Mengintip Kelas Khusus Anak Pemulung Gampong Jawa

Mengintip Kelas Khusus Anak Pemulung Gampong Jawa
Suasana belajar di taman edukasi anak pemulung Gampong Jawa, banda Aceh.(Pikiran Merdeka/Riska Munawarah)

Anak-anak pemulung Gampong Jawa mendapat bimbingan belajar secara gratis. Hasilnya cukup menggembiran, kebanyakan mereka jadi juara kelas di sekolahnya.

Matahari tak lagi terik. Satu persatu anak-anak mulai berdatangan menuju tanah lapang yang berada di Lorong Ujong, Gampong Jawa, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh. Dua lembar terpal biru digelar menjadi alas duduk untuk mereka belajar. Di kiri dan kanan ada rongsokan dan tumpukan botol-botol aqua bekas.

Para relawan muda juga berdatangan. Mereka bersiap untuk mengajar anak-anak di Gampong Jawa yang sangat antusias menyambut kedatangan para guru tanpa pamrih itu. “Kak yuk kita belajar,” kata seorang anak sambil menarik tangan dan menjemput kedatangan relawan dengan gembira.

Mereka mulai duduk berkelompok.Tak ada sekat dinding ataupun bangku-bangku yang berjejer kaku di tempat itu. Atribut belajar seperti papan tulis pun tidak ada. Miftah, siswi SMP yang belajar di tempat tersebut tengah mengulang hafalan surah pendeknya. “Al-haakumut-takatsur. Hatta zurtumul maqaabir…” Dengan fasih dan berirama, Miftah melanjutkan hafalannya.

Tak jauh di sampingnya, Syakira, murid kelas 5 SD juga tengah mengulang hafalannya. Sesekali Syakira juga menulis lafaz-lafaz arab yang sedang dihafalnya di buku tulis miliknya. “Ini cara cepat bagi sayan dalam mengingat hafalan,” ucap Syakira kepada Pikiran Merdeka.

Syakira juga bercerita kalau ia tidak hanya piawai dalam membaca ayat-ayat al-Quran. Beberapa kosa kata dasar dalam bahasa Inggris dan Arab juga sudah khatam dipelajarinya. “Di sini dan di sekolah, itu-itu saja diulang, makanya kami bisa,” kata Syakira dengan bangga.

Belum usai pembelajaran, sekelompok orang mendatangi tempat tersebut. Mereka membawa dua dus kotak berisi pakaian. Sontak pembelajaran berhenti sejenak. Pandangan anak-anak langsung tertuju ke dua dus kotak tersebut. Mereka mulai gaduh dan berteriak-teriak gembira karena akan dibagikan baju baru.

Tidak sampai di situ, beberapa menit kemudian datang lagi sekelompok orang membawa peralatan pangkas rambut. “Adik-adik, hari ini kita kedatangan kak Vivi untuk mengadakan kegiatan pangkas rambut gratis. Siapa yang mau dipangkas rambutnya?” seru seorang relawan.

Tanpa berfikir lagi, sebagian anak langsung mengajukan diri untuk dipangkas rambutnya. “Tapi harus antre ya,” ucap relawan itu sambil mengarahkan anak-anak yang hendak dipangkas rambutnya.

Suasana bahagia jelas terlihat. Meskipun hanya dipangkas rambutnya, mereka tertawa riang. Di sisi lain, sebagian anak juga sedang memilih-milih baju yang disumbangkan untuk mereka. “Kak saya ambil yang ini ya,” ucap seorang anak gembira dan langsung mengenakan baju pilihannya itu.

Begitulah suasana singkat kegembiraan Taman Edukasi Anak Pemulung Gampong Jawa. Waktu sudah mneunjukkan pukul 18.00 WIB. Anak-anak yang sudah mendapatkan baju baru langsung bergegas pulang ke rumah masing-masing.

Sebelumnya, terpal biru yang digelar juga sudah digulung oleh anak-anak itu. “Kak Maulidar, saya pamit pulang dulu ya,” ucap Buyong kepada Maulidar.

Maulidar adalah Koordinator Taman Edukasi Anak Pemulung Gampong Jawa. Bersama rekan-rekannya, Maulidar membentuk sebuah taman belajar untuk anak-anak pemulung di desa tersebut pada tahun 2012. Cerita bermula ketika ia dan rekannya Aiyub Bustamam ingin membentuk sebuah desa binaan.

Maulidar

“Awalnya kita memang sedang mencari desa binaan. Nah, waktu sedang jalan-jalan ke Gampong Jawa kita kasihan lihat anak-anak di sini. Mereka masih kecil tapi mulung, bagaimana dengan pendidikan mereka?” cerita Maulidar kepada Pikiran Merdeka, Jumat (02/02/2017).

Ia juga menjelaskan alasannya memilih Gampong Jawa sebagai fokus kegiatan itu karena kawasan itu merupakan salah satu desa di Banda Aceh yang didominasi oleh pemulung. “Pemulung, di masyarakat sering dianggap memiliki makna konotasi negatif. Padahal pemulung adalah pahlawan lingkungan yang sudah membantu menjaga kebersihan kota,” ungkapnya.

Di wilayah tersebut, orang tua kerap kali melibatkan anak-anak untuk membantu mereka memulung. Kondisi ekonomi mendesak mereka untuk melakukan hal itu. Anak-anak memungut dan membersihkan botol-botol plastik menjadi pemadangan lumrah di sana.

Usia anak yang harusnya fokus pada pendidikan justru memaksa mereka untuk bekerja. Akhirnya, motivasi untuk meraih pendidikan yang layak dan berprestasi pun semakin menurun. “Nmakanya, bermodal kepedulian dan keprihatinan terhadap nasib pendidikan anak-anak pemulung, kami membentuk Taman Edukasi Anak Pemulung,” kata Maulidar.

Dikisahkannya, tahap awal kegitan itu digelar di pinggiran sungai, jalanan kampung dan halaman rumah warga. “Walaupun tak ada tempat khusus seperti balai, namun besar harapan kami untuk mendirikan sebuah tempat yang layak untuk anak-anak ini belajar,” sambung dia.

Selama ini, menurut dia, bantuan-bantuan untuk anak-anak pemulung juga berdatangan. Dua minggu sebelumnya, seorang dermawan juga membagi-bagikan ice cream gratis untuk anak-anak. “Hari ini juga ada bantuan baju dan pangkas rambut gratis. Ini juga salah satu bentuk untuk mendorong anak-anak di sini dalam belajar,” kata Maulidar.

Namun, dia menegaskan, fokus kegiatannya tetaplah edukasi untuk anak-anak pemulung. “Jika ada dermawan yang mau membantu mereka, ya silahkan saja. Kita di sini terbuka untuk siapa saja yang ingin membantu mereka. Selama itu masih dalam hal positif siapa saja boleh kemari.”

Taman edukasi yang dibina Maulidar dimulai setiap sore Rabu hingga Minggu. “Untuk Senin dan Selasa, kita nyusun roster untuk pengajarnya. Karena kan relawannya ganti-ganti,” ujarnya.

Saat ini taman edukasi tersebut sudah memiliki lebih kurang 127 relawan yang setiap harinya bergantian membantu anak-anak belajar.
Saban tahun juga, kata Maulidar, jumlah anak-anak yang ingin belajar terus meningkat. “Ya, setiap tahunnya terus meningkat. Mereka terus ngajak teman-teman dan adik-adiknya untuk belajar di sini,” kata dia.

Maulidar dan rekan-rekannya juga membantu anak-anak mengerjakan PR mereka. “Setiap PR mereka dari sekolah ada juga yang dibawa ke sini untuk dibantu dikerjakan oleh relawan-relawan di sini.”
Proses pembelajaran juga dikelompok-kelompokkan berdasarkan usia mereka.

Tidak ada patokan mata pelajaran khusus untuk setiap harinya. Mereka boleh belajar apa saja. Namun, untuk mata pelajaraan keagamaan disediakan hari khusus yakni setiap Kamis.
Kegiatan yang dilakukan Maulidar dan kawan-kawan tidaklah sia-sia. Dalam tahun-tahun terakhir, sekitar 60 persen anak-anak didikannya menempati posisi juara kelas. “Alhamdulillah, mereka banyak sekali yang juara kelas. Ada yang juara 1,2,3 dan bahkan ada yang juara umum,” kata Maulidar dengan bangga.

Kebanggaan tak hanya dirasakan Maulidar, keberhasilan anak-anak yang mereka didik membuat relawan lainnya bangga atas pencapaian mereka.

DORONGAN JADI PENGAJAR

Zimiati, salah seorang relawan di sana mengaku bahagia bisa berbagi ilmu dengan anak-anak. Awalnya ia memang memiliki keinginan untuk menjadi relawan pendidikan. Setelah mencari-cari informasi di internet, Zimi menemukan pembukaan pendaftaran untuk relawan Taman Edukasi Anak Pemulung Gampong Jawa.

Kegiatan pangkas rambut gratis.(Pikiran Merdeka/Riska Munawarah)

“Setelah tahu, saya langsung mendaftar, dan alhamdulillah lulus untuk menjadi bagian dari pengajar,” kata Zimi, Jumat (02/02).
Sama halnya dengan Zimi, relawan muda bernama Syifa juga mengaku senang bisa mengajar anak-anak di sana. Saat ini Syifa masih duduk dibangku SMA, namun ia mempunyai tekat kuat untuk membantu anak-anak tersebut.

“Sangat senang bisa ngajarin mereka, apalagi mereka juga baik dan lucu-lucu,” ucap relawan yang baru mengajar di sana selama lebih kurang satu bulan.

Ia juga tidak dibebankan untuk mengasuh anak-anak dengan mata pelajaran khusus. “Yang diajarin ya sekedar apa yang saya kuasai,” kata Syifa.

Apa yang dilakukan mereka murni kegiatan kemanusiaan. Meski tanpa digaji, Maulidar, Zimi, Syifa dan relawan lainnya ikhlas membantu pendidikan anak-anak pemulung supaya kelak mereka bisa menaikkan derajat orang tuanya.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Penjabat Gubernur Aceh, Dr. H. Safrizal ZA, M.Si, Memberi arahan pada Malam Apresiasi Kementerian Agama Aceh 2025 untuk memeri penghargaan kepada tokoh dan lembaga yang berpartisipasi dalam pembangunan keagamaan di Provinsi Aceh, di Anjong Mon Mata Pendop Gubernur Aceh, Sabtu, 4/1/2024. Foto: Biro Adpim
Penjabat Gubernur Aceh, Dr. H. Safrizal ZA, M.Si, Memberi arahan pada Malam Apresiasi Kementerian Agama Aceh 2025 untuk memeri penghargaan kepada tokoh dan lembaga yang berpartisipasi dalam pembangunan keagamaan di Provinsi Aceh, di Anjong Mon Mata Pendop Gubernur Aceh, Sabtu, 4/1/2024. Foto: Biro Adpim

Pj Gubernur Safrizal: Karakter Aceh adalah Karakter Islam