KKJ Aceh Desak Aparat Tegakkan Perlindungan Jurnalis dalam Kasus Penganiayaan Kontributor CNN Indonesia TV

Ilustrasi- Kekerasan Fisik.
Ilustrasi- Kekerasan Fisik

PM, Pidie Jaya – Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Aceh mendesak aparat penegak hukum untuk mengedepankan perspektif perlindungan terhadap jurnalis dalam menangani kasus penganiayaan terhadap Kontributor CNN Indonesia TV, Ismail M. Adam alias Ismed. KKJ Aceh menilai, tanpa pendekatan yang sesuai dengan Undang-Undang Pers, penanganan kasus ini berpotensi mencederai kemerdekaan pers dan keadilan bagi korban.

Kasus penganiayaan ini melibatkan seorang kepala desa berinisial Is di Kecamatan Ulim, Kabupaten Pidie Jaya. Ismed mengalami tindakan kekerasan saat sedang berada di sebuah kios di Kecamatan Meurah Dua pada 24 Januari 2025. Insiden ini terjadi setelah Ismed meliput kondisi Pondok Bersalin Desa (Polindes) di Desa Cot Setui, yang dipimpin oleh Is. Peliputan tersebut diduga menjadi pemicu tindakan kekerasan yang menimpa Ismed.

Menurut laporan KKJ Aceh, Is sempat menghampiri Ismed di kios, meraih lehernya, dan melayangkan pukulan yang mengenai pundak korban. Ismed kemudian ditarik paksa ke tengah jalan sambil dibentak terkait peliputannya di desa tersebut. Bahkan, kepala desa itu sempat memaksa Ismed untuk pergi ke Polindes guna menghadapi bidan desa yang sebelumnya diwawancarai. Di lokasi tersebut, Is kembali melayangkan pukulan dan memaki Ismed, sementara seorang warga lainnya turut mengintimidasi jurnalis tersebut.

Berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) terbaru yang diterima KKJ Aceh, berkas perkara telah dikirimkan ke kejaksaan negeri setempat. Namun, KKJ Aceh menyoroti absennya pasal dalam UU Pers dalam berkas tersebut, di mana hanya pasal penganiayaan berdasarkan KUHP yang digunakan. Jika hal ini dibiarkan, KKJ Aceh menilai akan terjadi pengabaian terhadap perlindungan hukum bagi jurnalis dan pelanggaran terhadap kebebasan pers yang dijamin dalam pasal 18 UU Pers.

“Ismed mengalami penganiayaan dalam statusnya sebagai jurnalis yang menjalankan tugasnya sesuai UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Negara seharusnya memastikan perlindungan hukum terhadap jurnalis, seperti yang diatur dalam pasal 8 UU Pers,” tegas KKJ Aceh dalam pernyataannya.

Sebagai respons atas kasus ini, KKJ Aceh mengeluarkan beberapa tuntutan, di antaranya:

Jaksa Penuntut Umum mengembalikan berkas perkara ke kepolisian agar dilengkapi dengan pasal dari UU Pers.

Penyidik kepolisian menambahkan pasal dalam UU Pers dalam proses hukum kasus ini.

Aparat penegak hukum mengedepankan perspektif perlindungan terhadap jurnalis dan kemerdekaan pers.

Seluruh elemen masyarakat, termasuk aparat pemerintahan dan penegak hukum, diminta menghormati kerja jurnalistik.

Penyelesaian keberatan terhadap pemberitaan dilakukan melalui mekanisme hak jawab/koreksi atau pengaduan ke Dewan Pers.

Jurnalis diimbau untuk selalu mematuhi Kode Etik Jurnalistik dalam menjalankan tugasnya.

Jurnalis yang mengalami kekerasan diimbau untuk melaporkan insiden yang mereka alami.

Mengutuk segala bentuk tindakan yang menghambat kerja jurnalistik.

Sebagai informasi, KKJ Aceh merupakan bagian dari KKJ Indonesia dan beranggotakan organisasi profesi jurnalis serta masyarakat sipil. Dideklarasikan pada 14 September 2024, KKJ Aceh terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Aceh, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Aceh, serta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, KontraS Aceh, dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA).

Kasus ini kini menjadi perhatian nasional. KKJ Aceh menegaskan akan terus mengawal proses hukum agar hak-hak jurnalis terlindungi dan kemerdekaan pers tetap terjaga.

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait