Kisah Usang Serapan Anggaran Aceh

Kisah Usang Serapan Anggaran Aceh
Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf menyerahkan KUA-PPAS Perubahan 2017 APBA-P kepada Ketua DPR Aceh, Tgk. Muharuddin didampingi Wakil Ketua II DPR Aceh, Sulaiman Abda di Badan Anggaran DPR Aceh, Kamis, 14-09-2017.

Rakyat Aceh sangat dirugikan dengan rendahnya serapan anggaran daerah. Kesempatan pembangunan melayang, perputaran uang pun melambat.

 

Tingkat penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) rendah menjadi cerita buram yang terulang setiap tahun. Kondisi tahun ini semakin parah, terutama dipicu tolak-tarik kepentingan di masa transisi.

Dari total kekuatan APBA sebesar Rp14,7 triliun, sampai dengan triwulan ke 3 atau pertengahan September 2017 realisasi penyerapan keuangan baru mencapai 42,0 persen dari yang ditargetkan 65 persen. Sementara penyerapan untuk fisik baru mencapai 55,0 persen dari target 70,0 persen hingga akhir September ini. Artinya, Pemerintah Aceh masih harus mengejar sisa 23 persen lagi realisasi keuangan dan 15 persen fisik hingga akhir bulan September tahun ini.

Besarnya anggaran yang dimiliki oleh Pemerintah Aceh, tidak mampu digunakan secara maksimal oleh sejumlah SKPA untuk membangun sarana dan prasarana di Aceh. Berdasarkan data dilansir di website p2k-apba.acehprov.go.id, sebanyak 27 SKPA mendapat rapor merah atau peneyrapan APBA masih dibawah 50 persen. Parahnya lagi, dari jumlah tersebut, terdapat 8 SKPA yang penyerapan APBA masih di angka 35 persen. Sementara 8 SKPA lagi penyerapan anggaran baru mencapai 40 persen dan selebihnya 45 persen.

Angota DPRA Asrizal H Asnawi menyebutkan, kenyataan itu bukanlah persoalan baru di Aceh. Kurang maksimalnya penyerapan anggaran selalu menjadi siklus permasalahan yang terjadi tiap tahun.

Baca: Syahwat Sang Ustaz di Balik Bilik Dayah

Menurut politisi PAN ini, lemahnya serapan anggaran tahun ini disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya, kinerja SKPA memang lemah dalam menggenjot pembangunan fisik. “Hingga September ini progres pembangunan fisik APBA baru 55 persen. Kita sangat menyayangkan persoalan yang hampir setiap tahun terjadi, selalu saja kegiatan pembangunan terlambat dan dilakukan di ujung tahun,” ujarnya.

Secara ekonomi, kata dia, hal ini berdampak kepada peredaran uang di masyarakat. “Seharusnya uang yang bersumber dari APBA bisa beredar di masyarakat, namun tidak beredar karena program pembangunan tidak dikerjakan,” katanya.

Faktor lainnya, sambung Asrizal,  ialah kembali ke pemerintahan yang lalu, di mana bongkar pasang kabinet terjadi pasca pembahasan anggaran disahkan. Sehingga, SKPA yang baru kembali meraba-raba teknis pelaksanaan dan harus menyesuaikan dengan SKPA lama.

Tak hanya itu, sambung Asrizal, suhu politik di pemerintahan transisi juga menjadi penyebab lemahnya serapan anggaran di tahun 2017. “Gerak cepat pak Irwandi juga belum bisa dirasakan signifikan. Harus kita akui memang, kalau loyalitas mereka (SKPA) masih pada rezim yang lama. Jujur saya katakan, para SKPA sekarang terjebak nostalgia,” cetusnya.

Karena itu, lanjut dia, sulit memberi kritikan kepada gubernur saat ini. “Jawabannya pasti ‘kameng glee pajoh jagong, kameng gampong keunong geulawa’. Ini artinya mereka itu (SKPA) bukan orang-orang yang bisa gubernur minta pertanggungjawaban,” tambahnya.

Melihat batas waktu tersisa dan masih banyaknya paket miliaran rupiah yang belum ditender, Asrizal pesimis jika Pemerintah Aceh dapat merealisasi 100 persen serapan APBA 2017. Terlebih, dana hibab baru bisa dieksekusi pada APBA Perubahan. “Bisa menyentuh angka 90 persen saja sudah baik,” ujarnya.

Salah satu solusi kongkrit untuk memaksimalkan serapan anggaran, kata Asrizal, adalah dengan segera melantik kepala SKPA yang baru, yang terpilih melalui fit and proper test. “Perombakan kabinet ini sudah saatnya dilakukan, demi terlaksananya program pembangunan dengan baik,” tandasnya.

 

SILPA MENINGKAT

Dengan kondisi rerapan anggaran saat ini, Sisa Lebih Penghitungan Anggaran (SiLPA) 2017 akan kembali tinggi dari tahun sebelumnya Rp1 triliun lebih. Bahkan, cenderung meningkat.

“Ini menjadi preseden buruk bagi Pemerintah Aceh. Sebab, SiLPA yang besar merupakan hal yang tidak baik, karena ada kesempatan dan peluang pembangunan yang hilang,” ujar Koordinaor GeRAK Aceh, Ashkalani kepada Pikiran Merdeka, Jumat (15/9).

Ashkalani menyebutkan, serapan anggaran yang mampu dibelanjakan hingga semester 3 baru di atas 50 persen. Idelanya, kata dia, jika tahun berjalan semester 3 anggaran daerah yang sudah dibelanjakan mendekati angka 60 sampai dengan 65 persen.

“Ini memang masih perkiraan, sebab sampai saat ini APBA baru berhasil dibelanjakan di atas 50 persen. Seharusnya sudah di angka 60 atau 65 persen dari pagu anggaran,” ucapnya.

Meski demikian, Ashkalani menilai Pemerintah Aceh masih memiliki waktu untuk membelanjakan APBA hingga akhir tahun 2017. Terlebih jika berkaca pada pengalaman tahun-tahun sebelumnya, menjelang akhir tahun laju penyerapan APBA cenderung naik.

“Tapi, ya tetap saja tidak akan mencapai target. Paling-paling serapan anggaran hingga akhir tahun hanya mampu dibelanjakan sekitar 82-92 persen dari total belanja yang diusulkan tahun ini Rp14,2 triliun,” pungkasnya.

 

RAWAN KORUPSI

Sementara itu, Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian mengatakan, serapan anggaran tahun 2017 akan sangat sulit mencapai taget. Jika pun dipaksakan untuk mencapai 100 persen di akhir tahun, maka akan sangat rawan terjadi korupsi.

“Peluang dipaksakan dana APBA habis sangat besar, dengan catatan APBA Perubahan harus segera disahkan. Sehingga, sisa waktu yang ada bisa dimamfaatkan oleh Pemerintah Aceh,” ujar Alfian kepada Pikiran Merdeka.

Namun demikian, kata Alfian, perlu digaris bawahi bahwa peluang korupsi atau penyimpangan dana APBA juga sangat besar terjadi menjelang berakhirnya tahun anggaran. Peluang terbesar untuk diselewengkan, kata dia, terdapat pada pengelolaan dana hibah dan bantuan sosial (Bansos).

“Pola sebelumnya penyerapan dana hibah selalu 100 persen. Nah, tahun ini dana hibah dan Bansos ada Rp 1 triliun, termasuk di dalamnya dana aspirasi 81 anggota DPRA. Dana ini perlu pengawasan ketat dari pihak penegak hukum, karena rawan diselewengkan,” ujarnya.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

TNI Jangan Takut saat Pemilu
Dandim 0110 Abdya Letkol Arm E Dwi Karyono AS memberi arahan. (Foto Syahrizal/Pikiran Merdeka)

TNI Jangan Takut saat Pemilu