Banda Aceh – Jangan heran jika membuka LPSE Aceh dimana pada laman tersebut diumumkan paket-paket yang akan dilelang khususnya paket paket besar diatas 10 Milyar dimenangkan perusahaan dari luar Aceh.
“Jika diteliti secara mendalam ternyata perusahaan yang menang tender di Aceh adalah perusahaan yang disewakan oleh pemiliknya melalui agen agen proyek. Jika kita perhatikan secara seksama pemenang lelang di Aceh perusahaannya itu-itu saja seolah-olah ada pengendalinya,” ungkap Koordinator Lembaga Pemantau Lelang Aceh (LPLA) Nasruddin Bahar didampingi Sekretaris LPLA Delky Nofrizal Qutni kepada media, Sabtu (17/08/2019).
Menurut LPLA, pada Perpres 16/2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang secara teknis diatur dalam Perlem LKPP Nomor 9 Tahun 2018 mempersyaratkan Sisa Kemampuan Nyata (SKN) untuk usaha non kecil wajib memenuhi SKN yang ditetapkan pada syarat kualifikasi kemampuan keuangan penyedia dan SE PUPR Nomor 10 Tahun 2018 memiliki Nilai SKN minimal 10% dari HPS paket lelang yang diikuti.
“Berbeda sebelum diterbitkannya Perpres 16 Tahun 2018 dimana belum mengatur secara khusus SKN. Untuk usaha Non kecil dihitung Sisa Kemampuan Paket (SKP) boleh mengerjakan paket pekerjaan maksimal 7 Paket tanpa memperhitungkan berapa nilai kontrak per paket pekerjaan.
Pada Perlem LKPP Nomor 9 tahun 2018 secara tegas mengatur tentang kemampuan keuangan bukan kemampuaan paket dengan rumus yang sudah ditentukan,” jelas Nasruddin.
Sementara itu, Sekretaris LPLA Delky Nofrizal Qutni mengatakan, kebiasaan para rekanan dalam melaporkan pekerjaan yang sedang dikerjakan pada form isian kulifikasi dibuat nihil atau sengaja dikosongkan untuk “mengelabui” Pokja Pemilihan.
Alasan dikosongkan supaya tidak berpengaruh pada penilaian SKN yang bisa jadi tidak mencukupi SKN. Menurut Delky, pada penilaian SKN nilai kekayaan yang dilaporkan dalam laporan keuangan yang disampaikan pada laporan SPT menjadi dasar penilaian kemampuan keuangan kemudian hasil SKN dikurangi dengan Pekerjaan yang sedang dikerjakan.
“Jika kita pelajari secara mendetail perusahaan yang menang tender rata-rata tidak jujur dalam memberikan data, padahal jika dikemudian hari diketahui data yang disampaikan tidak benar maka perusahaan tersebut terancam masuk daftar hitam selama 1 Tahun Anggaran.
Sebagaimana diketahui seluruh penyedia jasa sudah mengikat diri dengan Fakta Integritas yang wajib dijalankan dengan sesungguhnya, jika melanggar Fakta Integritas maka penyedia jasa siap menanggung konsekwensi hukum yang ditimbulkan oleh perbuatannya,” imbuhnya.
LPLA menilai Pokja Pemilihan ULP Aceh tidak bekerja profesional dan tidak amanah menjalankan undang-undang dan aturan pengadaan barang dan jasa.
“Pokja belum mampu memilih penyedia jasa yang qualified. Hal tersebut terbukti para pemenang tender umumnya TIDAK LULUS kulaifikasi serta tidak mencukupi SKN tapi tetap saja dimenangkan.
Sebagai contoh PT Semanggi Jaya Enjiniring asal Surabaya ini sudah memenangkan beberapa paket pekerjaan diberbagai daerah tapi tetap saja dimenangkan pada paket Pembangunan Rumah Sakit Regional Kota Langsa yang nilainya hampir Rp 40 Milyar.
Pada dasaranya PT Semanggi Jaya Enjiniring tidak lulus SKN tapi karena pada Kolom isian kualifikasi tidak dilaporkan pekerjaan yang sedang dikerjakan maka Pokja Pemilihan “Kecolongan” atau pura pura tidak mengetahui,” kata Delky.
Nasruddin kembali menambahkan, Pokja Pemilihan ULP Aceh bekerja tidak maksimal dalam menggali jejak rekam aktivitas perusahaan yang bakal dimenangkan. Padahal jejak digital sangat mudah dilihat, apakah perusahaan yang bakal dimenangkan tersebut bermasalah dengan pekerjaan tahun lalu atau tidak.
Belum ada komentar