Pemerintah Aceh menandangani sederet MoU dengan investor, terutama bidang energi. Realisasinya kapan?
Kepemimpinan Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah di Pemerintah Aceh sudah hampir seratus hari kerja sejak dilantik pada 5 Juli 2017. Pemenang Pilkada 2017 ini mulai melakukan berbagai langkah untuk merealisasikan visi-misinya.
Selain merampungkan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) 2017, Irwandi juga getol menjalin kerjasama dengan berbagai investor, baik dalam maupun luar negeri.
Lihat saja aktivitas Irwandi belakangan ini. Ia mulai menjajakan tawaran investasi ke sejumlah negara. Salah satunya ia khusus datang ke Festival Indonesia 2017 di Moskow, Rusia pada 4 Agustus 2017. Itu adalah kunjungan resmi pertama Gubernur Aceh Irwandi Yusuf ke luar negeri. Di ibukota Rusia itu, ia menyampaikan sejumlah peluang investasi di Aceh yang masih sangat terbuka lebar. Ada empat sektor yang menjadi “penawaran” Irwandi, yakni pariwisata, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun, energi, dan agro industri.
“Gubernur mengajak para pengusaha di sana untuk berinvestasi di Aceh. Ada banyak peluang kerja sama yang dapat dilakukan dengan Pemerintah Aceh,” kata Kepala Biro Humas Pemerintah Aceh Mulyadi Nurdin, dalam siaran pers yang dikirim, Sabtu, 5 Agustus lalu.
Pengamat ekonomi, Rustam Effendi mengapresiasi gebrakan Irwandi mendatangkan inverstor ke Aceh. Hanya saja ia mengatakan tak cukup penandatangan MoU saja tanpa ada tindak lanjut. Irwandi ditantang untuk membuktikan bahwa MoU yang ia teken bukan janji-janji kosong.
Baca: Pemerintah Aceh Ajukan Rp 14,91 Triliun untuk APBA-P 2017
“Satu saja dulu dibuktikan untuk menjadi pemancing dan untuk menumbuhkan kepercayaan publik. Bukan hanya kepada publik Aceh tapi juga kepada investor lainnya,” kata Rustam kepada Pikiran Merdeka, Sabtu pekan lalu.
Ia menambahkan, jika yang terjadi hanya MoU tanpa ada kemajuan maka menumbuhkan pesimisme publik.
Meski usia pemerintahan ini masih tiga bulan, namun menurutnya langkah gubernur sudah bagus. Hanya saja, kini Irwandi–Nova harus berpikir bagaimana kerjasama kesepakat itu bisa diwujudkan secara nyata dan bukan lagi mimpi. “Itu kan (MoU) di atas kertas dan bagaimana komitmen itu bisa diwujudkan segera,” sambungnya.
Dalam kacamata akademisi Unsyiah ini, selama ini ada sesuatu yang salah di Pemerintah Aceh. Di mana, berbagai kerjasama akhirnya pupus begitu saja. Hal ini dikarenakan pemerintah belum bisa menjamin sepenuhnya kebutuhan penunjang investasi tersebut.
Berbagai kerjasama yang pernah dibuat pemerintah sebelumnya, kata Rustam, harus menjadi contoh. Dia mengatakan, pemerintah harus mencari di mana kelemahan selama ini dan kemudian memperbaikinya.
Selain itu, pemerintah juga perlu menunjukan keseriusan kepada investor dengan mempermudah investasi, mulai dari memangkas sejumlah regulasi yang memberatkan, proses perizinan, dan membantu segala kebutuhan lainnya.
Satu hal yang disoroti Rustam adalah adanya pihak yang bermain dalam sejumlah kesepakatan kerjasama dengan investor yang akhirnya gagal di Aceh. “Ada pihak yang mencari keuntungan pribadi, makanya selalu gagal di tengah jalan,” katanya.
