Pasangan calon gubernur/wakil gubernur yang maju dari jalur Parpol dinilai punya peluang lebih kompetitif untuk memenangkan Pilkada. Hal ini dikatakan Teuku Kemal Pasya setelah menilik enam pasangan calon yang akan maju dalam Pilkada Aceh. Tiga di antaranya maju dari jalur independen.
“Pasangan dari jalur independen tak punya kans untuk memenangkan Pilkada karena tak didukung mesin yang kuat. Mereka hanya akan menjadi cheerleader di Pilkada,” ungkap Kemal, Jumat, 12 Agustus 2016.
Kemal menilai, Pilkada Aceh akan menjadi pertarungan dua kekuatan nasional melawan kekuatan partai lokal. Yakni kekutan Partai NasDem, Partai Demokrat, dan Partai Aceh.
Ia meyakini, Pilkada kali ini akan berlansung ketat di atara tiga pasangan yang diusung Parpol. Jika terjadi kemenangan, pun tidak dengan margin yang begitu tinggi.
Munculnya kandidat independen, menurut dia, ikut menggerus suara Mualem. “Ini dikarenakan figur yang muncul tersebut berasal dari kalangan eks GAM,” katanya.
Menurut Kemal, Tarmizi Karim memilih wakil yang tepat ketika memilih Zaini Djalil. Alasannya, dari segi sektoral memiliki jumlah pemilih yang besar. Sementara Irwandi sebenarnya “keliru” dalam memilih wakil Nova yang dianggap representasi wilayah tengah. Nova juga dinilai tak mampu mengumpulkan suara dari wilayah tengah.
Akademisi dari Universitas Malikussaleh ini menilai, untuk figur wilayah tengah, Nasaruddin yang menjadi wakil Zaini Abdullah lebih mewakili masyarakat dataran tinggi gayo.
“Nova mantan balon Cawagub yang mendampingi Muhammad Nazar di Pilkada 2012. Terbukti ia menjadi kartu mati dan tak mampu mendongkrak suara Muhammad Nazar kala itu,” katanya.
Ia menilai, untuk patron politik nasional saat ini bisa disebut yang paling kuat adalah patron politik Surya Paloh dengan Prabowo. Antara Partai NasDem dan Partai Gerindra. “Siapa di antara kedua partai ini yang punya kekuatan finansial, dia yang akan menang,” terangnya.
Dari ketiga pasangan dari Parpol, menurutnya, punya sisi kompetitif yang tinggi. “Sulit menebaknya karena tak akan beda jauh marginnya,” sambung Kemal.
Kemal menyebutkan, walaupun pada Februari lalu Irwandi di posisi teratas survei, itu tak menjadi patokan Irwandi yang bakal lebih unggul dalam perolehan suara di Pilkada. Apalagi pada saat itu para pemilih belum disodorkan pasangannya.
“Saya menilai sebulan sebelum pemilihan, kita baru bisa menilai siapa yang lebih unggul di atara calon tersebut. Bagaimana pasangan calon ini membangun citra mereka menjelang pemilihan.”
Sealin itu, incumbent yang paling kuat adalah Mualem, karena Doto Zaini bukan masanya lagi. Sementara itu, kekuatan Mualem juga berasal dari Partai Aceh, bukan berasal dari figur dirinya sendiri. Menyangkut peluang petahana, tegas Kemal, tak serta merta punya kans besar menang karena tak menunjukkan prestasi pada saat memimpin Aceh.
Deklarasi akbar pasangan Mualem-Khalid yang digelar di Banda Aceh dan dihadiri oleh pimpinan Parpol dinilai hanya salah satu politik citra. “Kita lihat saja apakah strategi itu memberikan kesan kepada masyrakat,” tutup Kemal.
Hal berbeda disampaikan pengamat politik dari Universitas Syiah Kuala, Effendi Hasan. Ia menilai, semua calon punya potensi untuk menang karena punya basis massa yang merata. “Semua calon ini tentu sudah mengukur peluang mereka sendiri, dan tak bisa dipungkiri semua masih punya kemungkinan untuk menang,” kata Effendi Hasan, Jumat pekan lalu.
Disebutnya, para figur yang maju rata-rata berasal dari mantan kombatan membuat para pasangan calon punya nilai plus masing-masing. ”Bahkan, meski Tarmizi Karim–Zaini Djalil tak berasal dari mantan GAM, namun pasangan ini juga didukung oleh tokoh GAM yang berpengaruh, Sofyan Dawood,” jelas Effendi.
Selain itu, Abdullah Puteh juga memilih wakilnya Sayed Mustafa yang berasal dari pantai barat. Diyakini, sebagian suara pemilih di wilayah tersebut akan diperoleh kubu Abullah Puteh-Sayed Mustafa.
Sementara dua pasangan yang memilih wakil dari wilayah tengah, yakni Nasaruddin yang menjadi wakil Zaini Abdullah dan Nova Iriansyah sebagai wakil Irwandi Yusuf. Meski begitu, Effendi memprediksi pertarungan meraih suara akan lebih kuat di wilayah timur-utara Aceh.
Ia menilai, peluang Irwandi juga terbilang besar. Hal itu menilik prestasi yang ditorehkan Irwandi selama menjabat Gubernur Aceh.
Namun, Effendi menilai kandidat incumbent akan sedikit lebih unggul dibanding calon lainnya. Hal ini merujuk pada lebih 200 Pilkada serentak pada 2015 yang dimenangkan oleh mayoritas incumbent.
“Kandidat icumbet ini ada dua, Doto Zaini dan Mualem. Dan keduanya punya modal kuat. Menurut saya, di antara kedua pasangan inilah yang akan mampu memenangkan Pilkada Aceh 2017,” ujar Ketua Jurusan Ilmu Politik Unsyiah ini.
Doto Zaini sebagi petahana diuntungkan karena punya modal yang kuat. Selain itu, ia juga dapat memanfaatkan posisinya untuk mempengaruhi dalam setiap kebijakan. Bahkan, selama belum mengajukan cuti kampanye, Doto Zaini akan punya kemudahan dalam kampanye gratis.
Selain itu, Efeendi menilai, Doto Zaini juga memiliki pasangan yang tepat. “Selain sebagai bupati yang masih menjabat, Nasaruddin juga punya ketokohan di wilayah tengah.“
Di sisi lain, ia menilai Mualem sebagai petahana juga punya peluang. Selain punya kekuatan finansial, hal ini disebabkan Mualem sebagai Ketua Partai Aceh. Dengan dukungan Partai Gerindra dan sejumlah partai lain, Effendi meyakini Mualem akan menjadi penantang serius Abu Doto.
“Mesin Partai Aceh yang sudah teruji dalam beberapa kali Pemilu juga menjadi salah satu alasan mengapa Mualem dan Abu Doto yang layak diunggulkan di Pilkada mendatang,” ungkap Effendi.
“Meski Abu Doto maju dari jalur independen, ini tak terlalu berpengaruh, karena tim nya juga sudah kuat. Apalagi ditambah berbagai kelebihan yang dia miliki dengan memanfaatkan posisi gubernur.”
Effendi menambahkan, berdasarkan analisanya, Abu Doto akan unggul dalam Pilkada mendatang.[]
Belum ada komentar