PM, Banda Aceh – Hingga akhir tahun 2013, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menemukan 61 kasus dugaan korupsi di Aceh. Dari jumlah tersebut total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp.513 miliar lebih. Koordinator MaTA, Alfian, mengatakan potensi kerugian terbesar atas kasus korupsi terjadi di Kota Sabang dan Kabupaten Aceh Utara.
“Dari dua kasus indikasi korupsi, potensi kerugian di Sabang mencapai 249 miliar lebih . Sedangkan Aceh Utara sekitar 226 milyar lebih dengan 8 kasus,” katanya didampingi Koordinator Bidang Advokasi Korupsi MaTA, Baihaqi, Kamis, 16 Januari 2014, pada acara konferensi pers kilas balik penegakan hukum kasus korupsi tahun 2013 di Kantor MaTA, Banda Aceh.
Menurutnya, dua kasus yang menjadi sorotan di Sabang yakni kasus dugaan korupsi pada Badan Pengusahaan Kawasan Bebas Sabang (BPKS) dan kasus indikasi Korupsi pengadaan mesin kapal wisata milik Pemerintah Kota Sabang pada tahun 2010.
“Kasus dugaan korupsi BPKS sudah ditangani oleh (Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2012 lalu dan sudah masuk kepada penetapan tersangka pada tahun 2013. Kalau soal pengadaan kapal, kasus ini diduga tidak sesuai spesifikasi teknis dan baru ditangani tahun 2013. Perkiraan kerugiannya mencapai Rp. 400 juta,” ujarnya.
Untuk Aceh Utara, kata Alfian, dari delapan kasus dugaan korupsi yang mencuat, kasus bobolnya Kas Daerah milik Pemerintah Kabupaten Aceh Utara senilai Rp. 220 miliar menempati posisi pertama yang mengundang kerugian terbesar. Disusul dengan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Umum Cut Mutia (RSUCM) sebesar Rp. 3,5 milyar dan beberapa kasus lainnya seperti kasus dugaan korupsi di Badan Persatuan Sepak Bola Aceh Utara, cetak sawah barus sebesar 150 hektare dan lain-lain.
“Dua tersangka atas kasus bobolnya kas Pemkab itu sudah masuk daftar pencarian orang (DPO). Keduanya itu mantan Bupati dan Wakil Bupati Aceh Utara. Sedangkan kasus indikasi korupsi di RSUCM tersangka sudah bebas, namun kasus masih berlanjut hingga saat ini karena dalam proses kasasi. Kita juga sudah menyampaikan surat dan berkas bandingan kepada Mahkamah Agung soal ini,” katanya.
Sementara itu, Koordinator Bidang Advokasi Korupsi MaTA, Baihaqi, mengatakan dari sederet kasus yang termonitor oleh pihaknya sampai akhir tahun 2013, masih ada dua puluh enam kasus dugaan korupsi yang sama sekali belum ditetapkan jumlah kerugian negara. Hal yang sama juga terjadi pada tersangka, dari 61 kasus yang ada, baru 44 kasus yang sudah ada tersangkanya.
“Artinya ada 17 kasus lagi yang sama sekali belum ditetapkan tersangkanya. Maka perkiraan kita ditahun 2013 tingkat kasus dugaan korupsi bisa naik mencapai 50 persen. Sebab ada kasus-kasus yang memang penanganannya baru dimulai pada tahun tersebut, baik proses penyelidikan maupun penyidikannya,” ujarnya.
Guna mempercepat proses hukum atas tindak pidana kasus korupsi, kata Baihaqi, MaTA merekomendasikan agar aparat penegak hukum melakukan koordinasi yang jelas dengan pihak BPKP dan BPK dalam menghitung indikasi kerugian negara.
“Harus ada persamaan persepsi antara justicia. Jadi kasus korupsi yang ada tidak terkesan di peti eskan seperti kasus pajak di Bireun dan kasus pembangunan tanggul di Langsa. Sudah sekian lama terjadi namun belum tuntas sampai sekarang,” katanya. [PM.008]
Belum ada komentar