Polda dinilai masih belum menghasilkan apa-apa dalam menangani kasus dugaan korupsi pengadaaan alat perangkap hama kopi di Bener Meriah, meskipun penyidikan sudah tiga bulan berlalu.
Penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan proyek atraktan senilai Rp48 miliar di Bener Meriah masih mengendap di meja Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Aceh.
Padahal, tim penyidik tipikor Ditreskrimsus Polda Aceh sudah turun ke Bener Meriah pada 22 Maret lalu. Saat itu, Kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bener Meriah digeledah. Para penyidik membawa berbundel dokumen setelah satu jam berada di kantor tersebut. Baca: Polisi Geledah Kantor Dishutbun Bener Meriah
Selain menyita sejumlah dokumen, para pihak yang terlibat juga dimintai keterangan. Di tubuh Dishutbun Bener Meriah, diperiksa diantaranya Kadis, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP), dan Ketua Pokja ULP. Selanjutnya konsultan perencanaan, rekanan, dan pihak-pihak terkait lainnya.
Kinerja Polda saat itu patut diapresiasi. Namun tiga bulan berlalu, belum ada hasil apa-apa dari aparat kepolisian. “Kita belum bisa mengekspos. Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan,” kata Direskrimsus Polda Aceh, Zulkifli, kepada Pikiran Merdeka, Jumat (24/06/16).
Sebagaimana diberitakan Pikiran Merdeka edisi 112 (22–28 Februari 2016) dalam laporan utamanya berjudul “Hama Kopi Beraroma Korupsi Rp48 M”, proyek bantuan perangkap hama kopi dengan Pagu Rp48 miliar itu ditemui sarat kejanggalan sejak pengusulan program.
Ironisnya, paket bantuan tersebut tidak sesuai kebutuhan petani kopi di Dataran Tinggi Gayo, namun tetap dipaksakan demi memperoleh kucuran dana puluhan miliar dari Pemerintah Pusat. Ditengarai juga ada permainan dalam menentukan perusahaan pemenang tender proyek.
Proyek yang dikerjakan PT Jaya Perkasa Group itu, dalam pelaksanaanya, terindikasi mark-up harga di atas 75 persen. Dalam menentukan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), Pejabat Pembuat Komitmen Dishutbun Bener Meriah menetapkan harga per set atraktan Rp107 ribu atau sesuai pagu yang dikeluarkan Dirjen Perkebunan. Dalam APBN 2015, pagu anggaran untuk membelanjakan 450 ribu set atraktan diplot Rp48 miliar.
Baca: Aroma Korupsi Rp48 Miliar di Bener Meriah
PT Survindo Global selaku penyuplai barang untuk perusahaan pemenang tender, mematok harga satu paket atraktan bermerek Koptan seharga Rp57.000. Dalam lelang tersebut, PT Jaya Perkasa Group menawar Rp47.137.500.000, atau hanya membuang Rp1 miliar dari pagu.
Jika dirincikan, harga per set atraktan yang ditawarkan perusahan itu sebesar Rp104.750 atau hanya Rp2.250 berkurang dari HPS. Dengan nilai penawaran sebesar itu, PT Jaya Perkasa Group hanya membelanjakan Rp25,6 miliar untuk 450 ribu set Koptan ditambah PPN 10 persen dari total anggaran Rp48 miliar lebih. Sementara sisanya menjadi keuntungan rekanan—keuntungan tidak wajar dengan angka fantasitis yang merugikan keuangan negara.
Harus Dikorsup KPK
Koordinator Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian mengatakan Polda sebenarnya sudah punya petunjuk awal dalam menangani kasus dugaan korupsi pengadaan proyek atraktan Rp48 miliar, yaitu pemberitaan sejumlah media lokal terkait kasus tersebut.
“Kewajiban penyidik untuk memastikan informasi itu (pemberitaan media), sehingga itu ada sebuah kepastian hukum,” kata Alfian, kepada Pikiran Merdeka, Jumat (24/06/16).
Lambatnya penanganan kasus tersebut menurut Alfian semakin menambah catatan merah bagi penegak hukum di Aceh. “Di tingkat nasional, Aceh menempati peringkat lima tertinggi kasus macet, baik di kepolisian maupun kejaksaan,” ungkapnya.
Jika kepolisian tidak segera mengubah pola kerja, tegasnya, hal tersebut akan berdampak pada instutusi publik lainnya, di mana Aceh selama ini termasuk dalam daerah yang lemah soal penanganan kasus korupsi.
“MaTA sendiri dari kemarin sudah mendorong Kabareskrim, Direskrimsus, Kejagung, Korsup KPK, supaya kasus-kasus yang macet ini dikoordinasikan ke daerah,” ujar Alfian.
Campur tangan Pusat itu diperlukan karena selama ini, dinilai MaTA, kasus-kasus yang masuk ke Polres atau Polda, tidak pernah diketahui oleh Mabes Polri. “Kalau mereka (Mabes Polri) tahu, hasilnya akan beda,” Alfian meyakinkan.
Selama ini, katanya, belum ada satu sistem dari Mabes Polri yang dapat memonitor kasus-kasus di daerah. MaTA sempat mengusulkan Polri untuk membangun satu aplikasi khsusus guna mengawasi kasus-kasus di daerah.
Di sisi lain, sebutnya, jika memang SDM penyidik kepolisian maupun kejaksaan lemah, dua lembaga itu bisa meminta bantuan Koordinasi-Supervis Komisi Pemberantas Korupsi (Korsup KPK). “KPK sudah siap untuk itu,” tegas Alfian.
Di Aceh, menurut MaTA, ada dua kasus korupsi yang di-korsup KPK, kasus korupsi pengadaan armada pemadam kebakaran oleh Dinas Pendapatan dan Kekayaan Aceh sebesar Rp17,5 miliar yang bersumber dari APBA 2014 dan dan kasus penggelapan pajak Bireuen dengan kerugian negara mencapai Rp28 miliar.
“Sekarang, kalau Polda Aceh mengatakan penangangan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan atraktan Bener Meriah itu masih pra-lidik, artinya, itu belum ada hasil apa-apa.”
Baca: Mengusut Kasus Atraktan Rp48M
Alfian bahkan meluruskan, dalam prores penyelidikan suatu kasus tindak pidana korupsi, tidak ada istilah “pra-lidik”, yang ada penyidikan.
Menurutnya, kasus atraktan itu sudah lama berlalu dan sejatinya mudah dalam pengumpulan barang bukti. Sebab alat buktinya bukan bersifat uang yang bisa dihilangkan, tetapi bukti yang dapat dilihat langsung dengan mata, yaitu atraktan yang tidak dipakai oleh petani.
“Kasus itu terkait dengan dana APBN dan peluang adanya korupsi sangat besar, karena proses pengawasan APBN di daerah sangat lemah. Kecuali ada ketangkap basah KPK, baru nanti ditelusuri dananya,” urai Alfian.
Lebih jauh dia menilai, penanganan kasus atraktan itu ujung-ujungnya akan beralih ke Kejati, berdasarkan kasus-kasus serupa yang pernah ditangani Polda sebelumnya.
“Artinya, kalau kita mulai langsung di Kejati, kita sudah melalui satu tahapan. Makanya kami sekarang jarang melaporkan kasus ke Polda. Kecuali ada kasus yang diambil Polda, maka akan kita dorong.”
Sebuah kasus sebaiknya harus langsung ke Kejati, menurut Alfian, karena setiap kasus akan mencapai klimaks di kejaksaan nantinya, terlepas hasilnya akan ke pengadilan atau tidak.
“Dan kasus atraktan ini bisa dilihat nantinya, kalau pun berjalan di Polda, pasti akan bolak-balik berkasnya dengan Jaksa, sehingga membuat penanganannya lebih lama lagi,” prediksi Koordinator MaTA ini.
Ia berharap dengan terpilihnya Kapolri baru, Tito Karnavian, kinerja Polda dapat dibenah, karena ia seorang polisi yang dinilai bersih. “Saya yakin, dia bisa membenahinya,”tutup Alfian.[]
Belum ada komentar