Penyerangan terhadap masjid tertentu masih marak di Aceh. Setelah upaya perebutan Masjid Al-Azzah Krueng Mane, Aceh Utara beberapa waktu lalu, kini giliran jamaah Masjid Muhammad Bireuen diserang sekelompok orang.
Minggu, 5 Juni 2016, sekitar pukul 18.30 Wib, sekelompok orang menyerang jamaah Masjid Muhammad di Juli Keude Dua, Kecamatan Juli, Bireuen. Akibatnya, tiga orang terluka dan harus dilarikan ke rumah sakit.
“Beberapa hari sebelum penyerangan itu, pihak penyerang terlebih dahulu memberikan maklumat tertulis kepada pengurus Mesjid Muhammad untuk menghentikan segala bentuk kegiatan keagamaan,” ungkap Herri Saifuddin, warga setempat, yang ditemui Pikiran Merdeka, Kamis (9/6/2016), di Mesjid At Taqwa Bireuen.
Dia menjelaskan, dalam maklumat itu juga ada ancaman sanksinya dan mereka mengatasnamakan hasil musyawarah perangkat gampong. “Padahal, tidak pernah ada musyawarah untuk mengeluarkan maklumat tersebut,” ujar Herri.
Menurut Herri, maklumat yang disampaikan itu juga tidak ditandatangani oleh perangkat gampong. “Keuchik dan Peutuha Tuha Peut juga tidak menandatangani surat tersebut,” katanya.
Diuraikan Herri, pada saat terjadi penyerangan, beberapa orang dari pihak penyerang masuk ke dalam masjid dan sebagian lagi menunggu di luar. “Saat itu, di sekitar dan di dalam masjid juga ada jamaah tetap Mesjid Muhammad. Sementara dari pihak penyerang yang masuk ke dalam masjid hanya tiga orang, dan mereka langsung duduk di shaf depan,” urainya.
Kemudian, lanjutnya, salah seorang dari penyerang yaitu Yahya Ibrahim, tanpa permisi kepada pengurus masjid langsung maju dan membaca Alquran. “Dan, sebelum masuknya waktu Magrib, penyerang lainnya, Edi Saputra juga dengan tanpa permisi langsung mengumandangkan azan,” papar Herri.
Melihat kondisi demikian, jelas dia, Tgk Saifuddin Daud selaku pengelola Masjid Muhammad menyampaikan kepada keduanya, bahwa di masjid tersebut telah ada muazzin dan imam salat yang telah ditetapkan, sehingga tidak dibenarkan bertindak demikian.
Saat Edi Saputra datang ke masjid, ia juga sempat mengusir dua jamaah yang mau melaksanakan salat, yaitu Tgk Abdurahman (70) dan Darwansyah SE, Kadis Perindagkop dan UKM Kabupaten Bireuen. “Karena takut, Tgk Abdurahman langsung pulang, sedangkan pak Darwan (Darwansyah) tetap bertahan di lokasi,” kata Herri.
Dikatakannya, pengurus masjid melarang Edi Saputra mengumandangkan azan, selain belum masuk waktu magrib, gerak-geriknya juga sangat mencurigakan. “Pengurus Mesjid Muhammad menganggap ada niat tidak baik dari mereka. Tujuan azan dan salat yang dilakukan oleh mereka di sana hanyalah kedok untuk mengambil alih mesjid, kemudian menutupnya sebagaimana maklumat yang mereka sampaikan sebelumnya,” papar Herri.
Alasan lainnya, tambah dia, pengelola masjid tidak membenarkan Edi mengumandangkan azan karena selama ini mereka tidak pernah melaksanakan salat berjamaah di sana.
Akan tetapi, kata Herri, Edi Saputra tetap memaksa untuk mengumandangkan azan magrib sebelum waktunya tiba. Ketika dilarang, Edi langsung berang dan memukul dada Hilman, putra Tgk Saifuddin Daud. Akhirnya terjadi aksi saling dorong sampai keluar masjid. Keributan pun tak bisa dihindarkan.
Saat di luar masjid, ungkap Herri, tiga orang rekan Edi Saputra memegang kuat Hilman. “Mereka seakan-akan berusaha melerai, sehingga kesempatan itu dimanfaatkan oleh Edi dengan leluasa memukul dan melempar batu ke arah Hilman, Tgk Saifuddin Daud dan Muhammad Haris,” katanya.
Lemparan batu yang hanya berjarak dua meter tersebut, menyebabkan luka di kepala Tgk Saifuddin dan di tubuh anaknya Hilman. “Keduanya menjadi korban dan tidak dapat menghindar karena terus dipegang kuat oleh rekan Edi Saputra. Sedangkan Muhammad Haris menderita luka di bagian paha,” uangkapnya.
Ketika melihat ayahnya sudah berdarah kena lemparan batu, lanjut Herri, Hilman dengan sekuat tenaga berontak dan lepas dari pegangan pihak penyerang. “Selanjutnya Hilman langsung membalas pukulan ke arah Edi dan terjadilah perkelahian,” katanya.
Karena merasa sudah terdesak dan kalah duel dengan Hilman, akhirnya Edi melarikan diri ke arah persawahan. “Diduga karena tidak dapat mengontrol diri lagi saat lari, Edi terjatuh dan kepalanya membentur beton saluran irigasi dekat sawah,” ungkapnya.
Melihat Edi jatuh ke sawah, jelas Herri, teman-temannya yang semula berjaga-jaga di luar masjid langsung menolong. “Kemudiannya ke rumah sakit. Pihak pengurus Mesjid Muhammad yang terluka juga diantar ke RSUD dr Fauziah Bireuen oleh jamaah lainnya,” tandas Herri.
Camat Juli Drs Munir yang dihubungi terpisah melalui telepon selularnya, Sabtu (11/6/2016), mengatakan keributan itu dipicu persoalan pelaksanaan salat tarawih, antara yang 20 rakaat dengan jamaah yang mengerjakan 8 rakaat.
Menurut Munir, sebelumnya ada permintaan dari sebagian warga yang mendesak untuk menghentikan aktifitas di Mesjid Muhammad. “Namun hal itu tidak dapat diambil sikap, mengingat yang melaksanakan ibadah di mesjid itu adalah warga setempat,” terangnya.
Ditambahkannya, insiden tersebut kini sudah menjadi konflik pribadi dan sangat sulit diselesaikan di tingkat gampong. Karena itu, dia mengharapkan semua pihak dapat menahan diri. “Mengingat sekarang bulan suci Ramadhan, agar lebih meningkatkan ibadah dan hindari hal-hal yang dapat merusak nilai persaudaraan,” imbaunya.
Sejauh ini, insiden di Masjid Muhammad, Juli Keude Dua, Kecamatan Juli, sudah ditangani jajaran Polres Bireuen. “Kasus tersebut sedang kami tangani,” kata Kapolres Bireuen AKBP Heru Novianto SIK yang dihubungi Pikiran Merdeka melalui Kasat Reskrim AKP Syamsul SH.
Menurutnya, pasca insiden itu sudah ada pihak-pihak yang membuat pelaporan resmi ke polisi. Namun, Syamsul belum dapat memastikan berapa orang yang sudah melaporkan kasus penganiayaan.
“Sudah ada yang membuat laporan penganiayaan ke kita, namun belum dipastikan siapa-siapa. Yang jelas, sudah ada laporan,” tandas AKP Syamsul.[]
Belum ada komentar