MaTA: Dugaan Korupsi di Kemenag Aceh Dilakukan Berjamaah

Kantor Kementrian Agama, Wilayah Provinsi Aceh. (Photo Pikiran Merdeka/Oviyandi Emnur)
Kantor Kementrian Agama, Wilayah Provinsi Aceh. (Photo Pikiran Merdeka/Oviyandi Emnur)

Berdasarkan analisis Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), indikasi korupsi yang terjadi dalam Perencanaan Gedung Kemenag Aceh dilakukan secara berjamaah. “Penyimpangan sejak mekanisme tender mengindikasikan bahwa indikasi korupsi itu tidak berdiri sendiri. Ini tentunya ada arahan dari pihak pimpinan,” ujar Koordinator Badan Pekerja MaTA, Alfian, Jumat, 12 Mei 2017.

Karena itu, lanjut dia, kasus tersebut perlu dikawal agar aktornya terungkap. “Semua yang terlibat harus disikat. Jangan ada yang tinggal. Dalam kasus pengadaan barang dan jasa seperitu biasanya Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pasti kena. Kalau tidak, kejaksaan harus bisa memberi klarifikasi kenapa KPA tidak kena. Kita perlu ingat, kasus korupsi seperti ini tak pernah berdiri sendiri,” tambah Alfian.

Ia juga meminta jaksa menelusuri aliran dana dari proyek tersebut. Dalam hal ini, aktor rasuah diketahui pintar bermain dan sangat hati-hati. “Ini juga perlu diusut, jangan diabaikan. Ini jarang sekali ditelurusuri oleh kejaksaan. Dalam kasus ini (Kemenag) kita berharap, jika ada kerugian negara, pihak kejaksaan bisa menelusurinya, termasuk kemungkinan pimpinan menerima aliran dananya. Itu harus diusut,” imbuhnya

Dalam membedah kasus tersebut, kata Alfian, pihaknya masih mendalami peran dan keterlibatan masing-masing pihak. “Kami komit untuk mengawal kasus ini hingga tuntas,” sambungnya.

Berdasarkan penelusuran Pikiran Merdeka, dalam kasus itu, kuat duagaan sejak proses pengusulan anggaran hingga tender adanya kongkalikong pejabat tekait dengan rekanan pemenang lelang. Indikasi itu tercium sejak munculnya proyek tersebut dalam DIPA 2015. Anggaran pengadaan konsultansi perencanaan sebelumnya tidak masuk DIPA 2015, namun kemudian disisipkan melalui revisi DIPA 2015 yang dilakukan pada akhir tahun. Hal ini menyiasati edaran Menteri Keuangan Nomor S-841/MK.02/2014 tanggal 16 Desember 2014 yang melarang adanya pembangunan gedung negara untuk tahun 2015.

Indikasi adanya campur tangan orang kuat di internal Kemenag Aceh pun sulit dibantahkan. Kalau tidak, mustahil proses pelelangan jasa konsultan perencanaan itu bisa dilakukan pada akhir tahun.

Lalu adanya dugaan pengaturan jadwal pelelangan yang dikondisikan sesingkat mungkin dan tanpa mengikuti ketentuan serta tahapan yang tercantum dalam Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa. Seperti penyimpangan terhadap masa tayang jadwal pengumuman lelang, jadwal pengumuman lelang mulai tanggal 17 November 2015 pukul 22.45 WIB s/d 20 November 2015 pukul 23.59 WIB atau total durasi waktu 3 hari 2 jam.

Selanjutnya, masa penayangan pengumuman lelang untuk seleksi umum yang telah dilakukan pada paket tersebut, juga tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah beserta dengan perubahannya dan Perka LKPP No.1 Tahun 2015 tentang e-Tendering.

Selain itu, masa kerja yang singkat dari selesai pelelangan sampai dengan pencairan anggaran hanya 14 hari kerja juga dinilai janggal untuk pekerjaan senilai Rp1,1 miliar. Selanjutnya, dalam pelaksanaannya diduga banyak kegiatan fiktif yang dilakukan rekanan.

Sumber Pikiran Merdeka di Kejari Banda Aceh mengatakan dalam kasus tersebut penyidik menemukan adanya kegiatan fiktif. Dalam pelaksanaannya, konsultan pelaksana PT SJM memasukkan beberapa item pekerjaan yang dalam pelaksanaannya tidak dilakukan namun tertera dalam kontrak kerja. “Nilainya memang tidak besar, namun itu menjadi pintu masuk,” sebut sumber ini.
Ditetapkannya dua tersangka dalam kasus ini juga mendapat apresiasi dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA). “Kami mendesak Kejari Banda Aceh mengusut kasus ini hingga tuntas,” kata Direktur YARA Safaruddin.

Ia berharap, penetapan dua tersangka tak menjadi ending dari korupsi di institusi keagamaan itu. Menurut analisis pihaknya, penyimpangan anggaran proyek tersebut melibatkan pengambil kebijakan di Kemenag Aceh. “Dua orang tersangka hanya pintu masuk saja untuk pelaku lainnya,” sebut Safaruddin.

Dalam catatan YARA, korupsi di bawah lingkup Kemenag Aceh selama ini tidak pernah selesai diusut penyidik, baik pihak kepolisian maupun kejaksaan. Ia mencontohkan, perkara korupsi proyek pembangunan gedung Madrasah Terpadu (Madu) berupa MIN, MTsN, dan MAN di Sabang. “Proyek ini bersumber dari DIPA Kanwil Kemenag Aceh dan DIPA Kemenag Kota Sabang sejak tahun 2005 hingga 2011 sebesar Rp31 miliar,” katanya.

Meski Kejari Sabang sebelumnya sudah menetapkan tiga orang tersangka, sebut Safaruddin, namun hingga kini kasus itu menguap dan tidak sampai ke penuntutan. “Dalam kasus desain gedung ini pun bisa saja terhenti di tengah jalan,” katanya.

YARA mentengarai kasus tersebut melibatkan banyak pihak, termasuk jajaran pimpimpinan di Kemenag Aceh. “Kami dapat info begitu, ada banyak pihak yang terlibat dalam kasus ini. Ini korupsi berjamaah,” tegas Safaruddin.

Sementara itu, Kejari Banda Aceh menargetkan segera melimpahkan kasus itu ke pengadilan dalam waktu dekat ini. “Kami ingin secepatnya dan nggak mau berlama-lama di tingkat penyidikan. Jadi ada kepastian hukum setelah menetapkan seseorang sebagai tersangka,” katanya.

Jika memang terbukti, lanjut dia, bisa langsung menjalani masa hukuman. Begitu juga bila tidak terbukti, bisa dilakukan pemulihan nama baik. “Jadi, status tersangkanya tidak terkatung-katung. Istilahnya tidak ada tunggakan,” tutup Zulfan

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait