Akhir 2009 lalu duka menyelimuti Roni Lahanda, pengusaha muda asal Simeulue. Tante yang sudah dianggapnya sebagai orangtua sendiri, meninggal karena keterbatasan peralatan medis di tempat ia dibesarkan. Tujuh tahun sebelumnya, dengan alasan yang sama, kakeknya juga dipanggil Tuhan.
“Saya sangat merasa terpukul. Sejak saat itu, Ayah menyuruh saya untuk kuliah di kedokteran. Namun, karena keterbatasan biaya, saya tidak jadi kuliah kedokteran,” katanya mengenang peristiwa sembilan tahun lalu itu, Sabtu (5/5/2018).
Roni melanjutkan studinya di Fakultas Hukum Ekonomi Syariah, UIN Ar-Raniry. Meski berkuliah di bidang yang sangat jauh dengan kesehatan. Namun semangat awal dari Roni untuk menyadarkan arti penting kesehatan dalam masyarakat tak pernah surut.
Dari pengalaman itu pula, muncul ide Roni untuk mengembangkan produk olahan Teripang. Selama ini, Teripang sudah sering digunakan masyarakat Simeulue sebagai obat-obatan.
“Di Simeulue banyak masyarakat yang mengkonsumsi Teripang. Tapi di Banda Aceh jarang bahkan tidak ada. Padahal Teripang itu sangat banyak khasiatnya untuk kesehatan,” ujarnya.
Minimnya informasi tentang produk yang berasal dari hewan laut ini membuat masyarakat jarang yang mengenal manfaat dari Teripang. “Tenaga medis di pulau tidak banyak. Untuk obat-obatan, masyarakat Simeulue biasa mengkonsumsi Teripang,” ceritanya.
Teripang atau Timun Laut merupakan hewan laut Invertebrata Holothuroidea yang dapat dimakan. Hewan ini memiliki beragam khasiat bagi kesehatan. Diantaranya, mencegah gangguan persendian, melawan inveksi virus dan bakteri, meningkatkan vitalitas tubuh, mengobati luka dan membantu fungsi ginjal. Teripang di Indonesia biasa diekspor ke luar negeri terutama negara-negara Tiongkok.
Mengutip hasil riset tahun 2015 oleh Ana, peneliti yang telah lama meriset tentang Teripang di Indonesia, sejak tahun 1850 Indonesia sudah mengekspor Teripang ke Cina. Sampai saat ini negara tersebut masih menjadi langganan ekspor Teripang di Indonesia. Merujuk data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2012-2015, ekpor Teripang kian meningkat. Sementara di tahun 2012 mencapai 957,6 ton, tahun selanjutnya naik 947,6 ton, tahun 2014 kembali meningkat jadi 1.153,2 ton dan 2015 melonjak jadi 1.231,6 ton. Di Makassar, produksi Teripang bahkan bisa mencapai 490-550 ton pertahun.
Namun, meningkatnya permintaan pasar internasional terhadap Teripang membuat ia semakin langka. Menurut Ana, sejak itu pula penangkapan Teripang semakin meningkat, sementara manajemen pelestariannya belum jelas.
Sadar Manfaat Teripang
Menyadari manfaat Teripang, Roni mulai memikirkan untuk membuka usaha dengan produk olahan Teripang. “Sayang aja, Indonesia dengan produksi Teripang yang tinggi malah hanya memanfaatkannya dengan mengekspor ke negara lain. Sementara masyarakatnya masih banyak yang belum mengenalnya,” kata dia.
Berpengalaman hidup di pulau dan tahu banyak masyarakat pulau mengkonsumsi Teripang untuk obat-obatan, Roni melihat ada peluang untuk mengembangkannya. “Saya lihat di Banda Aceh belum ada. Saya mencoba mengembangkannya di Banda Aceh.”
Tahun 2011 Roni mulai mengenalkan usahanya kepada kawula muda di Banda Aceh. Melakap brand lokal dengan nama ‘Raja Gubang’ Roni positif usahanya akan berhasil. Sembari berkuliah ia memperkenalkan produk ini ke teman-temannya. “Dulu saya sering memperkenalkannya melalui lomba-lomba wirausaha muda,” ujarnya.
Target pasar Raja Gubang adalah anak muda. Untuk menarik minat, Roni menggunakan kemasan-kemasan menarik untuk membalut produknya. Kemasan unik dengan menghadirkan tulisan-tulisan kekinian. Seperti salah satu tulisan yang ada di kemasan produknya seperti “Mantan (n) Jodoh orang lain yang tidak sengaja kita jaga”. Menurut Roni, remaja sangat menyukai kemasan-kemasan unik seperti itu. Roni sangat memperhatikan kemasan produknya. Sejak awal produksi, brand ini sudah beberapa kali memperbarui kemasannya.
Raja Gubang memiliki beberapa produk olahan Teripang. Diantaranya obat berbentuk kapsul dengan bahan utama Teripang, Minyak Teripang dan produk andalan mereka, Kerupuk Teripang Mere’en.
Nama Mere’en sendiri juga dilakap dari bahasa daerah Simeulue “Mere’en” yang berarti sehat. Semantara brand nya Raja Gubang juga merupakan nama salah satu pemimpin di daerah Simeulue dulunya yakni Raja Gubang.
Semua proses produksi dilakukan Roni sendiri dan dibantu beberapa kawannya. Saat ini, rumah produksi Raja Gubang berada di Jalan Singgah Mata, Setui, Banda Aceh.
Untuk kerupuk Teripang sendiri, bahan baku utamanya didatangkan langsung dari daerah asal kelahirannya, Simeulue. Setiap bulannya ia berhasil memproduksi 120 kilo kerupuk dengan jumlah produksi 1800 pcs dan membutuhkan lebih dari 15 kilo Teripang. Menurutnya, harga perkiloan Teripang terbilang sangat mahal. Perkilonya, ia harus mengeluarkan modal sebesar Rp3.000.000. “Teripang itu sangat mahal, perkilo bisa sampai Rp 3 juta,” ungkapnya.
Untuk memperoleh Teripang, Roni memberdayakan nelayan Teripang lokal. “Saya tahu mencari Teripang itu sangat susah. Para nelayan harus menyelam ke lautan dengan peralatan seadanya. Karena itu, saya tidak mematok kualitas Teripang yang mereka hasilkan,” ujarnya.
Proses produksi kerupuk Teripang, kata Roni hampir sama dengan proses produksi kerupuk biasa. Bahan baku Teripang dicampur dengan adonan tepung dan bumbu rahasia yang hanya diketahui oleh dia dan timnya. “Untuk saat ini kami tidak bisa membuka lebih rinci mengenai bahan lainnya yang ditambahkan untuk pembuatan kerupuk Teripang ini,” ujarnya.
Kerupuk Teripang Mere’en juga dipromosikan sebagai makanan ringan kekinian yang organik. “Kami tidak pernah menggunakan micin. Untuk menambah rasa, kami mengolahnya langsung dari bahan-bahan organik. Seperti tambahan rasa jagung, kami buat olah jagung asli menjadi bumbu jagung sebagai penyedap rasa,” jelasnya.
Produk-produk olahan Teripang diakui Roni sudah banyak di wilayah luar Aceh. Namun olahan Teripang dalam bentuk kerupuk, hal ini baru pertama di Indonesia. “Belum ada daerah lain yang mengolah Teripang menjadi kerupuk,” sahutnya.
Konsumen Raja Gubang pun kini tengah didominasi di luar Aceh. Rendahnya pengetahuan masyarakat Aceh mengenai Teripang diakui Roni membuat konsumen pasarnya menurun untuk wilayah Aceh. “Konsumen kami kebanyakan dari Medan Jakarta, Banten, Malaysia dan Thailand,” sebutnya.
Saat ini, Roni dan kawan-kawan terus berusaha mengedukasi masyarakat lokal akan produk Raja Gubang. “Kami terus mengedukasi masyarakat, namun karena biaya edukasi itu enggak murah, yaudah, untuk saat ini kita memasarkannya ke wilayah-wilayah yang sudah paham akan manfaat Teripang saja,” ujarnya. Dia juga menyayangkan masyarakat Aceh jarang ada yang mengenal Teripang.
“Di Malaysia bahkan disetiap rumah itu ada Teripang yang disimpan didalam botol. Itu biasa digunakan untuk mengobati luka menghindari inveksi virus dan lain-lain,” jelasnya.
Produksi Raja Gubang kini masih dipasarkan via online melalui akun Instagram. Selain itu, ia juga mengenalkan produknya melalui kegiatan pameran. “Yang terakhir itu kami buka stand pada kegiatan Sail sabang lalu,” kata dia. Di wilayah luar Aceh, Roni juga telah memiliki 22 reseller yang membantu pemasaran produknya.
Belum ada komentar