Pemerintah Aceh melelang 64 jabatan eselon dua. Dibutuhkan pengawalan rakyat, agar seleksi pejabat yang menguras APBA Rp2 miliar itu tidak sekedar kamuflase.
Sejak 17 November lalu, Pemerintah Aceh di bawah kepimpinan Gubernur Irwandi Yusuf dan Wakil Gubernur Nova Iriansyah mulai membuka lelang untuk 64 jabatan eselon II. Proses lelang ini untuk jabatan pimpinan tertingi (JPT) pratama Pemerintah Aceh. Jabatan eselon II yang dimaksud yaitu kepala dinas, asisten, kepala badan, biro, dan staf ahli gubernur.
Panitia Seleksi JPT Pratama, T Setia Budi kepada Pikiran Merdeka menyampaikan, pendaftaran ini akan berakhir pada 1 Desember mendatang. Sebelumnya, lelang jabatan diumumkan usai Pemerintah Aceh menerima persetujuan dari Menteri Dalam Negeri. Dalam surat bernomor 821/9411/Otda tanggal 10 November 2017, Mendagri melalui Dirjen Otonomi Daerah, Dr Sumarsono menyatakan beberapa poin terkait persetujuannya.
“Terutama menegaskan bahwa gubernur, bupati atau walikota yang akan melakukan pergantian pejabat di lingkungan pemerintah provinsi atau kabupaten/kota, dalam jangka enam bulan terhitung sejak tanggal pelantikan harus terlebih dulu mendapat persetujuan tertulis dari menteri,” ujar T Setia Budi, pekan lalu.
Hal ini merujuk pada ketentuan isi Pasal 162 ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014.
Kemudian di dalam poin berikutnya, Mendagri menerangkan isi surat Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Nomor B-2607/KASN/10/2017 tanggal 5 Oktober 2017 perihal rekomendasi penataan jabatan pimpinan tinggi (JPT) pratama melalui seleksi terbuka secara menyeluruh pada 64 JPT Pratama di lingkungan Pemerintah Aceh. Poin ini menyambungkan, untuk pejabat pimpinan tinggi pratama yang sedang menduduki jabatan pimpinan tinggi pratama yang berusia 59 tahun atau atau lebih tidak diikutkan dalam seleksi terbuka, namun dapat dimutasi pada jabatan setara sesuai dengan kompetensi serta kualifikasi.
“Sementara untuk jabatan pimpinan tinggi yang masih diduduki itu dapat dibuka dan dilakukan seleksi terbuka, guna mendapatkan calon pejabat pimpinan tinggi pratama, dengan ketentuan pergantian/pelantikan dilakukan setelah pejabat pimpinan tinggi pratama telah memasuki batas usia pensiun,” jelas Setia Budi.
Adapun pelaksanaan seleksi terbuka ini, seperti dinyatakan Mendagri dalam suratnya, harus berpedoman pada ketentuan isi Pasal 108 ayat (3) Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Di mana pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS.
“Yang penting diperhatikan ialah syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan, pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas serta persyaratan jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tambahnya.
Dari sejumlah poin ini lah, Kemendagri mengizinkan Gubernur untuk segera melelang jabatan secara terbuka untuk 64 jabatan pimpinan tinggi pratama (eselon II) di lingkungan Pemerintah Aceh melalui uji kelayakan dan kepatutan.
Tak lama setelah menerima lampu hijau dari Mendagri, Pemerintah Aceh menerbitkan pengumuman bernomor PENG/PANSEL/001/XI/2017. Di dalamnya tertera sejumlah syarat, antara lain pejabat yang mendaftar memiliki pangkat serendah-rendahnya IV.a (eselon II.b) dan IV.b (eselon II.a), pernah menduduki jabatan eselon III dan berusia paling tinggi 56 tahun.
Ditemui secara terpisah di awal November lalu, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Wilayah Aceh, Makmur Ibrahim menggarisbawahi mekanisme open bidding dalam penjaringan calon pimpinan SKPA ini. Ia enggan menyebut proses ini sebagai lelang jabatan.
“Istilah (lelang) itu kesannya seperti ada tawar-menawar, padahal kan tidak demikian, yang ada itu open bidding (seleksi terbuka),” katanya, meluruskan.
Selain open bidding, penentuan jabatan bisa dilakukan dengan cara job fit atau uji kesesuaian jabatan. Pemerintah akan melihat arah kompetensi seorang pejabat, untuk kemudian menempatkannya pada posisi yang sesuai.
Sedangkan pada proses seleksi terbuka, lanjut Makmur, selain rekam jejak dari pejabat tersebut pihak penyeleksi juga akan melihat presentasi program kerja mereka. Di situ dicermati apakah program kerja telah selaras dengan visi dan misi gubernur.
“Saya sebagai salah satu angggota tim pansel (panitia seleksi) juga akan menilai apa prioritas-prioritas dari rencana pejabat tersebut,” katanya.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai pembina penyelenggaraan manajemen aparatur sipil negara, BKN sebagaimana disebut dalam UU ASN juga bertugas menyelenggarakan penilaian kompetensi serta mengevaluasi penilaian kinerja. Pelaksanaan seleksi terbuka ini nantinya akan manghasilkan tiga orang calon pimpinan masing-masing SKPA.
