PM, Banda Aceh – Kelompok Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) penelitian mahasiswa kimia Universitas Syiahkuala (Unsyiah) Banda Aceh, berhasil mengolah kulit udang dan pasir besi menjadi bahan penjernih air dengan nama Nanokomposit Kitosan Magnetik.
Ketua kelompok PKM mahasiswa kimia Unsyiah, Ismaturrahmi mengatakan, pengolahan kulit udang dan pasir besi menjadi senyawa penjernih air merupakan hasil pengembangan dari penelitian sebelumnya. Penelitian ini sendiri sangat penting dilakukan sebagai pengembangan keilmuan yang telah ada atau untuk yang akan datang.
“Nanokomposit kitosan magnetik ini adalah adsorben (media penyerap) yang diolah atau dibuat dari kombinasi kulit udang dan pasir besi yang ada di pantai Syiah Kuala, Aceh Besar. Tujuan penciptaan senyawa ini untuk menyerap limbah zat warna khususnya metilen biru dalam air,sehingga dapat menghilangkan pencemaran zat warna yang berbahaya bagi hewan air dan manusia,” sebut Ismaturrahmi, Jumat (13/7).
Dijelaskannya, pemanfaatan pasir sebagai penjernih air telah lama digunakan oleh para leluhur hingga kini. Pasir dan komponen lain sebagai pembentuk penyaring air tradisional dipercaya dapat menjernihkan air yang keruh karena air telah melewati komponen penyusun saringan secara bertahap.
Lanjutnya, dalam penelitian ini sekelompok mahasiswa PKM Unsyiah melakukan pengembangan dalam pembuatan media penjernih air dengan penggabungan pasir besi dan kulit udang yang disebut sebagai nanokomposit. Nanokomposit yang dibuat ini mampu menyerap zat warna yang bersifat kationik, seperti zat warna metilen biru.
“Kemampuan nanokomposit menyerap zat warna dalam air dikarenakan memiliki sisi aktif berupa gugus amina dan hidroksil dari kulit udang yang dapat menarik zat warna melalui interaksi secara kimia. Adapun peran pasir besi sebagai komponen nanokomposit adalah memberi sifat magnetik sehingga memudahkan pemisahan nanokomposit dari media air,” jelas dia.
Methylene Blue merupakan zat warna berbahaya yang digunakan oleh industri tekstil yang dapat menyebabkan iritasi saluran pencernaan, sianosis dan iritasi kulit. Senyawa ini cukup stabil sehingga sulit untuk terdegradasi di alam dan berbahaya bagi lingkungan.
Karenanya, penanganan lanjut untuk limbah zat warna sebelum dibuang ke tempat limbah sangat diperlukan. Solusi permasalahan ini dapat diatasi dengan metode adsorpsi, yaitu metode penyerapan limbah.
“Alhamdulillah dengan adanya Program Kreativitas Mahasiswa yang diadakan setiap tahun oleh Kemenrisdikti ini, kita bisa melakukan pengembangan keilmuan seperti ini,” tutup Isma. []
Reporter: Riska Munawarah
Belum ada komentar