Lembaga Adat Diminta Aktif Lindungi Budaya Lokal

Lembaga Adat Diminta Aktif Lindungi Budaya Lokal
Lembaga Adat Diminta Aktif Lindungi Budaya Lokal

Banda Aceh – Lembaga-lembaga adat dan tokoh masyarakat diminta berperan aktif menghadirkan filter bagi penyaringan budaya luar yang tidak sesuai dengan kearifan lokal di Aceh.

Hal tersebut disampaikan Gubernur Aceh, dr. Zaini Abdullah dalam kata sambutannya yang dibacakan Sekretaris Daerah Aceh, Drs. Dermawan, MM saat menghadiri acara Anugerah Wali Nanggroe di Gedung AAC Dayan Dawood, Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh, Rabu (16/12). Acara tersebut dihadiri oleh PYM Wali Nanggroe, Malik Mahmud Al-Haytar, perwakilan dari unsur Forkopimda Aceh, para Bupati dan Walikota se-Aceh, kelompok seni dan adat Aceh serta tokoh masyarakat lainnya.

Dalam sambutannya gubernur mengatakan, arus globalisasi dan kecanggihan teknologi informasi yang menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat telah membuat sekat-sekat antar negara seakan tidak ada lagi.

“Pengaruh gaya hidup modern telah memudarkan identitas kedaerahan kita, sehingga perlahan-lahan kita dipaksa berbaur dalam sebuah komunitas masyarakat dunia dengan budaya dan prilaku budaya yang seragam,” katanya. “Dampak negatif dari globalisasi di Aceh dapat kita lihat dengan tingginya peredaran narkoba yang begitu mengkhawatirkan di kalangan anak-anak muda kita.

“Pergaulan bebas di kalangan anak remaja dan gaya hidup liar anak punk yang tidak pernah sejarahnya ada di Aceh, kini dengan mudah kita dapat temukan di pinggir jalan di kota ini. Terkadang seni dan budaya luar lebih disukai dari pada seni dan budaya sendiri,” ungkap Gubernur.

Menurut gubernur, akibat dari derasnya arus globalisasi, banyak generasi muda di Aceh lebih tertarik mengembangkan budaya dari luar karena lebih menjanjikan kebebasan ketimbang budaya lokal yang sarat nilai-nilai agama.

“Jika terus dibiarkan, dekadensi moral akan terjadi di mana-mana. Inilah yang saya sebut tsunami budaya, yaitu bencana akibat terkikisnya budaya lokal berganti dengan budaya global,” ujar Gubernur.

Guna mengatisipasi maraknya ancaman dan dampak negatif tersebut, gubernur menghimbau semua elemen masyarakat, terutama lembaga-lembaga adat, seperti Majelis Adat Aceh, mukim, keuchik, para ulama dan tokoh masyarakat untuk memacu semangat masyarakat dalam memahami dan menerapkan nilai adat serta budaya dalam kehidupan sehari-hari.

Pada malam penghargaan tersebut, PYM Wali Nanggroe, Malik Mahmud memberikan sejumlah penghargaan kepada lembaga mukim, kelompok masyarakat adat dan budaya, serta pelaku adat dan budaya perseorangan se-Aceh yang telah berkontribusi dalam melestarikan adat dan budaya Aceh.

Gubernur Aceh juga mengatakan, langkah yang digagas Keurukon Katibul Wali dalam mengadakan Anugerah Wali Nanggroe adalah sangat positif dan layak mendapat apresiasi kita bersama. “Dengan adanya penghargaan ini, langkah kita untuk memacu semangat masyarakat memahami dan menerapkan nilai adat dan budaya dalam kehidupan sehari-hari akan dapat berjalan dengan baik,” ujar gubernur.

Dalam penghargaan tersebut, pemenang untuk Anugerah Penyelenggara Pemerintahan Adat (Tangloeng Nanggroe) diberikan kepada Kemukiman Mangat Makmu, Kota Lhokseumawe dalam kategori Penyelenggara Pemerintah Adat (Peusatoh Adat Nanggroe). Sementara untuk kategori Penataan Masyarakat Adat dan Budaya (Peusaneut Aneuk Nanggroe) diberikan kepada Kemukiman Kuala Daya, Aceh Jaya, dan Kategori Pengelolaan Sumber Daya Alam (Peutimang Boinah Nanggroe) di menangkan oleh Kemukiman Alang Tengah, Simeulue.

Untuk Anugerah Kelompok Masyarakat Adat dan Budaya (Tudong Nanggroe), penghargaan diberikan kepada Kelompok Pengrajin Manik Manik Kasad, Singkil untuk kategori Pelestari Kerajinan dan Produk Budaya (Papah Buet Jaroe Aneuk Nanggroe). Sementara untuk kategori Pelestari Kesenian Tradisi (Papah Piyasan Nanggroe) diraih oleh Kelompok Kesenian Saman Lokop, Aceh Timur dan kategori Pelestari Lingkungan Hidup berbasis Kearifan Lokal (Papah Seulingka Nanggroe) diraih Kelompok Masyarakat Adat Buloh Seuma, Aceh Selatan.

Sedangkan untuk Anugerah Pelaku Adat dan Budaya Perorangan (Daloung Nanggroe), penghargaan diberikan kepada Nasruddin (Syech Yong Bujang Juara) dari Aceh Barat Daya dalam kategori Pengrajin Warisan Seni dan Budaya (Peusigak Pusakan Nanggroe). Sementara untuk Kategori Penjaga Warisan Adat dan Budaya (Peuhiro Peukateuen Nanggroe) dimenangkan oleh M. Umar M. Taz dari Aceh Selatan dan Yahya Hanafiah dari Langsa untuk kategori Penggiat Lingkungan Hidup berbasis Kearifan Lokal (Peutangkoh Seuningka Nanggroe).

Kepada para pemenang Gubernur mengucapkan selamat, semoga penghargaan ini memberi inspiriasi bagi yang lain untuk mengembangkan semangat adat dan budaya di bumi Aceh.

“Kepada Keurukon Katibul Wali dan Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe Aceh, kami ucapkan terimakasih atas terlaksananya kegiatan ini. Semoga perjuangan kita dalam melestarikan budaya Aceh mendapat ridha dari Allah SWT. Amin Ya Rabbal’alamin,” kata gubernur.

Pemerintah Aceh kata gubernur, akan mendukung penuh langkah yang dilakukan Keurukon Katibul Wali. “Semoga kegiatan ini kiranya dapat dijadikan sebagai agenda tetap yang dapat pula dikaitkan dengan kegiatan seni Islami sebagai daya tarik pariwisata. Dengan demikian di tahun-tahun mendatang, Anugerah Wali Nanggroe ini akan terlaksana lebih kolosal dan mampu menarik perhatian masyarakat Aceh,” pungkas gubernur. [PM003]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

IMG 20210122 WA0000
Sekda Aceh, Taqwallah, didampingi Kadinkes Aceh, Hanif, Kepala Biro Kesra, Usamah El-Madny, dan Kepala Biro Humpro Setda Aceh Muhammad Iswanto, meninjau penerapan Prokes dan program Bersih, Rapi, Estetis dan Hijau (BEREH) di RSIA Aceh, Banda Aceh, Jumat, (22/1/2021). (Foto/Humas)

Pemerintah Aceh Kucurkan Dana Rp 17 Miliar untuk RSIA

Energi Baru Vs Kota Madani (Foto Ist)
Energi Baru Vs Kota Madani (Foto Ist)

Energi Baru Vs Kota Madani