Mahasiswa Aceh Barat Desak Pemerintah Selesaikan Pelanggaran HAM di Aceh

Mahasiswa Aceh Barat Desak Pemerintah Selesaikan Pelanggaran HAM di Aceh
Mahasiswa Aceh Barat Desak Pemerintah Selesaikan Pelanggaran HAM di Aceh

PM, Meulaboh– Puluhan mahasiswa Aceh Barat yang tergabung dalam Aliansi Lembaga Peduli Hak Asasi Manusia (Alpha) Aceh Barat, Minggu (10/12) melakukan aksi unjukrasa di Simpang Pelor, Meulaboh, Minggu (10/12).

Dalam aksinya, mahasiswa dari berbagai lembaga tersebut meminta pemerintah pusat untuk segera menyelesaikan pelangaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang pernah terjadi di Aceh.

Aksi yang dilakukan 17 lembaga ini turut dikawal petugas Kepolisian Polres Aceh Barat. Selain melakukan orasi, peserta aksi juga membawa belasan spanduk dengan berbagai tuntutan.

Salah satunya, mahasiswa meminta pemerintah Aceh harus menjamin dan melindungi HAM masyarakat Aceh, tegakkan UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Koordinator aksi, Engga Pratama kepada wartawan mengatakan, aksi unjukrasa dilakukan sekaligus untuk memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia yang bertepatan pada tanggal 10 Desember 2017.

Menurutnya, aksi tersebut dilakukan menyusul masih banyak pelanggaran di Aceh sejak terjadinya konflik dan hingga sekarang belum juga terselesaikan. “Padahal, berbagai kasus pelanggaran masih menyisakan luka yang mendalam, baik para korban maupun keluarganya,” kata Engga.

Bahkan, kata dia, paska MoU Helsinki masyarakat Aceh tetap juga dihadapkan oleh berbagai kasus pelanggaran HAM lainnya. Seperti pencemaran lingkungan serta tersisihnya warga dari tanahnya sendiri dan berkurangnya pelayanan kesehatan.

Karena itu, sambung dia, Aliansi Lembaga Peduli Hak Asasi Manusia (Alpha) Aceh Barat mendesak pemerintah pusat menyelesaikan persoalan kasus pelanggaran HAM, yaitu tragedi Tgk Bantagiah Beutong Ateuh tahun 1999, tragedi Jambo Keupok di Aceh Selatan tahun 2003, tragedi Simpang KKA di Aceh Utara tahun 1999.

“Tragedi jembatan Arakundo di Idi Cut Aceh Timur tahun 1999, tragedi Rumoh Geuddong di Aceh Utara tahun 1990-1998 dan penghilangan paksa di Bener Meriah tahun 2001.

Selanjutnya, pemerintah Aceh dan pemerintahan di beberapa kabupaten di Aceh juga harus menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM yang dilakukan di sektor lingkungan dan pertanahan oleh perusahaan yang beroperasi di daerah masing-masing,” pungkasnya.

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait