Desas-desus pembentukan kabinet baru di Pemerintah Aceh mulai membahana. Dua mekanisme mengemuka; fit and proper test dan job fit. Namun kabarnya, Irwandi tengah melakukan job fit bagii sejumlah pejabat.
Usia Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah hampir tiga bulan berjalan. Namun, janji Irwandi-Nova memperbaiki manajemen pemerintahannya belum terlihat. Secara terbuka, Irwandi di beberapa kesempatan mengatakan mutasi hanya akan dilakukan melalui lelang jabatan dan fit and proper test. Hal tersebut juga diregaskan Irwandi pada sidang paripurna DPR, Rabu (19/07), saat menjawab pertanyaan Ketua Komisi I DPR Aceh Ermiadi Abdul Rahman.
Kala itu, Ermiadi sendiri berharap, kepemimpinan Irwandi Yusuf–Nova Iriansyah tidak ’membudayakan’ serta melakukan mutasi jabatan berulang-ulang. Hal itu dikhawatirkan akan mengganggu implementasi rencana program kegiatan yang telah dirancang.
Namun, pada akhir Agustus lalu, Irwandi hanya melakukan rotasi tiga jabatan posisi eselon II di lingkup Setda Aceh. Hal ini jauh dari komitmen Irwandi melakukan seleksi jabatan secara terbuka melalui uji kepatutan dan kelayakan.
Desas desus bakal dirombaknya pejabat eselon II di jajaran Pemerintah Aceh dalam sebulan terakhir kembali terdengar. Informasi yang diterima Pikiran Merdeka dari beberapa sumber di lingkup Pemerintah Aceh, Gubernur Irwandi Yusuf telah mengirimkan surat usulan permohonan pergantian pejabat eselon II dengan mekanisme job fit. Surat tersebut kabarnya kini sudah berada di tangan Mendagri.
Tentu, Irwandi tak ingin diingat seperti label yang diberikan kepada pemerintahan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf. Salah satu hal yang paling diingat publik dalam lima tahun kepemimpinan Zaini Abdullah–Muzakir Manaf adalah kegemaran mereka memutasi ribuan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Doto Zaini tercatat 10 kali melakukan perombakan kabinet sejak memimpin Aceh pada 2012 lalu. Perombakan terakhir dilakukan kurang sebulan jelang ia turun tahta, yang melantik 33 pejabat eselon II. Padahal, 44 hari sebelumnya, Plt Gubernur Aceh telah melantik 62 pejabat eselon II di lingkup Pemerintah Aceh.
Sekda Aceh Dermawan menolak saat dikonfirmasi perihal kebijakan Pemerintah Aceh melakukan job fit kepada sejumlah pejabat eselon II. Saat dihubungi Pikiran Merdeka, Sabtu, 17 september 2017, ia buru-buru menutup telepon ketika disinggung kebijakan tersebut. “Saya sedang ada urusan keluarga,” jawab Dermawan, lalu memutus panggilan telepon.
Sementara Assisten III Setda Aceh, Kamaruddin Andalah mengatakan dirinya belum mengetahui adanya job fit. “Saya tidak tahu,” jawab Kamaruddin, Sabtu dua pekan lalu.
Ia menegaskan, Irwandi komit melakukan fit and proper test seperti janjinya beberapa waktu lalu. “Gubernur menyatakan akan melakukan fit and proper test dan akan diumumkan secara terbuka. Kalau perihal dilakukannya job fit, saya tidak tahu,” aku Kamruddin.
Fit and proper test atau uji kepatutan dan kelayakan ini sendiri mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menegaskan, pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga nonstruktural, dan istansi daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara job fit yang akan dilakukan adalah melakukan uji kelayakan dan kompetensi kepada pejabat yang saat ini menjabat. Job Fit ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) pasal 142 ayat 1 perihal pencapaian kinerja, kesesuaian kompetensi, dan berdasarkan kebutuhan instansi setelah mendapat persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian.
Gubernur Irwandi sendiri diketahui sudah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan panitia seleksi fit and proper test. Di dalamnya terdiri dari unsur internal Pemerintah Aceh, akademisi dan unsur profesional. Posisi tersebut antara lain diisi oleh mantan Sekda Aceh T Setia Budi dan Husni Bahri TOB, Ketua Badan Kepegawaian Negara (BKN) Makmur Ibrahim, dan Rektor Universitas Teuku Umar (UTU) Jasman Ma’ruf.
Ketua panitia fit and proper test, T Setia Budi kepada Pikiran Merdeka membenarkan dirinya bagian dari tim fit and proper test tersebut. Nantinya, tim tersebut akan menyeleksi seluruh pejabat eselon I dan II yang akan mengisi berbagai jabatan di Pemerintahan Aceh. Namun, ia mengaku tak tahu akan dilakukannya job fit oleh Pemerintahan Aceh dalam waktu dekat.
“Jika pun benar Pemerintah Aceh melakukannya tidak masalah, secara aturan job fit juga dibenarkan,” ujarnya meyakinkan.
Menurut dia, dalam mengisi pejabat di pemerintahan, mengacu kepada PP Nomor 11 Tahun 2017, dimana ada dua langkah yang bisa dilakukan. Yakni melakukan job fit dan fit and proper test.
Adapun pengisian jabatan pimpinan tinggi melalui job fit, dilakukan melalui evaluasi kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang dilakukan oleh tim evaluasi dibentuk oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), dan dikoordinasikan kepada PPK.
Kesalahan awal
Pengamat pemerintahan Dr Amri mengigatkan Irwandi untuk tidak melakukan kesalahan dengan melakukan job fit. Ia menyarankan gubernur melakukan fit and proper test atau seleksi terbuka untuk memilih pejabat SKPA di lingkungan Pemerintah Aceh.
“Saya belum lihat surat pengusulan job fit tersebut, namun jika benar seperti informasi yang berkembang, maka Irwandi telah melakukan kesalahan awal dalam manajemen pemerintahan,” ujar Dr Amri, Sabtu dua pekan lalu.
“Kalau dia melakukan job fit atau merotasi pekerjaan, artinya dia tidak memilih orang. Maka nggak mungkin akan mendapatkan the right man and the right place sesuai dengan visi misi dia. Kalau hanya dilakukan job fit, berarti Irwandi belum optimal melakukan reformasi birokrasi sehingga sangat sulit bagi Irwandi dalam mewujudkan visi-misi yang telah dijanjikan kepada rakyat Aceh. Kalau ini dilakukan, maka sama saja dengan melantik pejabat pemerintahan masa lalu,” tegas Amri yang menilai job fit bukan solusi untuk memperbaiki kinerja pemerintahan saat ini.
Menurut Direktur Center for Public Policy and Development Studies (CPDS@Aceh) ini, langkah awal yang mesti dilakukan Irwandi adalah memperbaiki manajemen internal Pemerintah Aceh. Kalau itu sudah dilakukan baru yang lain di eksternal, sepreti menjemput investasi untuk mendukung kemajuan pemerintahan Irwandi-Nova. Ia menuturkan, langkah awal untuk mewujudkan pembangunan Aceh yang baik adalah dengan menempatkan pejabat SKPA yang kompeten melalui mekanisme fit and proper test.
“Jadi janganlah Irwandi melakukan kesalahan awal dalam manajemen pemerintahannya. Untuk memperbaiki Aceh, harus diperbaiki dulu internal manajemen. Maksudnya, mulai dari Sekda harus dilakukan fit and proper test, selanjutnya asisten dan kepala SKPA,” terang doktor jebolan Universitas Padjajaran ini.
Hal ini dinilai sangat penting untuk bisa mewujudkan visi dan misi Irwandi-Nova yang pernah dijanjikan pada masyarakat saat kampanye dulu. “Jika Irwandi-Nova tidak menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat, maka visi dan misinya saat kampanye dulu akan menjadi omong kosong di kemudian hari,” katanya.
Fit and proper test sendiri menurut Amri, bukan berarti menggeser pejabat lama. Nantinya, saat dilakukan seleksi terbuka untuk mengisi berbagai jabatan, pejabat lama yang memenuhi kualifikasi dan punya kemampuan bisa ikut mendaftar kembali. “Kalau job fit (dilakukan) itu adalah kesalahan awal. Boleh dicatat ini,” tegas mantan sekretaris Program Pascasarjana Magister Manajemen Unsyiah ini.
Amri pun meyakini dengan fit and proper test nantinya akan diperoleh orang yang memiliki integritas dan berkompeten. Namun, jika job fit yang dilakukan, Amri menilai peluang tawar-menawar jabatan begitu besar. Transaksional jabatan akan terjadi. “Jika (job fit) benar dilakukan, kita takutkan malah jadinya tawar-menawar jabatan, bukan lagi lelang jabatan untuk mendapatkan orang yang punya integritas dan punya kompetensi,” sebutnya.
Ia pun menegaskan, penunjukan Sekda dan Kepala SKPA memang sejatinya adalah hak prerogatif gubernur. Maka, meski dilakukan fit and proper test dan memunculkan tiga nama yang diusulkan kepada gubernur, namun gubernur berhak memutuskan siapa yang akan dipilih menjadi “pembantunya”.
Amri lantas mengingatkan, mengacu kepada Undang Undang ASN Tahun 2014, panitia seleksi juga harus bebas dari jabatan politik di partai, baik sebagai pengurus aktif atau sebagai penasehat partai.
Sementara itu, T Setia Budi yang sempat dikabarkan menjadi penasehat di Partai Nasional Aceh (PNA) mengklarifikasi info tersebut. Ia mengaku sudah mundur dari jabatan tersebut. Diakui Setia Budi, persiapan fit and proper test tengah dilakukan. Namun ia enggan menjelaskan secara rinci.
“Kita akan tetap melakukan seleksi terbuka bagi pejabat eselon I dan II seperti janji yang pernah disampaikan oleh gubernur dalam beberapa kesempatan,” janji mantan Sekda Aceh ini.[]
Belum ada komentar