Kritik Kebijakan Gaji, Eks Karyawan Perusahaan Jhon LBF Dituntut 1 Tahun Penjara

ilustrasi hukum 3543859
Ilustrasi. Mantan karyawan PT Hive Five, Septia Dwi Pertiwi, dituntut dengan pidana satu tahun penjara buntut dari kritik upah di bawah UMP. Foto: Pixabay/qimono

PM, Jakarta – Mantan karyawan PT Hive Five, Septia Dwi Pertiwi, menghadapi tuntutan pidana satu tahun penjara atas kasus dugaan pencemaran nama baik. Tuntutan tersebut dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (12/12).

“Menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dikurangi masa tahanan sementara yang telah dijalani, dan memerintahkan terdakwa untuk tetap ditahan,” ujar Jaksa Tri Yanti Merlyn Christin Pardede saat membacakan tuntutan.

Selain pidana penjara, Septia juga dikenai denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan. Jaksa menyatakan Septia terbukti melanggar Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 36 jo Pasal 51 ayat 2 UU ITE karena mendistribusikan informasi elektronik bermuatan pencemaran nama baik yang merugikan pihak lain.

Fakta Persidangan dan Dasar Tuntutan
Dalam persidangan, Septia diduga membuat unggahan di media sosial yang dianggap mencemarkan nama baik Jhon LBF, pemilik PT Hive Five. Septia mengkritik kebijakan perusahaan terkait upah yang tidak sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP), tidak adanya pembayaran lembur, serta kebijakan kerja yang dinilai merugikan karyawan.

Sementara itu, dalam kesaksian di persidangan, Jhon LBF mengakui beberapa kebijakan perusahaan, termasuk pembayaran upah di bawah UMP, larangan karyawan berekspresi, dan ancaman potongan gaji jika tidak mematuhi aturan internal.

Jaksa menyebut beberapa hal memberatkan dalam tuntutannya, termasuk sikap Septia yang tidak mengakui kesalahan dan dampak perbuatannya yang dinilai meresahkan masyarakat. Namun, jaksa juga mencatat bahwa Septia bersikap sopan di persidangan dan telah meminta maaf kepada Jhon LBF.

Tanggapan Publik
Kasus ini mendapat perhatian publik, terutama mengenai kondisi kerja di perusahaan dan penerapan UU ITE. Kritik terhadap kebijakan yang dirasa tidak adil memunculkan diskusi tentang perlindungan hak-hak pekerja dan batasan kebebasan berekspresi di ruang digital.

Septia sendiri adalah mantan staf marketing yang sebelumnya menerima gaji pokok sebesar Rp4 juta, tetapi menilai hak-haknya sebagai karyawan tidak dipenuhi. Ia menggunakan media sosial untuk mengungkapkan kritiknya, yang kemudian berujung pada proses hukum.

Sidang lanjutan kasus ini akan menentukan apakah tuntutan tersebut akan diterima oleh majelis hakim atau ada keputusan lain yang lebih berpihak pada keadilan.

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Ott KPK Mensos Juliari
Ketua KPK Firli Bahuri (tengah) memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka kasus suap pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Minggu (6/12/2020). Menteri Sosial Juliari P Batubara dan Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial Adi Wahyono ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Keme /GALIH PRADIPTA/ANTARA FOTO

Jadi Tersangka Korupsi Bansos Covid-19, Ini Kronologi OTT Mensos Juliari

Kejati Aceh ekspose
Tim Penyelidik bidang Intelijen Kejati Aceh telah melakukan ekspose dengan hasil terhadap kasus dugaan penyimpangan pada Kegiatan Pensertifikatan Tanah Milik Masyarakat Miskin Aceh Tahun 2019 oleh Dinas Pertanahan Aceh | Foto: Istimewa

Apa Kabar Kasus Dugaan Penyimpangan Sertifikasi Tanah Masyarakat Miskin TA 2019?