenalkan dengan pria-pria yang ingin dipenuhi kebutuhan birahinya.
“Kak kenalin dong dengan teman-temannya,” ujar NA menirukan permintaan wanita muda dalam jaringannya itu.
Cerita NA, wanita-wanita muda tersebut sering berkeluh kesah pada dirinya terkait perosalan dalam keluarganya. Begitupun persoalan mereka dengan pacarnya.
Sebutnya, kebutuhan materi dan gaya hidup juga menjadi latar belakang wanita muda tersebut meminta ia mencarikan pria yang mau menikmati kemolekan tubuh mereka. Imbalannya, wanita muda itu menginginkan sejumlah uang dari setiap pria yang mereka layani.
“Mereka minta untuk dikenalkan (dengan lelaki hidung belang),” cerita NA. “Mereka sering curhat tentang keluarga mereka, problem mereka di rumah. Jadi, pribadi saya tersentuh.”
Beranjak dari belas kasihan tersebut, lalu NA bersedia menawarkan wanita muda itu kepada relasinya. Dalam setiap event yang diikuti NA, baik sebagai penyanyi maupun MC, ada juga orang yang minta dikenalkan dengan wanita muda yang mau diajak kencan.
Namun, baik NA dan AD mengaku tak sering bertemu dengan wanita-wanita tersebut. Bahkan, keduanya mengaku tak begitu mengenal gadis-gadis yang mereka jajakan tersebut. “Mereka panggil saya kakak,” ujar NA.
“Pulang dari acara, biasanya kami sering nongkrong di café maupun warkop. Selfie-selfie lah, pokoknya suasananya heboh. Mereka ikut gabung dengan kami, lalu minta dikenalkan dengan orang-orang yang saya kenal,” tambahnya lagi.
“Kalau ada yang mau (wanita penghibur), kasih tau ya kak ya,” NA kembali menirukan permintaan gadis muda tersebut padanya.
Sesuai keterangan mereka kepada penyidik, NA melakukan transaksi via BBM dengan koneksi yang dimilikinya. Jika ada pria yang ingin “menggunakan” tubuh mereka, NA yang menentukan tarif dan melakukan transaksi. Setelah kesepakatan diperoleh, NA menelepon AD untuk membawa gadis tersebut. Setelah transaksi, dan komisi mereka terima, NA meninggalkan gads tersebut dengan tamu hotel.
Namun, NA tak sepenuhnya mengiyakannya. Ia mengaku tak secara khusus menawarkan wanita-wanita tersebut kepada pelanggan. Kesehariannya sebagai host merupakan aktifitas yang membuat cukup sibuk.
“Saya tidak pernah khusus menawarkan (cewek-cewek) kepada orang-orang tersebut,” kilah pria yang bergaya kemayu ini.
Namun, biasanya gadis muda tersebut mengubungi dirinya untuk dan mengajak makan-makan setelah melayani tamu. “Saya tak perah memberikan mereka uang, merakalah yang memberikan saya uang,” bebernya.
Tarif “jajanan” NA berkisar Rp1,5 juta untuk short time dan Rp3 juta untuk long time. Namun, kedua pria tersebut mengaku tak mematok komisi yang dia peroleh dari setiap transaksi. Tergantung kesepakatan dengan wanita yang dipilih para tamu. “Terserah mereka mau ngasih berapa,” ujarnya santai.
Di sisi lain AD mengatakan, para wanita panggilan ini juga punya pelanggan sendiri. Jika mereka memperoleh tamu, AD sering dimintai tolong untuk mengantarkan ke hotel. “Kadang-kadang mereka sudah ada tamu sendiri, jadi mereka minta tolong untuk diantar. Diberi upah Rp50 ribu. Lalu kami pulang, besoknya mereka pulang sendiri,” bebernya.
Para gadis muda di bawah jaringan NA dan AD berasal dari berbagai daerah di Aceh. Ada pula yang dari luar Aceh. “Saya tak pernah tanya mereka orang mana,” kata NA.
“Kebanyakan orang luar (Aceh). Pelanggan juga kebanyakan berasal dari luar (Aceh),” timpal AD.
Baik AD maupun NA tak mau menyebut jumlah pasti berapa orang pelanggan yang sudah menggunakan jasa cewek panggilan dari mereka. Saat ini sebagian gadis-gadis yang mereka kenal dulu sudah menikah dan ikut suaminya ke Jakarta dan Bandung. Sementara itu, gadis yang mereka kenal sekarang rata-rata berumur 18 hingga 22 tahun.
Kedua pria yang tinggal satu kontrakan di Banda Aceh ini mengaku menyesal atas perbuatannya. Kini kehidupan mereka di tahanan dijalani dengan salat dan mengaji. “Kami sekarang udah rajin salat dan yasinan. Pokoknya kami melewati semuanya dengan bersyukur, mungkin jika tidak begini kami tak pernah berubah,” ujar AD dengan nada lirih.[]
Tulisan ini telah dimuat di Tabloid Pikiran Merdeka edisi 103 yang terbit Senin, 21 Desember 2015 lalu.
Belum ada komentar