Lawatan Bergiliran, Semua Kebagian

Lawatan Bergiliran, Semua Kebagian
Foto: PM/Oviyandi Emnur

Semua anggota DPRA berkesempatan melawat ke luar negeri secara bergiliran. Bermanfaat atau tidak bagi daerah, menjadi urusan belakangan.

Desas-desus keberangkatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh ke luar negeri selama dua bulan terakhir, akhirnya terkuak. Komisi II DPRA dikabarkan baru pulang dari negeri sakura pada medio Juni lalu. Lawatan ke Jepang Komisi II menjadi Kunker pertama anggota DPRA di tahun 2017.

Komisi yang membidangi perekonomian, sumber daya alam dan lingkungan hidup ini memberangkatkan empat orang anggota. Namun, tak ada penjelasan dari Sekretaris DPRA Hamid Zein siapa saja yang berangkat tersebut. Ia irit bicara saat dikonfirmasi, Sabtu pekan lalu, terkait lawatan anggota DPRA ke luar negeri. Pria yang akrab disapa Ayah Hamid ini meminta Pikiran Merdeka menanyakan langsung kepada setiap komisi.

Komisi II DPRA memang memiliki tugas pengawasan, penganggaran dan budgeting di bidang perindustrian dan perdagangan, pertanian, perikanan dan kelautan, peternakan, perkebunan, ketahanan dan kedaulatan pangan, logistik, lingkungan hidup, koperasi dan UKM, serta pertambangan energi. Namun, mereka tidak memberikan informasi kepada publik dalam rangka apa mereka melawat ke Jepang.

Ketua Komisi II DPRA Nurzahri tak berhasil dikonfirmasi. Berulang kali Pikiran Merdeka mencoba menghubunginya, namun ia tak menjawab panggilan masuk di nomor ponsel yang biasa ia gunakan. Begitupun pesan singkat yang dilayangkan, tetap saja tidak mendapat balasan dari politisi Partai Aceh tersebut.

Informasi yang diterima Pikiran Merdeka, bukan hanya Komisi II yang melakukan lawatan ke luar negeri. Setidaknya ada dua komisi lain yang bersiap bertolak ke mancanegara dalam waktu dekat. Bahkan, ada yang sudah mengantongi izin gubernur. Untuk bulan Agustus mendatang, anggota komisi III DPRA berencana Kunker ke Australia. Saat ini kepastiannya tinggal menunggu izin dari Kementerian Dalam Negeri.

Hal ini dibenarkan Asisten III Setda Aceh, Kamaruddin Andalah. “Sejauh ini sedang menunggu izin keluar negeri yang nantinya dikeluarkan oleh Mendagri. Saya sendiri belum tahu sudah turun izinnya atau belum. Yang jelas, dewan sudah mengajukan ke Menteri Dalam Negeri. Sudah sampai ke sana,” kata Kamaruddin pada Pikiran Merdeka, Sabtu pekan lalu.

Ia menyebutkan, masih ada beberapa komisi lagi yang tengah mengajukan agenda Kunker ke luar negeri. Pengajuannya bertahap tergantung pada jadwal yang telah ditetapkan untuk masing-masing komisi. “Karena kunjungan ke luar negeri kan tidak boleh bersamaan. Minggu ini kemana, minggu depan kemana, harus bertahap. Saya belum bisa memastikan karena tidak lihat berkasnya. Tapi yang jelas, komisi-komisi di DPRA memang mengajukan izin Kunker ke luar negeri,” paparnya.

Pihak Pemerintah Aceh sendiri, ujarnya, tidak terlalu mempermasalahkan agenda kunjungan kerja anggota dewan. Karena pada prinsipnya, sejauh memiliki tujuan yang jelas, punya perkembangan dan rencana tindak lanjut, maka izin Kunker anggota dewan akan diberikan.

Manfaat yang ia maksudkan disesuaikan dengan usulan perumusan qanun dan kebijakan lainnya. “Kunjungan tersebut harus sesuai dengan tugas dan fungsi komisi masing-masing. Kalau tidak, ya Kemendagri tak akan mengeluarkan izinnya,” jelas Kamaruddin.

Dalam usulan anggaran, diakuinya, setiap komisi di DPRA punya jatah melakukan Kunker. Tujuan lawatannya beragam tempat. Selama ini, kata Kamaruddin, semua proses permohonan izin Kunker dewan berjalan lancar dan sesuai dengan ketentuan.

“Setiap anggota dewan yang ingin ke luar negeri harus mengajukan proposal. Apa maksud dan tujuannya, sumber funding, berapa orang yang akan berangkat, kemudian output yang ingin dicapai dari sana. Dan, harus ada rencana tindak lanjut. Sejauh ini masih sesuai dengan ketentuan yang ada, meski begitu saya tidak tahu apakah laporan-laporan tersebut juga sudah disampaikan ke Mendagri,” aku Kamaruddin.

 

TERKESAN MENGELAK

Sementara Ketua Komisi III DPRA Efendi saat dihubungi Pikiran Merdeka tidak memberi jawaban yang jelas mengenai rencana kunjungan komisinya ke Australia. Namun dirinya kurang sepakat jika agenda Kunker dewan ke luar negeri selalu mendapat sorotan media.

“Tidak perlu selalu menyorot ke luar negerinya. Ini saya juga baru saja selesai Kunker dari Surabaya, tapi tidak ada yang bertanya apa outputnya,” katanya singkat.

Namun, saat ditanya apa output yang dibawa pulang dari perjalanan dinas ke Surabaya, Efendi malah tak menjawab. Ia berkilah tak memegang data laporan perjalanan tersebut.

Selain Komisi III yang sudah memiliki jadwal ke Australia dan sedang menunggu turunnya izin Mendagri, Komisi VII DPRA mewacanakan keberangkatan ke Rusia dan Uzbekistan. Komisi yang membidangi agama, budaya dan pariwisata ini sedang memfinalkan agenda itu dalam rapat komisi. Namun, rencana lawatan mereka ke luar negeri sudah menjadi rahasia umum di Sekretariat DPRA.

Salah seorang anggota Komisi VII DPRA membenarkan rencana Kunker ke Uzbekistan dan Rusia. Kabarnya, agenda tersebut masih dalam tahap pembahasan di tingkat komisi. Untuk memastikanya, Pikiran Merdeka berupaya menghubungi Ketua Komisi VII Ghufran Zainal Abidin, namun nomornya tidak kunjung tersambung.

Sumber lain di DPRA menyebutkan, tidak hanya tiga komisi tersebut yang akan memanfaatkan perjalanan dinas ke luar negeri. Kabarnya, sejumlah komisi sedang merencanakan ‘pelesiran’ ke manca negara menjelang akhir tahun.

 

JURUS DIAM

Pelesiran bertajuk kunjungan kerja anggota DPR Aceh tahun ini memang tak seheboh tahun lalu. Pada 2016, polemik perjalanan dinas ini cukup menyita perhatian. Pasalnya, pada pertengahan Mei 2016 publik sempat dibuat kaget dengan keinginan DPRA untuk meminta tambahan biaya perjalanan dinas.

Permintaan tersebut awalnya mengemuka dalam rapat tertutup Badan Anggaran (Banggar) DPRA dengan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA). Kepada TAPA, wakil rakyat “mengeluh” biaya perjalanan dinas mereka telah menipis.

Padahal, biaya perjalanan dinas DPRA untuk dalam daerah, luar daerah dan luar negeri, pada tahun ini tergolong besar. Sekira Rp92,48 miliar dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2016 untuk kepentingan anggota dewan melakukan perjalanan dinas beserta penunjang kebutuhan lainnya.

Dalam polemik tahun lalu, mahasiswa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Aceh sempat berunjuk rasa di Gedung DPRA, Senin (25/7/2016). Mereka mengecam agenda Kunker anggota dewan ke luar negeri. Dalam aksi tersebut, mahasiswa meminta agar DPRA membatalkan program Kunker karena dinilai hanya menghambur-hamburkan uang rakyat.

Berkaca dari kejadian tahun lalu, sepertinya kini dewan memakai jurus diam. Dikutip dari Kantor Berita Aceh, Kepala Divisi Kebijakan Publik dan Anggaran Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Fernan menyebutkan, berdasarkan data yang diperoleh pihaknya, anggaran daerah yang tergerus untuk kegiatan kunjungan kerja dewan 2017 berjumlah Rp7,8 milliar.

Dana itu diambil dari item Pendapatan Asli Aceh atau PAA yang tahun ini totalnya berjumlah Rp2,2 triliun. “Selalu dari (PAA) ini diambil,” ujar Fernan. Dia menyebutkan pada Kunker tahun 2015 dan 2016, sumber dananya tetap sama.

Fernan menilai, penyebab dana kunker selalu diambil dari pos PAA karena sumber anggaran dari item lain tidak tersedia. Menurut dia, langkah tersebut sangat membahayakan anggaran daerah. Sebab, total pendapatan asli yang dihabiskan untuk kunjungan kerja ini mencapai Rp14,29 triliun.

Seharusnya, saran Fernan, DPR Aceh belajar menghemat anggaran dari Pemerintah Kota Banda Aceh. Ketika Pemko menerima undangan dari Turki, seluruh fasilitas ditanggung oleh Pemerintah Turki. “Itu tidak masalah, anggarannya disediakan. Ditanggung sama orang yang mengundang,” ujar Fernan.

Terlebih, kunjungan kerja yang dilakukan setiap tahunnya tidak mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Karenanya, GeRAK sejak awal tidak sepakat dengan agenda kunker ke luar negeri. “Semua tergatung pada DPRA dan Pemerintah Aceh, bolanya di mereka sekarang. Kalau Pemerintah Aceh tak menandatangani surat permohonan yang diusulkan DPRA, Kunker itu tak akan jadi. Tentu Kemendagri juga tidak meloloskan,” ujar Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani, Jumat, 28 Juli 2017.

Askhalani meminta pejabat DPRA agar berpikir lebih realistis. Ketimbang Kunker ke luar negeri, menurut dia, lebih baik anggarannya dialihkan untuk masyarakat Aceh yang kini masih morat-marit. “Yang tengah tertimpa bencana asap misalnya. Korban kekeringan juga di mana-mana. Lebih baik uang itu digunakan saja untuk mengganti biaya kebutuhan masyarakat yang mengalami gagal pangan. Berikan pada orang yang membutuhkan. Daripada ke luar negeri tak ada keuntungan apa-apa,” tandasnya.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait