Langkah DPRA Diapresiasikan

Langkah DPRA Diapresiasikan
Langkah DPRA Diapresiasikan

Langkah DPRA membatalkan wacana pembelian pesawat dan merasionalkan anggaran untuk beberapa program dalam APBA-P 2017 mendapat apresiasi banyak kalangan.
Pengamat poitik Aceh, Effendi Hasan menilai, langkah DPRA mencoret anggaran Rp10 miliar untuk panjar pengadaan pesawat sudah sangat tepat. “Sikap tim Banggar DPRA menentang keinginan Pemerintah Aceh untuk membeli pesawat dengan dalih untuk pengawasan laut dan hutan Aceh, saya nilai sudah sesuai Tupoksinya dalam menjalankan fungsi pengawasan,” katanya kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (30/9).

Effendi mengatakan, ide cemerlang dan terobosan baru Gubernur Aceh Irwandi Yusuf untuk membeli pesawat belum saatnya diwujudkan. Sebab, lanjut dia, saat ini masih banyak hal lain yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan di Aceh. “Ide untuk beli pesawat ini sangat cemerlang dan bagus, namun momennya belum tepat dan belum saatnya,” ujar Effendi.

Menurut dia, jika wacana pembelian pesawat untuk memantau kejahatan di kawasan perairan Aceh tersebut juga belum memihak kepada rakyat banyak. Bahkan, dia melihat wacana tersebut lebih kepada kepentingan elite Aceh.

“Dalam konteks ini, Kementerian Kelautan saja tidak mampu untuk menghalangi. Ibu Susi saja yang memiliki ide brilian tetap tidak mampu menghalanginya. Artinya, pembelian pesawat ini bukan solusi yang tepat untuk pengawasan laut. Karena masih bisa memaksimalkan kinerja petugas pengawas laut,” papar Effendi.

Effendi menyarankan, sebaiknya Gubernur Aceh lebih fokus kepada program-program yang menyentuh rakyat dan dapat menurunkan angka kemiskinan di Aceh. Karena, menurutnya, saat ini begitu banyak rakyat Aceh yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.

“Program beli pesawat ini tidak menyentuh kepentingan rakyat secara mendasar, jadi wajar saja jika DPRA membatalkannya. Jika programnya realistis, saya rasa dewan sebagai pengawas juga tidak akan memangkasnya dan akan berpikir panjang untuk membatalkannya. Pemerintah Aceh sebaiknya fokus kepada program pro-rakyat saja,” tandasnya.

Sebelumnya, kalangan aktivis anti-korupsi di Aceh mendesak DPRA bersikap tegas menolak usulan anggaran untuk panjar pembelian pesawat udara senilai Rp10 miliar. “Publik berharap, DPRA menolak usulan anggaran untuk panjar pesawat Rp10 miliar,” ujar Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian.

Menurut Alfian, pihaknya merasa penting mengingatkan kalangan DPRA agar mengkaji semua rencana program yang diusulkan dalam RAPBA-P 2017. “Ini penting kita iangatkan, karena pengalaman tahun 2016 dan 2017, anggota dewan baru berteriak saat kegiatan tertentu sudah sampai tahap tender,” katanya.

Alfian mengajak semua elemen di Aceh untuk terus mengawal pembahasan APBA-P di DPRA. Sebab, menurt dia, tidak tertutup kumungkinan terjadinya bargaining antara TAPA dan DPRA dalam meloloskan program yang sama-sama menguntungkan kedua pihak. “Bisa saja kegiatan-kegiatan dari program aspirasi DPRA yang selama ini ‘terkatung-katung’ dalam APBA murni 2017 akan digeser ke APBA-P untuk dicairkan,” tandasnya.

Pernyataan serupa disampaikan Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani. Menurutnya, program yang diusulkan dalam APBA-P 2017 terlalu bombastis dan sangat tidak sesuai dengan kebutuhan urgent masyarakat Aceh. Sebagaian besar program yang diusulkan dinilainya terkesan tanpa melalui kajian yang matang dan terlalu dipaksakan.

“Pembelian pesawat, yang notabenenya merujuk pada penjelasan dari Gubernur Irwandi terkesan hanya usulan dari yang bersangkutan saja dan tanpa ada kajian yang lebih dahulu dijadikan sebagai basis argumen untuk menyebutkan bahwa program tersebut adalah kebutuhan,” kata Askhal.

Merujuk pada indikator anggaran, kata dia, program semacam itu sangat tidak tepat diusulkan secara tiba-tiba namun harus ada pembahasan yang sangat detail. “Prinsipnya, setiap sen anggaran publik harus melalui perencanaan yang tepat dan tidak boleh tiba-tiba atau sesuka hati, sebab pengelolaan anggaran harus merujuk pada UU,” kata Askhalani.

Karena itu, pembatalan anggaran untuk panjar pesawat yang dilakukan DPRA patut diapresiasikan. Tidak saja soal itu, tapi juga upaya merasionalkan anggaran untuk kegiatan lainnya yang dinilai sudah tepat.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait