PM, Jakarta – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyetujui penerapan hukuman mati bagi pelaku korupsi selama sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Segenap insan KPK seluruh anak bangsa mungkin sepakat bahwa para pelaku korupsi itu harus dihukum mati. Namun, UU Nomor 31/1999, dari 30 bentuk dan jenis tindak pidana korupsi, hanya satu tindak pidana korupsi yang bisa diancam dengan hukuman mati,” kata Firli di Polda Bali, Rabu, 24 November 2021, dikutip dari Antara.
Ia mengatakan satu tindak pidana yang diancam hukuman mati sebagaimana pasal 2 ayat (1) UU Tipikor yakni barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan atau pun menguntungkan orang lain yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
“Pasal 2 ayat (2), baru diatur tentang ancaman hukuman mati. Siapa yang melakukan korupsi dalam suasana bencana alam dan keadaan tertentu diancam hukuman mati,” kata dia.
Firli bilang korupsi yang dilakukan dalam keadaan bencana dan keadaan tertentu meliputi gratifikasi, komitmen fee, pengadaan barang dan jasa, perbuatan curang, perbuatan konflik kepentingan dan tindak pidana korupsi lainnya.
“29 jenis tindak pidana itu masuk semua, bisa diancam dengan hukuman mati. Tapi sampai hari ini, inilah karya anak bangsa yang direpresentasi anggota dewan kini. Jadi kalau seandainya pasal ini belum diubah, [kami] tidak bisa menuntut seorang tindak pidana pelaku korupsi untuk hukuman mati, kecuali pasal 2 ayat (1) dan pasal 2 ayat (2) UU 31/1999 [dikeluarkan dan dibuat pasal tersendiri], itu persoalannya,” kata komisaris jenderal polisi ini.
Firli mengatakan secara legalitas tidak semua pelaku tindak pidana korupsi bisa dihukum mati. Menurutnya, perlu pasal khusus dalam UU Tipikor yang mengatur penerapan hukuman mati bagi 30 jenis tindak pidana korupsi.
“Jadi kalau sekarang ramai orang mengutuk seluruh pelaku korupsi diancam hukuman mati, saya setuju. Tapi persoalannya, undang-undang kan tidak demikian,” imbuhnya.
Wacana hukuman mati bagi koruptor ini digulirkan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Ia berkukuh menerapakan pidana hukuman mati bagi pelaku korupsi meski mendapat penolakan dari para aktivis Hak Asasi Manusia (HAM).
Burhanuddin menggulirkan wacana penerapan hukuman mati bagi tersebut berkaca dari dua kasus megakorupsi di PT Asabri dan PT Asuransi Jiwasraya. Kerugian negara yang ditimbulkan sangat besar, yakni Rp16,8 triliun untuk kasus Jiwasraya, dan Rp22,78 triliun di kasus Asabri.
Selain itu, terdapat dua terdakwa yang sama di dua kasus tersebut, yakni Benny Tjockrosaputro dan Heru Hidayat.[] sumber: Tirto.id
Belum ada komentar