Namanya Purwanto (55) yang hampir selesai membaca Al Quran, surat Ali Imran, saat gerimis mulai membasahi bagian dalam Masjidil Haram, Jumat (11/9/2015) sore. Tak ingin Al Quran yang ia baca basah, ia memutuskan beranjak dari tempat duduknya di dekat Kakbah. Purwanto lalu mencari tempat berteduh.
Baru 10 langkah berjalan, tiba-tiba, suara petir yang menggelegar disertai suara ledakan dan jeritan histeris menyeruak di belakangnya. Ketika Purwanto menengok, sebuah potongan besi telah teronggok di antara mayat-mayat dan orang-orang yang berlarian tak tentu arah.
“Besi itu membentur tiang di lantai dua, mental lagi ke bawah sampai menghancurkan lantai marmer di lantai satu. Masya Allah, itu tepat di tempat saya duduk,” kata Purwanto, anggota jemaah haji asal Lampung, kepada Tribun Lampung.
Besi jatuh tersebut merupakan bagian dari alat berat (crane) di luar Masjidil Haram, yang tersungkur menimpa Masjidil Haram. Setelah crane membentur tiang, Purwanto menuturkan, ada bagian yang sebesar mobil Jeep yang patah, lalu menghujam ke bawah.
“Saya menangis saat itu. Saya masih menggendong Al Quran. Ya Allah, saya selamat karena Al Quran. Seandainya saya tidak pegang Al Quran, saya tidak tahu lagi,” kata Kepala Dinas Pasar dan Perdagangan Kota Metro itu.
Sepuluh menit berlalu, Purwanto masih terpaku di tempatnya berdiri. Ia hanya melihat bongkahan besi di depannya tanpa mampu memperhatikan keadaan sekitar. Purwanto mengaku sangat terkejut dengan kejadian yang datang tiba-tiba itu.
“Di sebelah saya, ada dua orang Iran. Saya ajak ke pinggir karena hujan, tetapi mereka malah berdoa,” tutur Purwanto.
Setelah bisa menenangkan diri, Purwanto mulai memperhatikan kondisi sekitarnya. Ia pun bermaksud mengabadikan peristiwa tersebut. Namun, hal itu urung ia lakukan.
“Saya tadinya mau foto, tetapi tidak berani. Banyak orang foto-foto dimarahi. Saya baru mau angkat kamera, dibentak juga sama orang-orang situ. Mereka bilang, dalam bahasa mereka, berdoa. Banyak orang langsung berdoa di sana. Saya pun ikut berdoa,” kata Purwanto.
Sejak tiba di Madinah, Purwanto sudah rutin membaca Al Quran. Bahkan, selama delapan hari di kota Nabi tersebut, ia hampir khatam Al Quran dua kali. Menurut Purwanto, ia memang memiliki tekad untuk membaca 100 halaman Al Quran per hari selama melaksanakan ibadah haji.
Setiba di Mekkah, Purwanto masih rutin melaksanakan kegiatannya membaca Al Quran. Sampai akhirnya, seorang temannya menegur.
“Pak Pur baca Al Quran terus, kata teman saya. Akhirnya, saya kurangi. Mungkin, saya juga diingatkan untuk tidak memaksakan kehendak,” kata Purwanto.
Satu jam rapi
Sekitar setengah jam setelah peristiwa tersebut, Purwanto menerangkan, kondisi di lokasi kejadian mulai tenang. Petugas pun tampak sigap melakukan evakuasi.
“Besi diangkat pakai katrol. Korban dibawa dengan tandu. Mungkin karena keterbatasan tandu, ada korban yang dibawa pakai kursi roda. Petugas sepertinya menyelamatkan para korban yang masih hidup terlebih dahulu,” ucap Purwanto.
Tak lama berselang, beberapa unit ambulans masuk ke dalam Masjidil Haram. Di lokasi kejadian, Purwanto mengatakan, ambulans mengangkut korban-korban yang sudah meninggal. Hal itu terus berlangsung hingga menjelang shalat isya.
“Setelah kejadian, saya shalat maghrib dan isya di tempat sai lantai dua. Setelah isya, saya kembali turun untuk melihat kondisi. Ternyata, sudah rapi. Dari peristiwa, itu sekitar satu jam,” kata Purwanto.
Di lokasi peristiwa, Purwanto menerangkan, tak ada lagi mayat maupun korban luka. Bahkan, keramik yang hancur telah kembali mulus seperti semula.
“Tinggal 1-2 orang korban luka ringan sama kerusakan di tembok yang terbentur besi. Sisanya sudah rapi, seperti tidak terjadi apa-apa,” kata Purwanto.
[PM004]
Belum ada komentar