Layanan Suka-suka RSUZA

Layanan Suka-suka RSUZA
Layanan Suka-suka RSUZA

Pelayanan kesehatan suka-suka dipertontonkan pihak RSUZA. Sudah sekian lama, dari pagi hingga siang, penanganan pasien di poliklinik tanpa dokter spesialis.

Pelayanan kesehatan yang mensyaratkan luruhnya dominasi ego dokter sepertinya tidak berlaku di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh. Setidaknya, kondisi itu diperlihatkan kalangan dokter spesialis yang berdinas di poliklinik rumah sakit plat merah tersebut.

Para pasien yang seharusnya menjadi orientasi pokok dari pelayanan kesehatan, kerap menuai kekecewaan saat berobat ke berbagai poli di RSUZA. Setelah melengkapi berbagai administrasi dan melewati antrian panjang, namun saat mendapat giliran pemeriksaan di poli yang dituju, pasien kerap tidak dilayani oleh dokter spesialis. Mereka hanya dilayani oleh asisten dokter dan beberapa perawat.

Para asisten dokter di berbagai poli tersebut merupakan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dari berbagai universitas yang ditempatkan di RSUZA. Dengan status mereka yang masih dalam proses pendidikan, para asisten dokter itu kerap tidak bisa mengambil tindakan atas keluhan pasien yang ditanganinya.

Penelusuran Pikiran Merdeka, pelayanan tanpa dokter spesialis terjadi di semua poli yang ada di RSUZA, seperti poli bedah umum, bedah plastik, ortopedi, anak, dan poli lainnya. Kondisi tersebut terjadi setiap hari, dari pagi hingga siang hari. Sementara para dokter spesialis yang bertugas di poli-poli tersebut, baru berada di ruangnya di atas pukul 12.00 WIB. Padahal, aturan rumah sakit mengharuskan mereka menangani pasien di poliklinik sejak pukul 08.30 WIB.

Usut punya usut, kondisi semacam ini memang telah berlangsung sejak lama. Pihak manajemen RSUZA sepertinya tutup mata dengan persoalan tersebut. Padahal, sudah tidak terhitung pasien yang butuh penanganan dokter spesialis di pagi hari, harus menelan kekecewaan saat berobat jalan di rumah sakit milik Pemerintah Aceh itu.

Kenyataan ini menunjukkan para dokter spesialis di RSUZA masih menganut konsep penanganan medis kuno yang mengedepankan sistem pelayanan feodalistik, yakni sistem pelayanan kesehatan yang menempatkan dokter dekat dengan posisi Tuhan. Dengan pola kerja yang terkesan suka-suka itu, mereka mengabaikan pola pelayanan kesehatan yang berorientasi kesembuhan dan keselamatan pasien.

Sejatinya, para dokter spesialis yang digaji dengan uang rakyat Aceh itu menunjukkan pola kerja yang taat aturan. Selain berdinas tepat waktu, juga harus menjadikan pelayanan kesehatan sebagi rumah kaca keterbukaan informasi. Misalnya, dari kondisi medis pasien, rencana tindakan hingga risiko-risiko yang mungkin akan dihadapi pasien. Namun, jika penanganan pasien hanya dibebankan kepada para asistennya yang masih dalam tahap belajar, tentunya semakin mengaburkan informasi yang seharusnya diketahui pasien.

Padahal, setelah melewati proses administrasi dan antrian panjang, para pasien mengharapkan pelayanan dokter spesialis di poliklinik yang mereka tuju. Dengan penanganan dokter yang tepat, tentu para pasien memperoleh solusi atas kondisi kesehatan yang dialaminya.

Karena itu, kehadiran dokter spesialis di ruang tugasnya tepat waktu adalah suatu keharusan yang tidak boleh ditawar-tawar. Ini tidak sekedar mentaati aturan yang berlaku di RSUZA, tapi juga sebagai konsekuensi setiap aparatur sipil negara yang digaji dengan uang rakyat. Lebih dari itu, tentunya demi memenuhi tuntuan profesi dokter yang empatif, terbuka, bijak, dan selalu berpihak pada kepentingan dan kesembuhan pasien.[]

12 Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. (Privacy Policy)

  1. Artikel provokatif dan kurang tabayyun. Dokter spesialis itu tanggung jawabnya bukan cm di poliklinik; visite pasien rawat inap, lihat pasien gawat darurat di igd, masuk kamar operasi, dan berhubung RSUDZA adalah RS pendidikan, sebagian mereka jg punya tanggung jawab mengajar. Kalo ngga mau ditangani sm dokter ppds (mereka bukan asisten dokter, mereka dokter beneran terdaftar IDI) yang adalah peserta didik, jangan pilih berobat ke RS pendidikan dong bos. Atau kalo mau buruan jadi dokter spesialis juga, bisa ngga situ bagi waktu antara poliklinik, kamar operasi, IGD, ruang rawat inap, dan kampus? Jangan bisanya koar-koar tapi ngga bisa membuktikan bahwa diri bisa jadi lebih baik dari yang diprotesin

  2. Ada baiknya pihak menejemen mengatur beban kerja dokter dokter Ini.. sehingga tidak semua kesalahan ditimpakan kepada dokter, dengan sistem yang baik saya yakin pelayanan akan lebih maksimal

  3. Yg menulis artikel ini, belum tau bagaimana keadaan di RSUDZA, setiap dokter spesialis dari masing-masing bagian memiliki pasien masing-masing.. contohnya dokter spesialis bedah ada 20 orang dokter spesialis maka setiap dokter bedah memiliki pasiennya masing-masing dan pnya jdwal operasi masing-masing.. bisa anda bayangkan ada keluarga anda yg membutuhkan tindakan operasi segera tapi dokter spesialisnya ke poli dulu layani pasien yg TDK gawat darurat.. cobalah anda jadi pasien atau keluarga pasien yg ideal operasinya lagi tapi d tunda karena dokter spesialisnya ke poli dulu..

  4. Kualitas penulis terlihat dari hasil tulisannya. Judulnya lebih cocok ditujukan utk penulis artikel ini sendiri , “suka-suka” mau menuliskan apa tanpa memahami & menelusuri terlebih dahulu sikon di RSZA. Menyebutkan bahwa “posisi dokter dekat dgn Tuhan” & digaji dari uang rakyat. Anda paham bagaimana beban kerja dalam satu waktu sekaligus? Anda paham berapa jumlah pasien dibanding dgn dokter2 di RS tersebut? Para spesialis pagi2 buta visit pasien, disambung morning report evaluasi kasus2 pasiennya, dilanjut menjawab konsul pasien rujukan IGD, sebagian harus melakukan operasi. Belum lagi memberi bimbingan murid2nya utk melanjutkan pendidikan dokter. Seolah2 semua kesalahan ada pada dokter. Di dunia ini ga ada dokter yg mau melihat pasiennya menderita. Tepuk tangan utk penulis artikel ini yg berhasil memprovokasi masyarakat awam. PPDS itu dokter yg terdaftar di IDI, bahkan level ilmu mereka di atas dokter umum. Segala hal menyangkut pasien juga dikonsulkan ke spesialis, bukan berdasarkan keputusan mereka semata. Kalau anda tidak suka dokter, silahkan anda langsung jumpai Tuhan ketika anda sakit.

    1. sekali-kali coba ikut kami yuk…Satu hari aja…Kalo besok pagi anda bisa segar seperti yang anda rasakan setiap pagi maka saya akan salut kepada anda.1 hari saja…

  5. Jika IDA (Ikatan Dokter Aceh) menggantikan IDI (Ikatan Dokter Indonesia)

    Aceh pernah punya program yang sangat terkenal dan sangat membantu masyarakat Aceh dalam mendapatkan pelayanan medis yaitu JKA yang di gagas oleh bapak Irwandi Yusuf pada masa jabatannya tahun 2007-2012. JKA menjadi harapan banyak pihak yang pada saat itu sakit dan ingin berobat karna mahalnya biaya untuk suatu kesembuhan. JKA yg di elu-elu masyarakat pula yang berperan besar mengantarkan Irwandi Yusuf kembali ke singgasana Gubernur untuk periode 2017-2022

    Namun pada pelaksanaanya pada masa itu JKA masih banyak kekurangan disana sini salah satunya adalah pelayanan dan perlakuan dokter kepada pasien yang jauh dari kata baik dan bersahabat. Dokter memperlakukan pasien dengan alakadarnya, memberikan tindakan medis secara tidak profesional dan sangat jauh dari kata menyenangkan. Padahal di tempat praktek/klinik dokter yang sama bisa sangat ramah layaknya keluarga sendiri.

    Terjadinya perbedaan pelayanan dirumah sakit milik pemerintah dibandingkan dengan pelayanan di klinik/tempat praktek pada dasarnya dipengaruhi beberapa penyebab. Salah satunya Dirumah sakit dokter bekerja dibawah tekanan karna banyaknya jumlah pasien yang harus ditangani, jumlah antrian pasien yang sangat banyak dan harus segera mendapatkan pelayanan sesegera mungkin mengakibatkan konsentrasi dokter buyar dan tidak bisa memberikan diagnosa secara cepat tepat dan akurat. Sedangkan jika di klinik/praktek pribadi dokter akan lebih leluasa disamping tidak adanya tekanan pasien yang datang pun tidak seramai di rumah sakit umum.

    Penyebab lain rendahnya kualitas pelayanan karna tingginya jam kerja dan banyaknya lahan yg digarap oleh para dokter, ada dokter yang bekerja di rumah sakit milik pemerintah juga bekerja di klinik lain dan malam harinya membuka praktek pribadi malah ada dokter yang di jam dinas juga ikut mengajar di kampus.

    Efek yang paling buruk dari penyerobotan hampir seluruh lahan pekerjaan ini adalah tidak optimalnya dokter dalam memberikan pelayanan kepada pasien umum yg notabane nya jasa dokter dibayar pemerintah melalui BPJS atau jaminan pribadi lainnya. efek lainnya adalah tidak adanya regenerasi keahlian bagi dokter-dokter muda yang baru lulus. kasarnya dokter muda yang mau mendapatkan pekerjaan harus menunggu dokter senior pensiun total.

    Dokter-dokter muda banyak yang jadi pengangguran yang lama-kelamaan ilmu nya menjadi tumpul dan sia-sia, lalu pada saat diangkat menjadi dokter mereka sudah tidak fresh dengan keilmuannya. Padahal jumlah lulusan dokter setiap tahunnya terus bertambah dan kebanyakan dari mereka menjadi pengangguran dan bisa jadi salah satu dokter yang menganggur itu punya rasa kemanusiaan dan ilmu yang lebih mumpuni dibandingkan seniornya yang sedang menyerobot lapangan kerja mereka.

    Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Aceh dengan payung hukun UUPA bisa membuat regulasi tersendiri. Pemerintah Aceh bisa melahirkan ikatan Dokter Aceh (IDA) sebagai pengganti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan berbagai peraturan baru yang lebih mengikat. Jika para dokter merasa keberatan Ikatan mereka dirombak mereka bisa mencari lahan kerja baru diluar keanggotaan IDA yang artinya di luar Aceh.

    Pemerintah pun dapat mendatangkan dokter dari luar negeri untuk bekerja dan sekaligus transfer ilmu guna memperluas keilmuan alumni-alumni kedokteran kita yang masih segar dan juga bisa menjadi ajang transfer akhlak guna memperbaiki mentalitas dokter kita yang cenderung mengejar materi dibanding pelayanan kemanusiaan. Banyak dokter sudah lupa dengan isi sumpah dokternya yang harus mengutamakan kemanusiaan diatas segalanya.

    Pemerintah juga harus membatasi jam kerja maksimal dokter dalam satu hari, menetapkan standard pelayanan minimal yang diawasi secara ketat juga menjatuhkan hukuman jika terjadinya pelanggaran. Selama ini pekerjaan dokter lebih banyak dikerjakan oleh perawat jarang sekali kita lihat dokter yang bersentuhan langsung dengan pasiennya. Hal Itu terjadi karna pasien tidak mendapatkan edukasi yang cukup tentang hak dan kewajiban seorang pasien. yang mereka tau jika sakit datang kerumah sakit dan diobati tanpa mereka tau apakah hak-hak mereka dipenuhi secara baik atau malah dilanggar.

    Banyaknya kasus pelanggaran etika dan malapraktek yang dilakukan dokter tapi hukuman yang didapat oleh dokter tidak pernah dipublish secara umum, Dokter yang bersalah selama ini terus menerus mendapatkan pembelaan hukum dari Ikatan Dokter Indonesia dan tidak banyak dari dokter yang benar-benar menjalani hukuman karna kesalahannya. Harusnya dokter bukanlah pihak yang kebal hukum karna pekerjaan mereka bersentuhan langsung dengan nyawa orang.

    Sekian dan semoga tulisan ini bisa menjadi pertimbangan guna menyempurnakan program JKA yg sangat membantu Rakyat Aceh.
    dan ada waktu lain akan saya paparkan “Kongkalikong Dokter dan Farmasi”

    1. Tulisan anda mencerminkan anda hanya mengetahui dr luarnya saja tanpa tahu isi dalamnya… Seperti itulah org2 di masa ini… Yg bukan bidangnya tp coba dia komentari… Dan parahnya berdasarkan asumsi semata tanpa data dan fakta…. Doa saya semoga anda sehat sehingga anda tak perlu merasakan apa yg anda sebut td di atas terlepas benar atau tidaknya kata2 anda…

      1. Banyak dokter-dokter Aceh kalau sakit berobatnya ke luar negeri. Apa nggak yakin ama diagnosa teman seprofesi disini? Atau karna pelayanan diluar negeri lebih manusiawi. Dr beberapa rumah sakit dipenang tidak ada satupun yg pelayanan nya seburuk Zainoel Abidin. Makanya jadi dokter jgn semua lahan digarap capek sendiri jadinya.

  6. Artikel ini 100% fitnah. Para dokter di RSZA tidak ada yg digambarkan seperti di artikel ini. “Asisten Dokter” yang dimaksud dalam artikel ini juga merupakan penghinaan pada Para Dokter PPDS (dokter yg sedang sekolah spesialis) yang notabene lebih tinggi levelnya daripada Dokter Umum yg ada di Puskesmas atau RS Swasta. Bahkan menurut saya dengab adanya mereka di Rumah Sakit, keadaan pasien lebih terkontrol dan juga meringankan dokter spesialis. Toh mereka juga harus melapor dulu kepada dokter spesialis supervisor mereka setiap tindakan yg ingin mereka lakukan.

    Pada Dokter spesialis bukan hanya bertugas di Poli Rawat Jalan. Tapi mereka pagi2 buta sudah melakukan kunjugan rutin ke ruang rawat inap untuk mengevaluasi keadaan pasien rawat inap atau bahkan ada yang sedang melakukan operasi/tindakan gawat darurat. Kalo di Poli itu pasien semuanya stabil makanya banyak para dokter spesialis lebih mementingkan kunjugan ke ruangan rawat duku dan menangani kasus gawat dulu.

    RSUZA itu Rumah Sakit Pendidikan. Sudah ada Undang2 dan Payung Hukum yang mengatur bahwasanya PPDS serta Dokter Muda (Koas) berhak melalukan pemeriksaan pada pasien. Jadi Kalau ada pasien tidak mau diperiksa oleh Dokter PPDS dan Koas, maka Anda tidak usah berobat ke RSUZA.

    Mereka Para PPDS dan Dokter Muda itu membayar mahal SPP tiap semesternya, Sementara pasien tidak ada membayar sepeser pun untuk berobat ke RSUZA.Tidak usah terlalu membanggakan JKA toh Anda saja masih MEROKOK. Tidak usah membanding RSUZA dengan RS Penang, toh di Penang biayanya saja puluhan juta sedangkan di RSUZA anda tidak membayar sepeserpun.

  7. Keliatan kan dari cara menjawabnya. Di penang bayar puluhan juta di RSUDZA tidak bayar sepeserpun. Itu operasional rumah sakit dari APBA, dan APBA itu asalnya dr pajak yg dibayar masyarakat Aceh termasuk mereka yang merokok. Jgn karna pasien tidak mengeluarkan kan uang cash lalu dokter bisa menerapkan pelayanan di bawah standar. Jangan bodoh dan jangan membodohi… Kalau capek jadi dokter berenti saja. Jadi tukang jahit saja goyang-goyang kaki masuk uang. Kan saya sudah katakan banyaknya lahan yang anda garap menyebabkan kinerja anda jadi menurun. Kerja lah 8 jam sehari sesuai porsi tubuh anda jgn menyerobot semua lahan medis kasian dokter lain yg punya rasa kemanusian lebih tinggi yg lahan kerjanya anda serobot. Kalau anda mau mengejar kaya dr profesi dokter brarti anda sudah melanggar sumpah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait