PM, Banda Aceh – Sengketa kepemilikan bangunan ruko di kawasan pasar Grong-grong hingga saat ini masih bergulir di persidangan. Perkara perdata tersebut tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Sigli.
Beberapa hari lalu kuasa hukum dari Ali Basyah (tergugat), Yulfan sempat merilis pernyataan terkait sengketa tersebut ke media. Namun, pada Jumat (3/8) pihak Abu Bakar (penggugat) berupaya mengklarifikasi berita tersebut.
Baca: Sengketa Ruko di Pasar Grong-grong
“Saya tegaskan sebagian berita tersebut terutama pernyataan yang ditulis oleh kuasa hukum Ali Basyah, yaitu saudara Yulfan ke media massa beberapa waktu lalu,” ujar Mar’i Abu Bakar, putra dari penggugat dalam rilis yang diterima pikiranmerdeka.co, Jumat (3/8).
Ia mengingatkan pengacara tersebut agar bertindak secara profesional dalam menangani kasus sengketa ini.
“Jadilah advokat yang profesional supaya bisa memahami segalanya dalam profesinya,” kata Mar’i.
Pihaknya menilai ada kesalahpahaman pada si kuasa hukum dalam prinsip beracara di persidangan yang tengah berlangsung.
“Saya lihat pernyataannya (Yulfan) di media massa sudah melanggar kode etik advokat dengan tidak menghargai prinsip-prinsip hukum, karena mengabaikan asas praduga tak bersalah,” sesal Mar’i.
Ia menyayangkan pernyataan Yulfan yang kadung dirilis, padahal kasus sengketa tersebut tengah dalam proses persidangan.
“Apalagi, ia menyampaikan rilis kasus yang sedang disidangkan itu tanpa konfirmasi ke pihak PN Sigli,” ucap Mar’i.
Menurutnya, tudingan yang beredar dalam pemberitaan di sejumlah media ini sangat merugikan pihak Abu Bakar (penggugat) yang merupakan salah satu tokoh masyarakat Grong-grong.
Ia juga menegaskan kembali, “sidang kan tengah berlangsung, untuk apa merilis pernyataan ke media? Padahal sidang masih dalam tahapan awal seperti yang ia (Yulfan) sebutkan, dan apakah wajar seorang pengacara berkelakuan seperti itu?”
Mar’i juga meminta media ini untuk memastikan ke Dewan Kehormatan Advokat perihal sikap dari Yulfan sebagai salah seorang pengacara.
“Silakan pikiranmerdeka.co klarifikasikan juga pada Dewan Kehormatan Advokat, apakah sikap pengacara tersebut sesuai dengan prosedur atau tidak,” tegas dia.
Kesaksian Oknum Polisi
Selain mempersoalkan sikap pengacara tergugat mengenai kode etik, Mar’i juga menyesalkan pernyataan Yulfan tentang kesaksian oknum polisi di sidang sengketa ruko tersebut.
Menurut Mar’i, sikap mempersoalkan kesaksian polisi itu sangat tidak bijaksana. Mengingat seluruh hakim, panitera, dan kuasa hukum saat sidang telah menerima keterangan saksi tersebut.
“Kasus yang sedang ditangani ini kasus sidang perdata, tolong fokus lah, jangan alihkan ke yang lain, mengenai saksi dipermasalahkan, setelah sidangnya selesai dan saat kesaksian telah didengar, baru dipersoalkan, itu aneh. Kenapa tidak mempermasalahkannya sebelum sidang dimulai?”
Soal keabsahan saksi berinisial S yang merupakan oknum polisi setempat, Mar’i menegaskan posisi saksi tersebut tidak ada masalah apapun.
“Kapasitas seorang polisi yang berinisial S yang saudara (Yulfan) maksudkan adalah sebagai saksi, bukan pada posisi keberpihakan, dan bukan juga terhadap kasus yang sedang ia tangani. Jadi tidak perlu mengada-ngada,” ujarnya.
Mar’i bahkan mempertanyakan apa dasar hukum yang melarang seorang polisi menjadi saksi, jika tudingan Yulfan benar.
“Yang sering ia (Yulfan) sebut tidak ada ijin atasan, padahal pada prinsipnya bisa menjadi saksi. Saya sendiri mengikuti sidang, tidak ada yang menanyakan ijin atasan, dan saudara Yulfan sendiri juga tidak menyoalkannya pada majelis sidang,” ungkapnya.
Terlepas posisi saksi dalam keadaan lepas dinas maupun sebagai warga negara biasa, menurut Mar’i siapapun sah menjadi saksi, selama pengadilan tidak menolaknya.
“Sekali lagi saya sarankan, kuasa hukum juga harusnya paham dengan mekanisme sidang. Jadilah profesional,” pungkas Mar’i. []
Belum ada komentar