Sederet janji diumbarkan Mawardi Ali dan Husaini A Wahab saat kampanye dulu. Satu persatu janji ‘pasangan putih’ ini mulai ditagih masyarakat Aceh Besar.
Kepemimpinan Mawardi Ali dan Husaini A Wahab di Aceh Besar sudah hampir setahun. Pasangan bupati/wakil bupati ini dilantik oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf pada 10 Juli 2017 dalam sidang paripurna istimewa di gedung DPRK Aceh Besar.
Desakan yang menyinggung janji-janji mereka mulai bermunculan belakangan ini. Tuntutan agar pasangan tersebut bisa segera merealisasikan janjinya juga datang dari kalangan pendukungnya sendiri.
Salah satu janji kampanye yang saat ini mencuat adalah penempatan kepala dinas yang profesional dan bebas dari unsur nepotisme. Hal itu seiring proses seleksi terbuka lelang jabatan eselon II untuk mengisi jabatan kepala dinas dan badan di jajaran Pemkab Aceh Besar yang sedang berjalan.
Lelang jabatan ini merupakan kali pertama dilakukan pasangan Mawardi Ali dan Husaini A Wahab, meskipun beberapa waktu lalu sudah pernah melantik pejabat eselon III dan beberapa pejabat eselon II.
Berdasarkan pengumuman yang tertera di Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Aceh Besar, diketahui Pemkab Aceh Besar melelang 17 jabatan eselon II yang dibuka sejak 11 April 2018.
Posisi-posisi tersebut, yakni Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, serta Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Kemudian, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kepala Dinas Pangan, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kepala Dinas Pendidikan Dayah, Kepala Dinas Pertanahan, Kepala Dinas Pertanian, Kepala Dinas Syariat Islam, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah.
Sekda Aceh Besar yang juga ketua panitia seleksi (Pansel) Drs Iskandar MSi, awal Januari lalu mengatakan, lelang jabatan tersebut dilakukan setelah pihaknya mendapatkan rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Kata dia, izin tersebut diberikan untuk belasan jabatan eselon II yang saat ini sedang kosong.
Sekda mengatakan, Bupati Mawardi Ali menginginkan lelang jabatan dilakukan tak berulang-ulang. Hal ini mengingat ada beberapa SKPD akan masuk dalam masa pensiun. “Jadi biar tidak dua kali kerja karena ada beberapa yang pensiun. Sementara yang lainnya mungkin akan digeser dulu sehingga jabatan itu lowong untuk dilelang,” kata Iskandar.
Atas kekosongan itu pula, kini Mawardi Ali kembali merekrut pejabat SKPK yang berkompeten di bidangnya. Dari sejumlah pendaftar, diketahui terdapat beberapa wajah lama yang pernah menjabat sebagai Kadis di jajaran Pemerintah Aceh Basar.
Mawardi Ali ditutut untuk menempatkan orang-orang profesional dalam kabinet kerjanya. Hal itu sesuai janji Mawardi dalam debat kandidat saat mencalonkan diri sebagai bupati. Kala itu, Mawardi berjanji akan menempatkan kepala dinas yang ahli di bidangnya, terutama di dinas-dinas prioritas. Malah, Mawardi menegaskan bahwa dirinya tidak akan memerikan jabatan kepada orang-orang dekat, apalagi untuk alasan balas jasa.
“Jabatan bagi nomor urut satu harus profesional, apalagi untuk jabatan SKPD prioritas seperti dinas pendidikan, minimal kita akan menempatkan doktor,” tegas Mawardi Ali, kala itu.
Setelah hampir setahun menjabat, banyak kalangan menuntut janji tersebut. “Sekarang saatnya janji itu ditepati,” ujar anggota DPRK Aceh Besar Muslem M Asyek kepada Pikiran Merdeka, Rabu (11/4).
Polisi PDA ini menambahkan, Komisi I DPRK Aceh Besar akan melakukan monitoring dan pengawasan agar proses penjaringan terhadap calon kepala dinas dilakukan secara objektif dan transparan. “Kita akan mengawasinya. Komisi I akan melakukan rapat terkait mekanisme pengawasan,” katanya.
Muslem mengatakan, pihaknya menginginkan seleksi ini berjalan sesuai dengan mekanisme dan tidak ada intervensi dari pihak manapun. Sehingga, pejabat yang nantinya menjadi kepala SKPK benar-benar orang yang mampu dan sesuai dengan janji bupati.
“Seleksi jabatan ini harus mengutamakan ahli di bidangnya, bukan ahli famili. Untuk itu bupati harus membuktikan janjinya yang diumbar-umbar saat kampanye dulu,” tegas Muslem.
Untuk itu, kata Muslem, pihaknya meminta panitia seleksi dapat melaksanakan tugasnya sesuai aturan dengan mengabaikan interpensi pihak manapun. “Semua persyaratan, baik latar belakang pendidikan, pengalaman kerja maupun pangkat harus dilihat,” pungkasnya.
REKRUTMEN INPROSEDURAL
Selain melakukan lelang jabatan eselon II, Pemkab Aceh Besar juga sedang melelang jabatan direktur PDAM Tirta Mountala. Tim ahli kelayakan dan kepatutan telah mengumumkan tujuh nama lolos dalam seleksi administrasi calon Dirut PDAM Tirta Mountala.
Sebagaimana yang tertuang dalam surat dengan No.03/TS/PDAM-TM/2018, mereka yang lolos tersebut masing-masing Ir Efendi MT, Salman ST, Ir Teuku Syahrul, Dra Rosmala, Sulaiman ST, Drs Syarifuddin M Ali, dan Ir BUsrizal Faisal MT.
Dalam surat tersebut dikatakan, peserta yang lulus seleksi administrasi merupakan yang memenuhi persyaratan sesuai pedoman umum seleksi calon direksi PDAM.
Selanjutnya, peserta lolos seleksi tahap administrasi akan melakukan registrasi ulang 5-12 April 2018. Sementara uji kelayakan dan kepatutan akan dilaksanakan pada 16 hingga 18 April 2018 mendatang. Kemudian pada tanggal 19 hingga 20 April, akan dilaksanakan psikotes terhadap peserta yang lolos.
Belakangan, seleksi calon pimpinan perusahaan milik daerah ini mendapat sorotan dari Lembaga Swadaya Masyarakat dan anggota dewan.
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mensinyalir perekrutan Direksi PDAM Tirta Montal hanya dilakukan sebagai formalitas semata. Kuat dugaan, sudah ada orang khusus yang disiapkan menjadi direksi perusahaan daerah tersebut.
“Dalam perekrutan ini, persyaratan yang ditetapkan oleh Pemerintah Aceh Besar tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku,” kata Baihaqi, Koordinator Bidang Hukum dan Politik MaTA.
Memang, Pemkab Aceh Besar mengaku menggunakan sejumlah dasar hukum dalam proses seleksi ini, di antaranya Permendagri Nomor 2 Tahun 2007 tentang organisasi dan kepegawaian perusahaan daerah air minum, Permendagri Nomor 54 Tahun 2017 tentang badan usaha milik daerah, Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor 6 Tahun 2005 tentang perusahaan air minum daerah, serta beberapa aturan lainnya. “Namun, dalam persyaratan yang dibuat, Pemkab Aceh Besar tidak mengakomodir aturan yang dijadikan dasar hukum itu,” sebut Baihaqi.
Dalam Permendagri Nomor 2 Tahun 2007, kata Baihaqi, sudah sangat jelas mengatur tentang ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh calon direksi perusahaan daerah air minum. Pada pasal 4 huruf (b) disebutkan, calon direksi harus mempunyai pengalaman kerja 10 tahun bagi yang berasal dari PDAM atau mempunyai pengalaman kerja minimal 15 tahun mengelola perusahaan bagi yang bukan berasal dari PDAM yang dibuktikan dengan surat keterangan (referensi) dari perusahaan sebelumnya dengan penilaian baik.
“Sedang persyaratan yang ditetapkan Pemkab Aceh Besar, salah satunya menyebutkan mempunyai pengalaman kerja 5 tahun di bidang manajerial perusahaan berbadan hukum yang dibuktikan dengan surat keterangan dari perusahaan tempat bekerja sebelumnya,” katanya.
Menurut Baihaqi, persyaratan yang ditetapkan Pemerintah Aceh Besar terlalu sederhana. “Mereka seperti sengaja membuat celah agar orang khusus yang diduga telah disiapkan lulus dengan sempurna,” ujar Baihaqi.
MaTA melihat, hampir setiap perkrutran calon direksi PDAM di Aceh minim perhatian masyarakat luas. “Mungkin ini yang membuat Pemkab Aceh Besar nekat menyelenggarakan rekrutmen tanpa memperhatikan ketentuan yang ada,” katanya.
Untuk itu, lanjut Baihaqi, pihaknya mendesak Bupati Aceh Besar untuk mereview kembali persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga benar-benar terpilih orang yang tepat sebagai direksi PDAM Tirta Montala.
Terpisah, Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin SH juga mempertanyakan proses seleksi calon direktur PDAM Tirta Mountala, Aceh Besar. Ia mensyinyalir ada ketidakwajaran dalam proses dan syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah Aceh Besar.
“Seleksi Direktur PDAM di Aceh Besar saat ini menimbulkan pertanyaan banyak pihak. Sejauh ini banyak ditemukan ketidakwajaran yang harus diklarifikasi,” ujar Safaruddin kepada Pikiran Merdeka, Jumat (13/4) pekan lalu.
Safaruddin juga menyoroti persyaratan calon Dirut PDAM Tirta Mountala. Menurutnya, ada beberapa poin yang tidak sesuai dengan aturan Pemendagri Nomor 2 Tahun 2007.
“Dasar hukumnya menggunakan Permen dan PP, tapi dalam pelaksanaannya tidak mengakomodir semua ketentuan yang tercantum dalam aturan tersebut,” terangnya.
Selain itu, Safar juga mempertanyakan kedudukan Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Besar dalam tim ahli uji kelayakan dan kepatutan Direksi PDAM Tirta Mountala. “Di sini posisi Sekda sebagai sekretaris, dan ketua tim dijabat oleh akademisi yang bukan dari pemerintahan,” kata Safar.
Untuk itu, sambung Safar, ia meminta Pemkab Aceh Besar untuk meninjau ulang proses perekrutan tersebut. “Kalau tidak mau bermasalah, ya laksanakan seleksi jabatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tegasnya.
Ketua Komisi III DPRK Aceh Besar, Abdul Muthalib berharap, pemilihan calon Direktur Utama PDAM tersebut dilakukan secara profesional dan prosedural.
Sebab, sampai saat ini banyak pihak yang mengincar posisi strategis tersebut. “Proses seleksi harus dilakukan secara professional dan bersih dari praktik KKN,” ujar politisi PNA ini.
Kata dia, pihaknya sangat menaruh harapan besar agar Dirut definitif yang terpilih nantinya benar-benar orang yang paham dengan masalah PDAM. Pasalnya, lanjut Abdul Muthalib, sebagagai perusahaan milik daerah, PDAM harus dapat membawa PAD sesuai yang ditargetkan.
“Selain harus membawa PAD, Dirut definitif juga harus mampuni dan bisa mengelola PDAM secara maksimal. Karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” tegasnya.[]
Belum ada komentar