“Setelah ada tiga besar itu, nanti baru kita serahkan ke Gubernur untuk beliau tentukan, artinya pilihan itu di antara tiga yang terbaik,” kata Makmur.
Hingga Jumat (24/11) minggu lalu, tim pansel sudah menerima sebanyak 12 orang pendaftar. Mereka ada yang berasal dari provinsi maupun tingkat kabupaten/kota. Panitia masih akan menyeleksi berdasarkan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi. “Senin ini mungkin sudah makin banyak yang mendaftar,” kata T Setia Budi.[]
Husni Bahri TOB, Dianggap Cela di Tim Pansel
Tim Panitia Seleksi (Pansel) Pejabat Aceh diketuai T Setia Budi yang juga Sekda Aceh. Tim yang ditunjuk Gubernur Aceh itu beranggotakan Makmur Ibrahim, Syarifuddin Z, Marwan Sufi, Prof Jasman Makruf, Husni Bahri TOB, dan Prof Rahman Lubis.
“Tim Pansel selayaknya terdiri beberapa kalangan dari dalam dan luar pemerintahan. Unsur dari luar harus lebih besar, bandingannya 45:55. Sementara yang dari luar itu minimal memiliki kompetensi manajemen kepegawaian, salah satunya dari kalangan akademisi,” ujar Kabid Sumber Daya Manusia BKN Aceh, Warsito.
Kepada Pikiran Merdeka kala itu, Kepala BKN Aceh Makmur Ibrahim meyakinkan bahwa Tim Pansel bebas dari intervensi pihak manapun. Namun, waktu berkata sebaliknya. Di paruh akhir bulan ini, Tim Pansel digoyang isu tak sedap. Pasalnya, salah seorang anggotanya, yakni Husni Bahri TOB yang juga mantan Sekretaris Daerah Aceh ternyata kini tengah terjerat hukum.
Berdasarkan informasi dari lembaga Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Husni masih berstatus sebagai tersangka kasus korupsi pengelolaan dana migas pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh (DPKKA) tahun 2010 yang ditetapkan oleh tim penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh pada Februari 2017 lalu.
“Penunjukan dirinya (Husni Bahri) sebagai salah satu anggota pansel, menunjukkan bahwa pansel tersebut belum sepenuhnya bersih dan teruji integritasnya,” kata koodinator MaTA, Alfian, Senin (20/11). Belakangan usai dipersoalkan banyak pihak, Husni Bahri TOB pun memutuskan muncur dari keanggotaannya di Tim Pansel tersebut.
Individu yang terlibat dalam seleksi terbuka calon pejabat eselon II Pemerintah Aceh, sambung Alfian, mestinya orang-orang yang memiliki rekam jejak yang baik dan teruji integritasnya. Selain memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik, ia juga harusnya bebas dari rekam jejak bermasalah baik secara hukum maupun sosial.
“Bagaimana mengharapkan akan lahir pejabat yang bersih kalau tim seleksinya ada yang tersangka kasus korupsi? Patut dipertanyakan komitmen Gubernur Aceh dalam melahirkan birokrasi yang bersih, jika dari tim pansel saja sudah bermasalah,” pungkas Alfian.
Sementara itu, Ketua Tim Pansel T Setia Budi menegaskan, seleksi terbuka ini adalah cara untuk mendapatkan sosok pimpinan SKPA yang punya kapasitas dan berintegritas. Dalam hal ini, pihaknya selaku Tim Pansel terus berupaya objektif. Ia menjamin tak ada intervensi dari siapapun.
“Kita wajib melepas kepentingan-kepentingan pribadi kita. Seperti dalam pengumuman seleksi yang selama ini bisa anda lihat, ada ketentuan dilarang melobi, mengancam, menyuap, ini kan jelas. Kita ingin bersih-bersih,” ujarnya.
Maka dari itu, Setia Budi berharap masyarakat terus mendukung tim pansel. Salah satunya dengan mengawal tiap proses seleksi yang tengah berjalan. “Kita samakan tujuan, Pansel ingin bekerja dengan objektif, dan masyarakat melakukan pengawasan dan memberi masukan terhadap kinerja tim ini,” tegasnya.
BELAJAR DARI PENGALAMAN
Tanggapan mengenai seleksi terbuka Pemerintah Aceh untuk menjaring pejabat eselon II, juga disampaikan oleh pengamat hukum dan politik Aceh, Saifuddin Bantasyam. Menurutnya, masyarakat mengapresiasi pemerintah Irwandi-Nova yang sejauh ini masih berkomitmen melaksanakan seleksi jabatan mengacu pada UU Nomor 5 Tahun 2014 mengenai ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017.
“Dan bagi Irwandi ini bukan hal yang baru lagi, karena di periode kepemimpinannya beberapa tahun lalu, fit and proper test semacam ini sudah lakukan, beliau termasuk pelopor di Indonesia, pengalaman itu makin meyakinkan kita bahwa pemerintah dapat menyaring orang-orang terbaik,” imbuh Saifuddin.
Seleksi terbuka ini, sambungnya, juga menunjukkan adanya kompetisi yang sehat. Sistem semacam ini memberi peluang bagi putra-putra daerah baik dari kabupaten/kota yang potensial berpeluang untuk berkarir di pemerintahan tingkat provinsi. Dari mekanisme semacam ini maka dapat lahir orang-orang yang memenuhi kualifikasi untuk jabatan yang tepat. “Pola seleksi terbuka ini merupakan wujud dari good governance dan clean government,” kata akademisi Universitas Syiah Kuala ini.
Namun, prestasi Irwandi menggagas sistem fit and proper test di periode lalu tak serta merta menoreh catatan yang mentereng. Lantaran, beberapa orang pejabat yang berada dalam ‘kabinet’-nya kala itu kemudian tersandung kasus hukum.
Sebut saja Kadis Pendidikan Aceh, Mohammad Ilyas yang jadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan sertifikat mampu baca Al Quran untuk lulusan sekolah dasar pada tahun 2009. Kemudian ada juga mantan kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh Paradis MSi selaku Bendahara Umum Aceh (BUA) yang jadi tersangka atas dugaan penyimpangan pengelolaan keuangan daerah Provinsi Aceh tahun 2011. Cela-cela ini tentu menjadi pembelajaran penting bagi pemerintahannya kini.
“Dalam perjalanannya, memang tak ada yang mampu menjamin pejabat itu akan tetap bersih nantinya. Baik gubernur maupun Tim Pansel sendiri tak bisa menjaminnya. Namun, pemerintah harus mampu membuktikan pada publik bahwa proses seleksi ini sudah transparan, menggunakan indikator yang terukur,” kata Saifuddin menanggapi hal tersebut.
Pengalaman ‘pahit’ ini tentu menjadi tantangan bagi Irwandi-Nova yang selama ini terus menggadang-gadang pemerintahan dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Koordinator MaTA, Alfian mengutarakan dua pertanyaan penting yang harus mampu dijawab oleh pemerintah. “Mampukah Irwandi memilih orang-orang yang terbaik dalam mewujudkan slogan Aceh Hebat? lalu mampukah ia memilih pejabat tanpa intervensi atau tanpa konflik kepentingan? Dua pertanyaan ini saya pikir sangat penting,” sebutnya.
Untuk dananya saja, proses seleksi kali ini juga menguras dana APBA Perubahan 2017 sebesar Rp2 miliar. Maka, masyarakat perlu terus memantau Tim Pansel bekerja dengan sebaik-baiknya. “Jika dari awal tim tersebut sudah ‘bermasalah’ maka harapan lahirnya pejabat-pejabat baru yang mampu membangun iklim birokrasi yang baik dan bersih menjadi sulit dicapai.”
Selain itu, MaTA menghimbau agar setiap tahapan kerja tim seleksi disampaikan secara terbuka kepada masyarakat. “Agar kita dapat memberikan masukan dan informasi terkait track record calon yang sedang diseleksi oleh tim, dan lebih penting untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan,” katanya.
Alfian menambahkan, Pemerintah Aceh juga perlu melakukan pelembagaan terkait rekrutmen pejabat tersebut. Hal ini menurutnya penting tidak hanya kali ini saja, akan tetapi ketika terjadi pergantian atau kekosongan jabatan, pola rekrutmennya tetap melalui jalur seleksi (pelembagaan).
Menyikapi pengalaman beberapa pejabat yang tersangkut kasus hukum, MaTA mendesak setiap orang yang telah terpilih itu wajib menandatangani pakta integritas. “Minimal memuat komitmen pengunduran diri apabila terlibat masalah hukum, asusila, narkoba dan berkinerja buruk dalam menjabat,” ujar dia.
PATISIPASI MASYARAKAT
Demi menghindari praktik penyimpangan dalam penjaringan pejabat eselon II ini, Jaringan Survey Inisiatif bekerjasama dengan Pemerintah Aceh membuka layanan pengaduan pesan singkat. Staf monitoring JSI, Sammy Khalifa melalui siaran persnya Kamis pekan lalu mengatakan, layanan ini adalah upaya melibatkan partisipasi masyarakat Aceh untuk ikut mengawal proses seleksi tersebut.
“Langkah ini untuk menjaga tim pansel agar benar-benar independen dalam menjalankan proses seleksi seusai dengan aturan yang sudah dibuat,” sebut Sammy.
Proses seleksi pejabat eselon II ini, harap dia, jangan hanya menjadi ajang formalitas dan pencitraan gubernur semata. Tapi harus benar-benar bersih dan terpilih sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
“Bagi masyarakat yang ingin melapor, JSI menyediakan nomor pengaduan untuk SMS dan Whatsapp ke 085260366668, data pelapor dijamin akan dirahasiakan,” janjinya.[]
Belum ada komentar