PM, Gayo Lues – Masyarakat hukum adat Mukim Pining dan Mukim Goh Lemu di kabupaten Gayo Lues menyampaikan permohonan penetapan wilayah mukim dan hutan adat mereka kepada Pemerintah Kabupaten Gayo Lues, pada Senin (3/12) lalu. Para kepala mukim menyampaikan langsung surat permohonan tersebut kepada Bupati Gayo Lues, H Muhammad Amru, saat kunjungan kerjanya ke Kecamatan Pining.
“Permohonan ini kami serahkan dengan harapan agar Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dapat segera mengeluarkan keputusan atau peraturan tentang wilayah mukim dan hutan adat mukim di kecamatan Pining. Selanjutnya kami akan mengajukan penetapan hutan adat kami kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI,” kata Kepala Mukim Goh Lemu, Ali Hasan.
Sementara itu, Kepala Mukim Pining, M Daud Arifin menjelaskan, sebelumnya mereka telah membuat Peta Wilayah Mukim yang dibuat secara partisipatif. Masyarakat membuatnya bersama komponen pemangku adat, “jema opat” (struktur adat) dari setiap kampung, pawang uten, pawang aih, serta berkoordinasi dengan Muspika Pining, instansi-instansi terkait, dan didampingi oleh Forum Penjaga Hutan dan Sungai Harimau Pining, Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Aceh, Yayasan HAkA.
JKMA Aceh dalam kesempatan itu menjelaskan bahwa penetapan wilayah dan hutan adat ini merupakan proses lanjutan dari rangkaian Advokasi Penetapan Hutan Adat Mukim Pining dan Mukim Goh Lemu. “Nanti, setelah adanya Keputusan Bupati tentang Wilayah Mukim, kemudian akan diteruskan kepada Kementerian LHK agar dapat segera ditetapkan menjadi hutan adat, sesuai dengan Permen LHK Nomor 32 Tahun 2015 tentang Hutan Hak,” ujar Sekretaris Pelaksana JKMA Aceh.
Untuk diketahui, Mukim Pining dan Mukim Goh Lemu terletak di kecamatan Pining, Gayo Lues. Wilayah ini berjarak 35 kilometer ke ibukota kabupaten, Blang Kejeren. Berada di ketinggian 400-2850 mdpl, mukim-mukim tersebut masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
Mukim Goh Lemu membawahi empat kampung, yaitu, Gajah, Pepelah, Uring, dan Pintu Rime. Sedangkan Mukim Pining membawahi lima kampung, yaitu, Ekan, Pertik, Pining, Lesten, dan Pasir Putih.
Beragam aturan adat (kearifan lokal) dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan hutan masih bisa ditemukan hingga saat ini. Aturan-aturan adat yang salah satunya membahas sanksi/denda adat bagi warga yang merusak sungai dan hutan telah didokumentasikan dalam Peraturan Bersama Pengulu Kampung se-Kecamatan Pining.
Masih hidupnya struktur lembaga adat seperti pawang uten yang mengatur kawasan hutan dan juga membawahi pawang karo, pawang lebah, dan pawang aih. Yang sudah menjadi bagian dari edentitas adat istiadat suku Gayo yang ada di Pining.
Dalam kesempatan itu, Bupati Gayo Lues, H Muhammad Amru yang menerima langsung permohonan tersebut merespon positif. “Kami akan segera menindaklanjutinya,” ujar Amru.
Usman Ali dari Forum Penjaga Hutan dan Sungai Harimau Pining yang turut mendampingi proses ini dari awal mengatakan bahwa penetapan wilayah dan hutan adat bagi masyarakat hukum adat Mukim Pining dan Mukim Goh Lemu dianggap sangat mendesak dilakukan, mengingat lokasi dan ketergantungan masyarakat dengan hutan
“Selain itu, penetapan hutan adat nantinya akan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat hukum adat di Mukim Goh Lemu dan Mukim Pining untuk mengelola dan memanfaatkan hutan adatnya secara lestari dan berkelanjutan” tambah Usman. [*]
Belum ada komentar