“Jangan ada calo proyek untuk mencari keuntungan sesaat. Ayo kita ikhlas membangun Aceh,” seru Rustam. “Harus dimulai dengan dengan ketulusan, bukan kebulusan. Kalau ketulusan berarti tulus ingin melihat Aceh maju, kalau dengan kebulusan ini demi fulus.”
Baca: Aceh Sangat Terbuka untuk Berinvestasi
Rustam mengatakan, jika Pemerintah Irwandi-Nova serius membangun Aceh maka harus mampu merealisasikan berbagai MoU tersebut dalam bentuk investasi nyata di Aceh. Menurut dia, Aceh memang tak cukup hanya dibangun mengandalkan APBA.
“Niat baik Irwandi harus didukung oleh semua pihak. Ini demi masa depan anak cucu kita kelak. Karena, jalan atau tidak jalan bukan hanya kepada gubernur, tapi tanggung jawab semua pihak untuk membangun suasana yang kondusif di Aceh,” katanya.
Satu hal lagi keuntungan dengan adanya investasi yang masuk ke Aceh, ini juga untuk membuka lapangan kerja. “Swasta harus terlibat dalam pembangunan Aceh ke depan. Sayang juga melihat anak-anak kita lulusan Unsyiah tapi tidak ada pekerjaan,” ujar Rustam lagi.
“Irwandi harus memastikan bawahannya tidak bermain-main dalam menjalankannya. Harus dipanggil bupati dan walikota dan beri arahan untuk memastikan investasi ini berjalan sebagaimana isi MoU yang sudah diteken. Jika ada yang ketahuan menghambat dan bermain, maka berikan sanksi tegas,” pungkas Rustam.
BIDANG ENERGI
Dari sejumlah gebrakan yang dilakukan dalam seratus hari pertama, sepertinya salah salah satu fokus utama Pemerintah Aceh saat ini adalah mengatasi krisis energi listrik.
Pada 31 Juli 2017, Pemerintah Aceh melakukan penandatanganan Joint Venture atau kerjasama dalam pengelolaan energi panas bumi Seulawah untuk pembangkit listrik, yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA) dengan PT Pertamina Geothermal Energy.
Join Venture adalah kerjasama beberapa pihak untuk menyelenggarakan usaha bersama dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal ini PT Pertamina melalui anak perusahaannya PT Pertamina Geothermal Energy, PDPA, serta Pemerintah Aceh membentuk PT Geothermal Energy Seulawah (GES) untuk mengelola pembangkit listrik tenaga panas bumi di Seulawah, Aceh Besar.
Penandatanganan tersebut dilakukan oleh Direktur PDPA Muhsin, Direktur PT Pertamina Geothermal Energy Irvan Zainuddin, serta Gubernur Aceh Irwandi Yusuf.
Irwandi sendiri mengatakan, proyek ini sudah ditunggu-tunggu sejak enam tahun lalu. Ia berharap, proyek ini dapat diselesaikan dalam waktu 3,5 tahun atau maksimal 4 tahun ke depan, sehingga krisis listrik di Aceh dapat segera tertangani. “Semoga dengan penandatanganan ini gerak maju listrik di Aceh jangan ada kendala lagi,” ujar Irwandi.
Baca: Irwandi Tawarkan Investasi ke Pengusaha Turki
Tak hanya itu, Pemerintah Aceh telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan beberapa investor asal Turki dan Tiongkok.
Dua perusahan di Turki, Hitay Holding A.S dan Aksa Enerji Uretim A.S, yang bergerak dibidang energi melakukan MoU bidang proyek Geothermal dan pembangkit listrik tenaga gas bumi di Aceh.
Penanandatangan MoU itu berlangsung di sela-sela kunjungan delegasi Aceh ke Turki, belum lama ini. MoU tersebut diteken langsung oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf bersama Chairman Perusahaan Hitay Holding, Mehmet Emin Hitay dan Direktur Perusahaan Aksa Enerji Uretim, Nesim Ibrahimhakkioglu, serta Chairman Enersis, Sahin Uruc.
Selain dengan perusahaan Turki, Pemerintah Aceh juga menandatangani dokumen kerjasama dengan Perusahaan Cina Huadian HongKong Co, Ltd, yang akan melalukan investasi dalam bidang energi terbarukan di Aceh.
Pada kegiatan yang berlangsung Rabu (27/09/2017) di Jakarta itu, perusahaan Cina Huadian HongKong Co, Ltd menandatangani kerjasama investasi di Aceh yang difokuskan pada tenaga Hydro. MoU ini bertujuan untuk mengembangkan kapasitas listrik di Aceh sekitar 2.000 MW dengan total investasi sekitar 5 milyar USD.
Tak cukup menandatangani MoU dengan perusahaan Turki dan Tiongkok, Pemerintah Aceh kembali teken MoU dengan perusahaan Hongkong unutk sektor pembangunan listrik. Kali ini kesepakatan dibuat dengan perusahaan Prosperity International Holding (H.K) Limited di Hotel Borobudur Jakarta, Jumat pekan lalu.
Kerjasama dilakukan dalam bentuk investasi di sektor hidro power di Aceh, yaitu pembangunan pembangkit listrik sebesar 1.000 MW dengan biaya 3 miliar Dollar AS. Adapun lokasi investasi adalah di Tampur, Teunom, dan Woyla.
Prosperity International Holdings (H.K.) Limited ini adalah perusahaan yang terdaftar di Hongkong. Bisnisnya mencakup pertambangan di Kanada, Brasil, Malaysia dan Tiongkok, pembuatan semen, pelabuhan laut, PLTA di Indonesia dan properti di Tiongkok.
PERTAMINA MUNDUR?
Kabar mundurnya Pertamina sempat berembus awal pekan lalu. Kabar tersebut datang dari Ketua Komisi II DPR Aceh Nurzahri. Menurut dia, kerjasama itu terancam batal karena Pertamina tidak siap.
“Yang saya dengar infonya masih bermasalah. Saya tidak tahu juga inti masalahnya,” kata Nurzahri kepada wartawan, Jumat (29/9).
Dalam penjelasannya, DPRA pernah menanyakan kepada Dinas ESDM Aceh, PLN Rayon Aceh dan Pertamina Wilayah Aceh. Namun dalam pertemuan itu, mereka tidak bisa memberikan data perkembangan proyek tersebut. Nurzahri berjanji akan memanggil yang bertanggung jawab langsung proyek tersebut.
Namun, pernyataan Nurzahri langsung ditepis Irwandi. Saat ditemui Pikiran Merdeka di Mapolres Banda Aceh, Kamis 5 Oktober 2017, Irwandi dengan tegas mengatakan bahwa PT Pertamina Geothermal Energy masih komit dalam pengerjaan proyek Geotermal Seulawah Agam.
Baca: Pelesiran Dewan Berdalih Garap Investasi
Diakui Irwandi Yusuf, hingga sekarang belum ada laporan apapun terkait dengan isu tersebut. Karena, tegas dia, pihak PT Pertamina Geotehrmal Energy masih komit menjalankan proyek tersebut bersama PDPA.
“Tidak bisa mundur begitu saja. Mereka harus bayar denda kalau mundur. Lagian kalau mundur, saya dulu yang dihubungi. Ini kenapa angin yang dihubungi,” tutur Irwandi.
“Berita (pengunduran Pertamina) ini saya kategorikan berita angin. Tapi tidak apa, nanti saya cari sumber berita yang akurat. Jangan berita dari warung,” sambungnya.
Namun, saat ditanya kapan proyek tersebut akan dijalankan, Irwandi menyatakan pihaknya belum tahu dan hanya bisa menunggu. Diyakininya, investor yang sudah menjalin kesepahaman tersebut benar-benar merealisasikannya dalam waktu dekat.[]
Belum ada komentar