KPK Terima Laporan Korupsi Rp9,8 M di Aceh Selatan

KPK Terima Laporan Korupsi Rp9,8 M di Aceh Selatan
Surat tanda terima dari KPK. [pikiranmerdeka.com | Juli Amin]
Surat tanda terima dari KPK. [pikiranmerdeka.com | Juli Amin]
Surat tanda terima dari KPK. [pikiranmerdeka.com | Juli Amin]

PM, Banda Aceh- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima laporan dugaan korupsi berupa mark-up pembebasan lahan stadion olah raga dan Pusekesmas di Kecamatan Kluet Utara, Aceh Selatan, dengan indikasi kerugian negara Rp9,8 miliar.

Tandaterima KPK disampaikan melalui surat resmi ke Badan Pekerja Gerkan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh selaku pelapor kasus  beranggaran Rp11,6 miliar sumber dana Aceh Selatan 2009-2012 tersebut. Surat No. R-1149-/40-43/03/2014 ditandatangani  Plt Deputi Bidang Pengawasan KPK,  Annies Said Basalamah itu diterima GeRAK Aceh, Selasa (01/04/14).

“Bukti tanda terima sudah tiba di kantor kami. Ini membuktikan laporan kasus itu sudah diterima KPK. Mudah-mudahan para pihak yang terlibat dalam dugaan korupsi tersebut segera diperiksa dan diadili,” kata Koordinator GeRAK Askhalani kepada wartawan usai menerima surat itu.

Dia mengatakan, dugaan mark- up atau penggelembungan harga pembebasan lahan pembangunan stadion olah raga dan Puskesmas di Kecamatan Kluet Utara, Aceh Selatan, mereka laporkan ke KPK di Jakarta pada 17 Februari 2014. Indikasi kerugian negara di kasus itu mencapai Rp9,8miliar dari jumlah anggaran yang dikeluarkan Rp11,6 miliar.

Perhitungan itu, tambahnya, berdasarkan uji petik (perbandingan) harga tanah warga di dekat lokasi pembebasan. Untuk harga tanah pembangunan Puskesmas seluas 2,7 hektar dilaporkan panitia Rp190 ribu permeter. Sementara harga tanah di sana berkisar Rp20 ribu permeter.

Begitu juga harga tanah untuk Stadion Olah Raga seluas 7,8 hektar, panitia menggelembungkan harga dari Rp15 ribu permeter menjadi Rp80 ribu permeter.

“Akibat penggelembungan harga ini, negara dirugikan Rp9,8 miliar,” katanya.

Tidak hanya menggelembungkan harga, panitia juga memanipulasi nama desa lokasi pembangunan dua proyek tersebut. Dalam dokumen panitia, lahan yang dibebaskan itu berada di Desa Limau Purut, Kecamatan Kluet Utara, padahal lokasi tanahnya berada di Desa Krueng Batu, Kecamatan Kluet Utara.

“Mereka memanipulasi nama Desa Limau Purut karena berada di dekat Kota Fajar sehingga harga tanah lebih mahal,” katanya.

Ditambahkan, dugaan mark up harga pengadaan tanah stadion dan puskesmas  itu berawal dari laporan masyarakat di lokasi pembangunan kepada GeRAK Aceh, setelah warga merasa ditipu agen tanah berinisial Is pada pembebasan lahan  yang sudah berlangsung sejak 2009 hingga 2012.

“Sistem dilakukan Is, dengan membeli tanah masyarakat yang belum bersertifikat di dekat perbukitan agar tidak susah mencari timbunan. Tanah itu kemudian disertifikatkan atas nama dirinya. Baru kemudian dijual untuk keperluan proyek pembanguan stadion tersebut.  Is diduga sebagai kaki tangan oknum pejabat di Aceh Selatan yang sudah tahu soal lokasi-lokasi yang sewaktu-waktu akan dibangun oleh pemerintah setempat,” jelas Askhalani.

Menurut Askhalani, pembebasan lahan tersebut merupakan tanggung jawab Bupati Aceh Selatan periode 2008-2012 Husen Yusuf. Selain sebagai pengambil kebijakan, dia juga yang menandatangani akte jual beli lahan tersebut.

Indikasi korupsi itu juga melibatkan unsur DPRK, Is sebagai agen tanah, Sekda Aceh Selatan selaku ketua Tim 9 bersama anggotanya, Kepala BPN, Asisten I, camat setempat dan pihak lain di desa lokasi pembangunan. (PM-016)

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait